NUSANTARANEWS.CO – Penjarahan SDA Dilegalkan Oleh Undang-Undang? Indonesia sebagai satu bangsa yang merdeka dan bedaulat di permukaan bumi, tidak boleh bangga bila kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah itu pada kenyataannya lebih banyak di eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan negara-negara industri maju.
Seperti dilansir oleh Badan Pemeriksa keuangan (BPK) mencatat bahwa dominasi asing di sektor Migas mencapai 70%, batubara, bauksit, nikel dan timah mencapai 75%, tembaga dan emas mencapai 85%. Gambaran ini jelas menunjukkan bahwa betapa rapuhnya pemerintah dalam kita melindungi aset bangsa.
Salah satu faktornya adalah memang kesalahan Undang-Undang (UU). Contoh paling nyata adalah UU Migas Nomor 22/2001. Misalnya pasal 12, yang jelas-jelas adalah sebuah pasal yang melegalkan pencurian migas oleh pihak asing. Bukan itu saja, bahkan UU No. 22/2001 telah membuka jalan bagi kontraktor asing untuk dengan mudah memperpanjang kontrak 20 tahun berikutnya. Bahkan UU ini dikuatkan oleh Pasal 28 Peraturan Pemerintah (PP) No.35/2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, di mana pengajuan perpanjangan itu boleh diajukan 10 tahun sebelum sebuah kontrak kerjasama selesai.
(Baca juga: Karena Kesalahan Undang-Undang, Investor Berkuasa).
Dalam pasal 12 itu jelas dikatakan bahwa kuasa pertambangan boleh diserahkan kepada pihak asing. Belakangan Pasal 12 ini dibatalkan oleh MK. Namun pencabutan Pasal 12 ini justru membuka celah baru bagi pihak asing untuk tetap menguasai SDA kita, yaitu dengan membentuk BP Migas. Keberadaan BP Migas yang bukan perusahaan minyak kemudian selalu dijadikan alasan oleh pemerintah untuk meneruskan kerjasama pengelolaan migas dengan dalih membutuhkan perusahaan asing sebagai partner untuk tenaga ahli.
Dan yang paling krusial dari keberadaan BP Migas adalah tidak memiliki kontrol yang jelas atas kinerja dilapangan. Sehingga banyak kebijakan BP Migas yang terjebak dengan cost recovery.
Pakar perminyakan Kurtubi, secara gamblang menguraikan bahwa jika investasi perusahaan asing sebesar 5 milliar dollar untuk kerjasasama selama 30 tahun. Seharusnya BP Migas dan pemerintah tahu bahwa 5 milliar dollar itu akan balik modal selama 5 tahun ke pihak investor termasuk keuntungannya. Setelah cost recovery itu balik modal, maka dalam 25 tahun setelahnya perusahaan asing akan menikmati keuntungan dari pengelolaan SDA tanpa mampu dilarang oleh Pemerintah karena terjebak dalam kesepakatan kerja yang salah. Inilah sebuah model perampokan yang dilegalkan oleh Undang-Undang di Bumi Nusantara. (Banyu/Ed)
Artikel terkait: “Hasil Dari Bumi Kita Harus Dibayar Dengan Mata Uang Kita”