Terbaru

Pengamat: Pengaruh Indonesia di ASEAN Mulai Melemah

NUSANTARANEWS.CO – Keputusan pengadilan Mahkamah Arbitrase Internasional yang menolak klaim China atas hak ekonomi di wilayah yang selama ini ditandai dengan sembilan garis putus-putus atau nine-dash line, permasalahan tersebut tampaknya akan menjadi tema utama di Forum kawasan Asia Timur dan ASEAN di Laos. Para menteri luar negeri kawasan itu dan Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry bertemu di Laos pekan ini yang diperkirakan akan membahas soal keputusan pengadilan internasional di Den Haag 12 Juli lalu, yang membatalkan klaim China atas Laut China Selatan.

“Nampaknya ASEAN gagal lagi membuat statemen LCS pada AMM-49th Asean Foreign Ministers Meeting di Vientiane,Laos. ASEAN makin lemah dan makin tidak relevan,” ujar pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Kertopati kepada Nusantaranews di Jakarta, Kamis (28/7/2016).

Perempuan yang akrab disapa Nuning ini mengungkapkan, sedikitnya ada tiga hal yang harus kita lihat terkait kedigdayaan Indonesia di Asean terbentuk selama ini karena beberapa hal. Pertama, Presiden RI, suka tidak suka, mau tidak mau, adalah Presiden dengan porsi kerja politik luar negeri yang besar. “Hal itu karena politik luar negeri adalah pilar politik yang membebaskan Indonesia dari kolonialisme dan oleh karenanya ada dalam Konstitusi,” kata dia.

Baca Juga:  Baksos 'Tarhib Ramadhan': Polda Jawa Timur dan LSM Gapura Bagi-bagi 500 Paket Sembako

Kedua, semua Presiden RI disegani dunia dari Soekarno hingga SBY. “Mereka semua punya trademark politik luar negeri, mulai penggagas KAA hingga penggagas Bali Democracy Forum. Semua terjadi karena strategi politik luar negeri yang jelas,” terang Nuning.

Ketiga, kata dia, kini, Indonesia sebagai pendiri Asean kelihatannya kurang berpengaruh dalam ASEAN. Dalam AMM di Laos ini semestinya mampu membuat statemen penting terkait LCS. Asean memang mengeluarkan statemen tentang LCS dalam AMM, tetapi sama sekali tidak merujuk PCA dan isinya merupakan pengulangan saja. Artinya, Asean sebenarnya terindikasi pecah. “Ini tanda-tanda ‘Asean way’ yang makin pudar dan ASEAN yang tidak solid,” cetusnya.

Melihat dinamika tersebut, Nuning berpendapat bahwa Indonesia perlu menyusun strategi baru dalam hadapi dinamika baru di mana ASEAN terpecah. Indonesia tidak bisa lagi bersikap ‘business as usual’ dalam hadapi dinamika baru ASEAN. Kepemimpinan Indonesia di ASEAN harus menonjol. Setidaknya Shuttle diplomacy harus dilakukan. “Mungkin model pendekatan Ali Alatas seperti penyelesaian Konflik Indochina perlu diterapkan,” jelas Nuning.

Baca Juga:  Pemdes Kaduara Timur Salurkan BLT

Shuttle Diplomacy itu keberadaannya ditandai dengan ada senior diplomat atau special envoy former minister atau former dirjen yang dikirim. Hal ini harus dilakukan secara intensif. Contoh konkritnya dilakukan Bapak Alatas pada 1989 pada saat ada keterangan di LCS. Hasilnya Workshop on South China Sea,” pungkasnya. (eriec dieda/red)

Related Posts

1 of 3,049