Ekonomi

Pengkhianatan Pemerintahan Jokowi dan Manipulasi Perizinan Ignasius Jonan

Menteri ESDM Ignatius Jonan dan Wakil Menteri Archandra Tahar/ Foto: Bernas.com
Menteri ESDM Ignatius Jonan dan Wakil Menteri Archandra Tahar/ Foto: Bernas.com

Oleh: Salamuddin Daeng
NUSANTARANEWS.CO – Pemberian Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia adalah manipulasi terbesar terhadap Konstitusi dan UU sepanjang Era Reformasi. Pemberian IUPK ini dilakukan melalui PP  No 1 tahun 2017 dan peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Bagaimana mungkin Freeport diberikan perlakuan khusus, sementara perusahaan ini melakukan kegiatan pertambangan emas perak dan tembaga yang sama seperti perusahaan pertambangan lainnya di Indonesia.

Freeport khusus dalam hal apa? Freeport Khusus karena menambang apa? Tidak ada yang khusus dengan pertambangan ini, kecuali benar asumsi publik bahwa Freeport sedang menambang bahan-bahan untuk membuat sejata pemusnah massal. Kalau demikian maka mengapa Menteri EDSM Ignasius Jonan tidak sekalian saja memberikan ijin super khusus?

Pemberian IUPK merupakan bentuk penghianatan dan manipulasi yang kasar. Mengapa disebut pengkhinatan? karena sebetulnya ijin khusus ini melanggar konstitusi UUD 1945. Mengapa disebut manipulasi? Karena IUPK melanggar kewajiban yang paling minimum bagi Freeport sebagaimana Kontrak Karya (KK) antara PT Freeport dengan Pemerintah Indonesia.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Adapun kesepakatan dalam Kontrak Karya (KK) tersebut yang dimanipulasi oleh pemerintah adalah pertama, kontrak PT FI berakhir pada tahun 2021 sesuai dengan ketentuan dalam KK. Sehingga tanpa diberikan ijin khusus maka Freeport akan berakhir 2021 yang secara otomatis perusahaan tidak dapat beroperasi lagi, kecuali dengan persetujuan pemerintah dengan pertimbangan kepentingan nasional.

Kedua, Pasal 22 angka 2 tentang pengakhiran kontrak menyatakan bahwa setelah berakhirnya jangka waktu persetujuan ini maka seluruh kekayaan perusahaan yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang terdapat di dalam wilayah proyek dan wilayah pertambangan harus ditawarkan untuk dijual kepada pemerintah dengan atau nilai pasar yang mana yang lebih rendah tetapi tidak lebih rendah dari nilai buku dalam bentuk Dollar Amerika Serikat (US Dollar) selambat-lambatnya 90 hari sejak penawaran kepada pemerintah.

Ketiga, jika dalam waktu 30 hari setelah penawaran tersebut maka perusahaan dapat menjual kepada pihak lain. Semua kekayaan yang tidak terjual dipindahkan atau dengan cara lain disingkirkan akan menjadi milik pemerintah tanpa ada suatu kompensasi pada perusahaan.

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

Dengan demikian maka berdasarkan Kontrak karya (KK), maka Freeport akan segera menjadi milik Indonesia jika pemerintah tidak melakukan perpanjangan. Sebaliknya jika Freeport diperpanjang maka harus dipastikan menguntungkan pemerintah Indenesia. Sementara pemberiaan ijin pertambangan khusus telah menghilangkan kesempatan paling besar yang dimiliki Indonesia untuk melakukan nasionalisasi Freeport.

Sementara PP No 1 tahun 2017 dan peraturan Menteri ESDM justru memberikan berbagai macam insentif kepada Freeport yang tentang terdesak karena melanggar UU dan Kontrak Karya. Adapun insentif tersebut adalah:

1. Di dalam PP No 1 Tahun 2017 dinyatakan ; Perubahan jangka waktu permohonan perpanjangan untuk izin usah pertambangan (IUP) dan izin usah pertambangan khusus (IUPK), paling cepat 5 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha. Artinya seluruh kontrak karya (KK) sudah bisa langsung mengubah kontrak Karya menjadi IUPK hari ini juga. Sementara menurut Kontrak Karya Freeport baru dapat memperoleh perpanjangan konsesi pada 2021.

Dengan demikian pemerintah Jokowi telah mencuri sesuatu yang seharusnya bukan merupakan hak pemerintahan ini, akan tetapi menjadi hak presiden terpilih pada pemilu 2019 mendatang

Baca Juga:  DPRD Nunukan Berharap Semenisasi di Perbatasan Dapat Memangkas Keterisolasian

2. Dengan Peraturan Menteri ESDM mengubah status Freeport menjadi Ijin Pertambangan Khusus (IUPK), maka perusahaan pemegang kontrak karya pertambangan tersebut terlepas dari semua kewajiban sebagaimana yang disepakati dalam kontrak karya tahun 1991 yang lalu.

3. Perubahan Kontrak Karya menjadi IUPK telah disetai dengan insentif lain yang diberikan Menteri ESDM seperti perpanjangan jangka waktu divestasi 51% saham dalam waktu 10 tahun lagi. Perpanjangan waktu pembangunan smelter 5 tahun lagi  dan insentif bea keluar ekspor bahan mentah yang sangat rendah dibandingkan waktu waktu sebelumnya. Padahal menurut UU ekspor bahan mentah minerba sudah harus berakhir pada Januari 2014 lalu.

Pemberian IUPK kepada Freeport merupakan kejahatan yang sangat besar terhadap konstitusi negara yakni UUD 1945 pasal 33 ayat 1,2 dan 3, dan merupakan manipulasi yang sangat licik terhadap kontrak karya (KK) yang selama ini diagung-agungkan oleh pemerintah, serta meruakan pelanggaran yang sangat kasar terhadap UU Mineral dan Batubara.

*Salamuddin Daeng penulis adalah Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Related Posts

1 of 30