FeaturedHankamHeadline

Pengamat Pertahanan: Indonesia Bisa Berperan Sebagai Bridge Builder untuk Pererat ASEAN

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pada tanggal 8 Agustus diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Association of South East Nations (ASEAN). Di tengah kegamangan situasi global, ASEAN justru diprediksi akan tampil menjadi kekuatan ekonomi dunia baru beberapa dekade mendatang. Pasalnya, memasuki usianya yang sudah mencapai setengah abad, ASEAN mampu mengalami kemajuan yang sangat pesat, terutama dalam menjaga stabilitas perdamaian dan kemakmuran kawasan.
Hal itu tentu tak lepas dari kesepakatan yang ada di dalam Piagam ASEAN (ASEAN Charter). Salah satu komitmen ASEAN adalah memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan dan stabilitas serta lebih memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan.
Harus diakui, keberhasilan ASEAN hari ini berkat kepemimpinan yang kuat Presiden Soeharto yang mampu menggandeng Perdana Menteri Malaysia Mahatir Mohammad, Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yews, Presiden Filipina Ferdinand Marcos dan Raja Thailand Bhumibol Adulyadej. Mereka berhasil membendung pengaruh komunisme di kawasan Asia Tenggara di tengah berkecamuknya perang dingin antara AS dan Uni Soviet.
Pada dekade akhir 1960 dan awal 1970-an, kerjasama antar negara ASEAN telah mampu menjaga stabilitas kawasan dengan baik. Kerjasama tersebut mampu mengimbangi kepentingan strategis AS, US dan China di Asia Tenggara. Dan sampai berakhirnya Perang Dingin (cold war), kondisi kawasan Asia Tenggara relatif stabil tidak sampai meletus konflik bersenjata.
“Kerjasama ASEAN tak bisa lepas dari kesepakatan yang ada dalam Piagam ASEAN (ASEAN Charter). Indonesia bisa berperan sebagai bridge builder untuk mempererat ASEAN. Kompleksitas ATHG (ancaman, tantangan, hambatan, gangguan) kawasan yang muncul dalam satu dasawarsa ini tentu harus jadi concern bersama ASEAN,” kata pengamat pertahanan Susaningtyas Kertopati, Jakarta, Sabtu (5/8/2017).
Pengamat yang akrab disapa Nuning ini mencontohkan, naiknya eskalasi ancaman terkait Laut Cina Selatan yang melibatkan pertentangan diametral antara negara-negara ASEAN.
“Ini harus dicarikan solusi, sehingga semangat persatuan ASEAN tak terkikis. Juga semakin maraknya ISIS masuk wilayah ASEAN, utamanya di Filipina juga harus ada konklusi yang mapan dan mengikat sehingga pemberantasan ISIS dapat dikerjakan secara holistilk,” paparnya.
Filipina kini tengah menghadapi tantangan besar dengan kehadiran kelompok Maute yang bergabung dengan ISIS di Marawi. Pertempuran pun meletus dimulai sejak 23 Mei 2017 lalu dan hingga saat ini belum juga padam. Hingga kini, korban dari pertempuran di Marawi sudah mencapai angka 500 jiwa.
Keberadaan ISIS di Marawi ini menjadi catatan penting peringatan Ulang Tahun ASEAN ke-50 pada 8 Agustus nanti. Sebab, keamanan dan perdamaian kawasan merupakan isu utama dari tujuan ASEAN.
Terlepas dari itu, menurut Nuning Indonesia bisa menjadi Macan ASEAN lagi mengingat wilayah kita terluas, asalkan politik luar negeri (polugri) kita secara konsisten berperan menghidupkan kerjasama di berbagai bidang, termasuk menjaga keamanan kawasan secara integratif baik perairan maupun regional ASEAN.
“Sangat penting diadakan forum-forum ilmiah dilakukan antar negara ASEAN untuk menjaga kohesivitas 10 negara ASEAN. Kita harus terus menguatkan kerjasama menghadapi tantangan keamanan global yang menyangkut ihwal kontra-terorisme dan deradikalisasi,” jelas Nuning.
Ia menambahkan, dalam hal pemberantasan terorisme, Indonesia menekankan tiga hal pokok yakni; penguatan kerjasama kontra-terorisme, penguatan kemampuan unit anti teror dan counter cyber terorism, dan pengarusutamaan pendekatan soft power melalui pendidikan, peningkatan peran perempuan, civil society serta organisasi kemasyarakatan dan agama.
“Untuk isu penanggulangan terorisme dalam perspektif teori gerakan sosial, fenomena terorisme tidak bisa dipandang hanya sebatas persoalan ideologis semata, tetapi juga persoalan ketidakseimbangan sosiologis. Ketidakseimbangan semacam ini mewujud dalam bentuk deprivasi sosial, kesenjangan ekonomi, dan represi politik,” imbuhnya.
Secara keseluruhan, ASEAN telah menunjukkan ketangguhannya dalam menjaga keamanan dan perdamaian kawasan di tengah-tengah hantaman kritis. Hal ini tentu tak lepas dari akar budaya musyawarah dan mufakat yang digagas Indonesia.
Memang, ASEAN masih belum mampu mensejahterakan penduduknya. Tapi, dewasa ini stabilitas tampaknya menjadi ‘barang’ mahal. Badingkan saja dengan Dewan Kerjasama Teluk, Asosiasi Kerjasama Regional Asia Selatan dan Uni Afrika, ASEAN relatif masih stabil, aman dan damai.
“Antara anggota ASEAN harus menjaga sentralitas ASEAN di tengah perkembangan geopolitik yang terjadi di kawasan,” papar Nuning. Selamat ulang tahun ke-50 ASEAN! (ed)
Editor: Eriec Dieda

Related Posts