Ekonomi

Pengelolaan Blok Rokan Mestinya Contoh Konsepsi Penguasaan Negara atas Inalum

Pengelolaan Blok Rokan Mestinya Contoh Konsepsi Penguasaan Negara atas Inalum. (Ilustrasi Foto: NUSANTARANEWS.CO)
Pengelolaan Blok Rokan Mestinya Contoh Konsepsi Penguasaan Negara atas Inalum. (Ilustrasi Foto: NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Deklarator Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Defian Cori menegaskan bahwa Permen ESDM Nomor 23 Tahun 2018 melanggar konstitusi secara absolut. Sebaiknya, kata dia, pengelolaan Blok Rokan menggunakan konsepsi penguasaan negara yang dulu pernah dijalankan saat mengambil alih BUMN Inalum dari Jepang

Defian menjelaskan, pada tahun 2013 kontrak kerja sama pengelolaan PT Inalum (Indonesia Aluminium) antara Indonesia dan Jepang akan berakhir. Walaupun, kata dia, Pemerintah Jepang melalui Nippon Asahan Aluminium (NAA)-berkeinginan kuat untuk memperpanjangnya. Munculnya reaksi dari Jepang itu membuat pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kemungkinan untuk memperpanjang kontrak kerja sama dengan mereka.

Baca Juga:

“Pertimbangannya bukan saja berkaitan dengan kebutuhan dana pembangunan yang harus kita peroleh dari para investor, lebih dari itu yakni pertimbangan konstitusionalitas. Sebab, konstitusi merupakan kesepakatan bersama (common denominator) kita dalam mengelola negara dan bangsa, khususnya perekonomian sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945,” jelas Defian seperti dikutip dari catatan analisisnya, Rabu (2/5/2018)

Menurut Defian, amanat konstitusi–khususnya Pasal 33 ayat 1, 2 dan 3 UUD ’45–secara substansial menyebutkan beberapa kata kunci (key words) antara lain: Pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama, Kedua asasnya adalah kekeluargaan. Ketiga, cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikua sai oleh negara. Keempat, bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara. Kelima, kekayaan tersebut dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Serahkan Bantuan Sosial Sembako

Pertanyaannya kemudian, lanjut Ekonom Konstitusi itu, apakah selama ini pemerintah sebagai pemegang mandat pengelolaan negara sudah melaksanakan ketentuan pasal ekonomi itu secara murni dan konsekuen?

“Sementara sesuai konsepsi saham mayoritas dalam perusahaan yang berbadan hukum perseroan terbatas (PT) adalah penguasaan mayoritas suara oleh pemilik modal asing yaitu NAA. Usaha bersama Konstitusi sudah menya takan secara tegas bahwa usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan merupakan prinsip yang terkandung dalam menyusun pengelolaan ekonomi negara,” kata dia.

Tentu saja, lanjutnya, usaha bersama yang dimaksud bukanlah tafsir bersama dengan asing karena semangat pasal ekonomi ini didasari atas penolakan atas penguasaan ekonomi oleh kolonialisme. Terkait dengan tafsir asas kekeluargaan, bukan pula dimaksudkan perekonomian hanya diurus oleh para keluarga pejabat pemerintahan, karena justru melanggengkan KKN. “Tentulah kita semua sepakat, jika hal ini yang terjadi kita patut menolaknya,” ujar Defian.

“Jika kita teliti secara cermat, sejatinya situasi perekonomian kita sudah diubah (by design) sejak masa Orde Baru yaitu dengan hadirnya UU PMA No. 1/1967. Penguasaan ekonomi dan dominasi asing dalam bebe rapa perusahaan mber daya alam NDRAYA NA sumber daya alam dalam bentuk saham mayoritas saat ini adalah implikasinya. Reformasi yang digelorakan para mahasiswa pada 1998 selain menuntut penghapusan praktik KKN juga bertujuan meluruskan kembali cita-cita pengelolaan SDA strategis untuk kepentingan pembangunan,” urai Defian.

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

Lebih lanjut Defian menilai, arah reformasi semakin diperburuk oleh UU Penanaman Modal No. 25/2007 (Pasal 1 ayat 3, 7 dan 8) yang lebih memberi peluang dominasi modal asing. Pada kedua fase (Orde Baru dan Orde Reformasi) pemerintahan sama-sama tidak mengindahkan perintah konstitusi.

Pada UU Penanaman Modal yang baru ini dinyatakan bahwa asing diperbolehkan untuk menanamkan modalnya sebagian atau seluruhnya dalam semua sektor (Pasal 2) dan bidang-bidang usaha (Pasal 12) sesuai kepentingan nasional yang artinya yang artinya 50%100%. Bahkan, kata Defian, jika dibandingkan dengan UU No. 1/1967 (Pasal 18) mengenai izin penanaman modal asing jangka waktunya diberikan 30 tahun, sedangkan dalam UU 25/2007 (Pasal 22) izin diberikan sampai dengan 95 tahun.

“UU ini selain memberikan legalisasi penguasaan SDA kepada asing terus berlanjut, maka jika pemerintah terus membiarkan UU ini berlaku, jelas bertentangan dan melanggar konstitusi. Konsepsi usaha bersama harus diwujudkan dengan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) sesuai konteks ketatanegaraan yaitu rakyat, wilayah (daerah) dan pemerin tah yang berdaulat (pusat),” terang Defian.

Dengan potensi yang dimiliki oleh Inalum dan dalam konteks otonomi daerah, lanjutnya, maka penguasaan oleh negara ini harus diterjemahkan sebagai usaha bersama untuk menguasai saham Inalum. Oleh karena itu, kata Degian, penguasaan oleh negara itu dapat dibagi dalam tiga kelompok yang berkepentingan yaitu pemerintah, BUMN atau konsorsium serta swasta/koperasi sebagai representasi rakyat. “Tentu saja usaha bersama ini dilakukan melalui penyertaan modal masing-masing untuk mengambil alih penguasaan dari NAA,” tegasnya.

Baca Juga:  Bupati Nunukan dan OPD Berburu Takjil di Bazar Ramadhan

Sebagaimana diketahui, sambungnya, dalam organisasi berbadan hukum PT keputusan tert inggi berada pada rapat umum pemegang saham (RUPS). Pengambilan kepu tusan dalam RUPS didasarkan pada porsi (besar/kecil) kepemi likan saham. Logikanya adalah dengan saham sebesar 58,88% (may oritas) yang dimiliki oleh NAA, maka kepentingan nasional dalam pengelolaan SDA strategis oleh PT Inalum lebih didominasi oleh kepentingan asing yang menguasai suara terbanyak.

“Maka, kita tidak heran kalau suara negara dikalahkan oleh suara pemegang saham mayoritas dalam menyusun perencanaan strategis usaha, karena yang diutamakan dalam organisasi kapitalisme adalah kesejahteraan pemilik modal,” kata dia lagi.

“Konsepsi usaha bersama dan penguasaan oleh negara atas kekayaan SDA strategis harus ditegaskan melalui pengambilalihan pengelolaan Inalum. Penguasaan oleh negara ini tidak cukup hanya dengan menempatkan wakil pemerintah. Pilihan untuk kembali bekerja sama dengan Jepang adalah alternatif apabila Indonesia memang sudah tidak memiliki opsi lain secara teknis dan ekonomis, serta tidak menggantungkan pembiayaan pembangunan pada investasi asing dan apalagi utang. Kinilah saatnya negara mengambil peran dalam pengelolaan ekonomi dan SDA agar mampu menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia,” tandasnya.

Pewarta: M. Yahya Suprabana
Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,143