Berita UtamaFeaturedHukumPeristiwa

Penggunaan Senjata Api Oleh Polisi Sudah Terlalu Banyak Masalah

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Aksi penyalahgunaan senjata api di kalangan polisi tercatat sangat buruk sepanjang tahun 2017 lalu. Ada sejumlah catatan kelam sepanjang tahun tersebut terkait penggunaan senjata oleh kepolisian di sejumlah daerah.

Berdasarkan penelusuran NusantaraNews dari berbagai sumber, sekurang-kurangnya terdapat 13 kasus penembakan warga yang dilakukan polisi di berbagai daerah, baik karena faktor kesengajaan maupun salah tembak, hingga menembak rekan sendiri.

Dan semua kasus penembakkan tersebut sangat memilukan. Sebab, korban penembakan sebagian besar adalah warga biasa dan dilakukan polisi dengan beragam motif. Yang paling menyedihkan, ada sebagian warga tewas akibat salah tembak.

Salah satu contoh kasus paling memilukan terjadi di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan pada Selasa, 18 April 2017. Sebuah mobil yang berisi enam orang penumpang tiba-tiba diberondong tembakan polisi. Celakanya, mobil tersebut berisi keluarga yang hendak menghadiri sebuah acara keluarga dan salah satu penumpangnya anak-anak yang masih berusia dua tahun. Nahas, sang ibu bernama Surini merenggang nyawa di dalam mobil setelah tertembus 3 butir peluru yang bersarang di bagian dada.

Baca Juga:  Permen Menteri Nadiem Soal Seragam Sekolah Disorot, Perbaiki Mutu Pendidikan Daripada Pengadaan Seragam

Adapun 12 kasus penembakan lainnya oleh oknum polisi terjadi di Kecamatan Sukarami, Palembang; Tegal, Jawa Tengah; Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung; kawasan pusat perbelanjaan Superblok Tarogong Kidul, Garut; Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan; Sukamerindu, Teluk Segara, Kota Bengkulu; Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur (NTT); lokasi pengeboran sumur minyak Sarana Gas Trembul (SGT) di Blora; Kabupaten Deiyai, Papua; di Konut, Kendari dan lain-lain.

Kasus penembakan terhadap warga oleh polisi terus terjadi. Belum genap satu bulan usia tahun 2018, anggota Polsek Karangpawitan diduga menembak mati seorang warga di Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa, 16 Januari 2018.

Pada Sabtu, 20 Januari 2018 insiden penembakan warga kembali terjadi. Oknum Brimob tembak mahasiswa di tempat parkir di Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor.

Terungkapnya sejumlah kasus penembakan yang dilakukan oknum polisi terhadap warga ini tentu sangat mengerikan. Dengan kata lain, bebasnya anggota polisi menenteng senjata api ke sana ke mari harus sudah menjadi bahan evaluasi serius. Apalagi bila senjata api tersebut dibawa-bawa saat polisi tidak sedang bertugas dan melakukan operasi.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Coba tengok insiden penembakan mahasiswa di Jember pada 13 Maret 2017 silam. Pelaku penembakan yang merupakan anggota Brimob Polda Jawa Timur bahkan mengaku menembak Dedi (25) secara spontanitas. Anggota Brimob berinisial BM itu bahkan membawa senjata ketika sedang tidak bekerja. Ia dibebaskan membawa senjata api jenis revolver ke mana pun ia mau dan di mana pun berada.

Pihak Polda Jatim pun mengakui, anggotanya tersebut lalai. Dan kelalaian ini menjadi persoalan serius sekaligus mengerikan bagi masyarakat. Bayangkan saja jika kelalaian semacam itu dilakukan lebih dari satu orang anggota polisi, niscaya berapa nyawa warga yang akan menjadi korban penembakan. Toh nyatanya, tak sedikit pula warga yang tak bersalah merenggang nyawa tertembus timah panas dari anggota polisi yang kerap lalai.

Senjata api anggota polisi dibiayai APBN. Dengan kata lain, biaya yang digunakan untuk memfasilitasi anggota kepolisian tersebut berasal dari masyarakat. Lalu, bagaimana jadinya jika fasilitas senjata api tersebut justru kerap digunakan untuk menembak masyarakatnya sendiri? (red)

Baca Juga:  PWI Minta Ilham Bintang dan Timbo Siahaan Ditegur Keras, Ini Jawaban Dewan Kehormatan

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 2