Ekonomi

Pengamat: Tugas Berat Menanti Dirut Baru Pertamina

Gedung Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Indonesia (Pertamina). (Foto: Istimewa)
Gedung Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Indonesia (Pertamina). (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta — Direktur Utama (Dirut) Pt Pertamina (Persero) yang baru secara resmi diisi oleh pelaksana tugas (Plt) Dirut, Nicke Widyawati. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno resmi menunjuk Nicke sebagai komandan baru PT Pertamina. Sebelumnya, Nicke merupakan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama BUMN tersebut.

Pengamat Energi dan Pertambangan dari Armila & Rako Eva A. Djauhari menyambut baik penunjukan tersebut. Eva mengatakan, penunjukan itu memang tak boleh ditunda-tunda lagi.

“Memang jangan kelamaan. Beliau juga orangnya banyak pengalaman kelola proyek-proyek besar di PLN. Banyak keputusan-keputusan strategis yang akan segera diambil,” ujar Eva di Jakart, Rabu (29/8/2018).

Eva mengatakan, sejumlah persoalan harus segera diselesaikan oleh Nicke di antaranya soal jual rugi Premium dan penolakan pembentukan holding BUMN minyak dan gas bumi oleh karyawan.

Dia mengatakan, Pertamina mengemban tugas menjalankan kebijakan harga jual eceran Premium dan Solar yang telah diputuskan tidak mengalami kenaikkan.

Baca Juga:  Sokong Kebutuhan Masyarakat, Pemkab Pamekasan Salurkan 8 Ton Beras Murah

“Sedangkan kita tahu harga minyak dunia sudah melewati US$65 per barel. Harga ini jauh di atas harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang ditetapkan dalam APBN 2018 sebesar US$ 48 per barel. Tahun depan, ICP diperkirakan rata-rata US$70 per barrel,” ujar Eva.

Eva mengatakan, ancaman lainnya, Pertamina menghadapi kurs rupiah yang terus melemah atas dolar AS. “Kita tahu bahwa kita sangat tergantung pada impor minyak yang harganya ikut naik. Pertamina harus nombok sebab harga Premium ditahan di level Rp 6.450 per liter dan Solar Rp 5.150 per liter, “ imbuh Eva.

Peleburan

Pada bagian lain, Eva mengatakan, dirut baru harus segera menyelesaikan rencana peleburan Pertagas ke PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) yang dinilai menyebabkan laba Pertagas yang sebelumnya 100% milik Pertamina menjadi terkonsolidasi.

Menurunnya laba bersih PGN merupakan imbas dari kebijakan pemerintah yang mengatur harga gas industri melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

Baca Juga:  Pemerintah Desa Pragaan Daya Salurkan BLT DD Tahap Pertama untuk Tanggulangi Kemiskinan

Pasal 3 peraturan yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 3 Mei 2016 tersebut menitahkan, harga gas bumi ditetapkan tidak lebih dari USD6 per MMBTU.

Namun, jika harga gas bumi tidak dapat memenuhi keekonomian industri dan lebih tinggi dari USD6 per MMBTU, perusahaan distributor gas bumi seperti PGN juga harus menunggu penetapan harga tertinggi dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Dia mengatakan, tugas Pertamina juga semakin berat sebab selain berperan menjaga inflasi, perusahaan juga ke depan mesti menjaga porsi impor minyak mentah maupun BBM yang saat ini jumlahnya mencapai 734 ribu barel per hari (bph) demi memenuhi kebutuhan masyarakat.

Tahun lalu, ujar Eva, defisit perdagangan minyak Indonesia mencapai US$ 14,7 miliar. Impor tersebut membuat rupiah terus mengalami pelemahan.

“Juga cadangan devisa terkuras. Selain berat, banyak putusan-putusan strategis perusahaan dan manajerial segera diambil,” ucap Eva.

Sebagaimana diketahui Elia Massa sebagai Dirut PT Pertamina (Persero) dicopot pada 20 April lalu. Pertamina hingga kini Pertamina belum memiliki dirut definitif.

Baca Juga:  Bangun Tol Kediri-Tulungagung, Inilah Cara Pemerintah Sokong Ekonomi Jawa Timur

Selama ini Pertamina masih dipimpin oleh Plt Dirut Pertamina Nicke Widyawati. Nicke Widyawati merangkap sebagai direktur SDM. (gdn)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,061