Ekonomi

Pengelolaan Blok Cepu Sebagai Cerminan Lemahnya Kedaulatan Bangsa Indonesia

Exxon Mobil

NUSANTARANEWS.CO – Pada masa pemerintahan SBY, Blok Cepu yang mempunyai potensi hingga 165 miliar dolar AS, dilepas kepada Exxon Mobil (AS). Dengan jatuhnya Blok Cepu ke tangan Exxon Mobil – Indonesia diperkirakan hanya akan menerima 54 % dari total pendapatan Blok Cepu yang mencapai US$ 165,74 miliar atau setara dengan Rp. 1.500,- triliun.

Padahal Pertamina sudah memiliki kemampuan untuk mengelola sendiri Blok Cepu, baik secara finansial maupun teknis – tidak ada kendala yang dapat menghambat Pertamina untuk beroperasi di wilayah tersebut.

Demikian pula pada Blok Semai V dengan potensi bisnis sekitar US$ 78,7 miliar atau setara dengan Rp. 900 triliun pun kemudian diserahkan kepada Hess (AS). Hess ditunjuk karena Hess menawarkan bonus sebesar US$ 40 juta. Jauh dari yang ditawarkan Pertamina sebesar US$ 15 juta. Signature bonus memang memberikan uang dengan segera, namun tak memberikan manfaat signifikan bagi kepentingan nasional jangka panjang, terutama dari sisi potensi keuntungan dan ketahanan energi.

Baca Juga:  Hotipah Keluarga Miskin Desa Guluk-guluk Tak Pernah Mendapatkan Bantuan dari Pemerintah

Selain memang problem pemerintahan yang tidak memiliki visi untuk rakyat, negara juga melakukan kesalahan fatal dengan menjadikan sumber daya alam yang melimpah dan strategis sebagai asset yang dapat dikuasai oleh swasta dan asing. Sehingga hasil eksploitasi SDA di tanah air  tidak dinikmati oleh rakyat, tapi lebih dinikmati oleh pihak swasta dan asing.

Seperti ketika terjadi peristiwa kenaikan harga minyak dunia yang membumbung hingga kisaran harga US$ 140 bph, rakyat Indonesia hanya bisa gigit jari. Malah sebaliknya, justru menderita karena dengan naiknya harga minyak dunia tersebut mengakibatkan meningkatnya subsidi energi. Hal ini terjadi karena Indonesia memang mengalami “gap” dimana hasil produksi migas tidak seimbang dengan jumlah konsumsi. Jadi meskipun Indonesia dikategorikan sebagai negara penghasil migas, faktanya Indonesia adalah net oil importir.

Untuk diketahui bahwa SDA migas yang dimiliki Indonesia, sebagian besar sudah dikuasai oleh swasta dan asing. Sedangkan Pertamina sebagai perusahaan negara hanya menguasai produksi migas nasional sebesar 12 % saja.

Baca Juga:  Bangun Tol Kediri-Tulungagung, Inilah Cara Pemerintah Sokong Ekonomi Jawa Timur

Sebagai informasi, Blok Cepu boleh dikatakan adalah ladang minyak tertua di Indonesia. Blok Cepu dieksplorasi pertama kali oleh perusahaan minyak Belanda Royal Dutch/Shell DPM (Dordtsche Petroleum Maatschappij) sebelum Perang Dunia II. Sumur Ledok-1 dibor pada bulan Juli 1893 dan menjadi sumur pertama di daerah Cepu.

Di masa pemerintahan Presiden Soeharto, izin Technical Evaluation Study (TES) diterbitkan kepada Humpuss Patragas (HP) tahun 1990 – dimana HP memiliki izin untuk melakukan eksplorasi ulang di sumur-sumur tua yang sudah ditemukan minyaknya dan tempat-tempat baru yang belum ada sumur minyaknya. Namun karena keterbatasan dana dan teknologi saat itu, HP lalu menggandeng Ampolex, perusahaan eksplorasi minyak dari Australia untuk bekerjasama.

Pada tahun 1966, Mobil Oil mengakuisisi Ampolex sehingga proses pengeboran terhenti. Ketika terjadi krisis moneter 1998, ExxonMobil kemudian mengambil alih hak eksplorasi lapangan Cepu. Dengan menggunakan resolusi tinggi seismik 3-D untuk pemetaan lapisan bawah tanah – ditemukan cadangan minyak mentah sebesar 1,478 miliar barel dan 8,14 miliar kaki kubik gas di lapangan Banyu Urip pada tahun 2001. Hal ini merupakan penemuan cadangan minyak terbukti paling signifikan dalam satu dekade terkahir.

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

Pada tahun 2006, presiden SBY memecat dewan direksi Pertamina dan menunjuk ExxonMobil sebagai operator utama. SBY kemudian membuat kontrak perjanjian pengelolaan Blok Cepu selama 30 tahun dengan komposisi penyertaan saham masing-masing 45% untuk ExxonMobil dan Pertamina –  serta 10 persen untuk pemerintah setempat dengan perincian 4,48% Bojonegoro, 2,18% Blora, 2,24% Jawa Timur dan 1,09% Jawa Tengah. (as/dari berbagai sumber)

Related Posts

1 of 3,058