Pengurangan Emisi, Green Finance dan Program One Belt One Road

green-finance

NUSANTARANEWS.CO – KTT G20 pada 4 -5 September 2016 berlangsung di Hangzhou, Provinsi Zhejiang, China. Dilatarbelakangi prospek ekonomi global yang terus melambat dan proteksionisme yang semakin menjadi-jadi, KTT G20 di Hangzhou ini mengambil tema “Menuju Ekonomi Dunia Yang Inovatif, Dinamis, Interkonektif dan Inklusif.”

Salah satu topik penting yang dibahas dalam KTT G20 kali ini adalah keuangan hijau (green finance). Topik ini memang sengaja dipersiapan untuk KTT hasil dari studi sebuah kelompok studi keuangan hijau G20 yang diketuai oleh China dan Inggris dengan lebih dari 80 peserta dari setiap negara yang tergabung dalam G20. Latarbelakang studi keuangan hijau menghasilkan dua topik, yakni indentifikasi tantangan utama untuk pembiayaan hijau dan jabaran serangkaian pilihan utama untuk dipertimbangkan dan diadopsi secara sukarela untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk memobilisasi modal swasta demi kepentingan investasi hijau.

Dilansir NRDC, China sangat berkepentingan membahas soal keuangan hijau ini. Bahkan, China sendiri telah memutuskan untuk mendorong lebih banyak modal swasta agar berinvestasi di industri hijau serta efektif menahan polusi investasi dan pembiayaan.

Sekadar informasi, keuangan hijau secara umum dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk menyiapkan pasar dan kebijakan alat untuk pembiayaan investasi berkelanjutan di ranah publik dan swasta. Tujuan utama keuangan hijau ialah untuk meningkatkan laba atas laba investasi dan mengurangi laba polusi investasi. Dengan begitu, China ingin membantu merestrukturisasi pasar menuju ekonomi yang berkelanjutan dan mengurangi emisi polusi dan gas rumah kaca.

Keseriusan China mengembangkan keuangan hijau sudah tampak jelas, di mana mereka sudah mulai mengembangkan kerangka hukum dan kelembagaan untuk mendukung skema keuangan hijau tersebut. Bahkan, sejumlah bank di China diminta untuk mendukung keuangan hijau ini, dan para ekonom di Bank Sentral China telah mengusulkan amandemen UU Efek (Securities Law) yang akan mewajibkan perusahaan-perusahaan untuk mengeksplorasi data lingkungan berserta dampaknya.

Selain itu, pemerintah China juga pada akhir bulan lalu telah mengeluarkan “Pedoman Bangunan Sistem Keuangan Hijau”. Pedoman ini sengaja diciptakan sebagai langkah menuju promosi strategi China membangun peradaban ekologi. Sebuah kebijakan yang berusaha untuk mengintegrasikan pembangunan ekonomi dan pelestarian alam.

China, bersama Amerika Serikat memang membuat komitmen besar untuk pengurangan karbon. Bahkan komitmen tentang pengurangan karbon ini sudah diteken sebelum G20 berlangsung. Menariknya, salah satu poin dari program Satu Sabuk Satu Jalur (One Belt One Road) China yang ingin diterapkan di 60 negara di Asia, Afrika dan Eropa adalah menerapkan pedoman keuangan hijau untuk mengurangi emisi karbon. China ingin menjadi pemain utama mengurangi emisi karbon yang dibutuhkan dunia melalui ide keuangan hijau (green finance).

Pondasi filosofis green finance adalah uang tidak hanya duduk dan menghasilkan lebih banyak uang dengan sendirinya. Untuk tumbuh, uang harus diberdayakan dalam usaha produktif, yaitu kegiatan ekonomi yang sebenarnya, baik barang maupun jasa. Misalnya, Anda harus memiliki bangunan yang benar-benar dibeli, memiliki layanan jasa yang nyata-nyata diberikan, atau barang yang benar-benar dijual. Dan syarat pinjaman hijau adalah digunakan untuk membiayai bisnis-bisnis yang memiliki visi pelestarian lingkungan. Bentuk usaha apa pun yang dijalankan secara ramah lingkungan bisa mendapatkan pembiayaan.

Terakhir, menggunakan uang juga harus memikirkan dampaknya secara sosial dan lingkungan. Sehingga, serba hijau dengan keuangan adalah mengenai bagaimana kita bertanggung jawab dengan penggunaan uang kita. (eriec dieda/dari berbagai sumber)

Exit mobile version