NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat militer, Susaningtyas Kertopati angkat suara terkait kekuatan pertahanan setelah Presiden Jokowi mengumumkan lokasi ibu kota negara yang baru berada di Kalimantan Timur, tepatnya Kabupaten Senajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara.
“Menurut saya memindahkan ibu kota suatu hal yang tidak salah tentunya, tapi aspek kesiapan infrastruktur dan kesiapan masyarakatnya juga harus diperhatikan,” kata Susaningtyas di Jakarta, Senin (26/8/2019).
“Kekuatan pertahanan kita tak lepas dari kondisi geografi, ethnografi dan lain-lain. Balikpapan (Kaltim) akan lebih memudahkan pelaksanaan gelar bagi sistem pertahanan kita ketimbang Kalbar atau Kalsel. Infrastruktur lain seperti jaringan IT dan lain-lain juga sudah siap,” sambungnya.
Pengamat yang karib disapa Nuning ini menjelaskan, secara budaya masyarakat Kalimantan Timur lebih terbuka terhadap hadirnya orang baru dan akulturasi budaya. Sehingga, kata dia, ini akan memudahkan sistem pertahanan yang tentu membutuhkan dukungan masyarakat setempat.
“Letak Balikpapan (Kaltim) yang ada di tengah juga memudahkan jangkauan operasi bagi matra laut udara maupun darat,” ujarnya.
Nuning melanjutkan, dari perspektif ilmu pertahanan, salah satu pertimbangan penetapan ibu kota negara adalah pengendalian keamanan nasional, termasuk di dalamnya pengendalian pertahanan negara.
“Ibu kota suatu negara akan menjadi Markas Komando Militer yang mampu bereaksi menghadang kekuatan musuh saat bergerak memasuki wilayah terluar. Posisi Balikpapan relatif lebih mendekati center of gravity dari segi geografis Indonesia melalui perhitungan silang garis hubung Sabang-Merauke dan garis hubung Pulau Miangas-Pulau Rote sehingga relatif semua media komunikasi mulai radio low frequency hingga ultra high frequency dapat mengendalikan Alutsista di darat, laut dan udara,” urai Nuning.
Kemudian, lanjutnya, kontur alam Balikapapan juga tidak dikelilingi gunung tinggi sehingga tidak mengganggu pancaran frekuensi berkekuatan tinggi. Posisi Balikpapan di pinggir pantai juga memudahkan membangun pangkalan militer modern yang terintegrasi untuk semua kekuatan baik darat, laut dan udara.
Model pangkalan militer seperti ini diyakini lebih efektif dan efisien menghadapi peperangan modern di masa depan.
“Doktrin Sishankamrata juga lebih tepat diterapkan dengan Balikpapan sebagai pusat rekrutmen komponen cadangan dan komponen pendukung untuk komponen utama,” imbuh Nuning.
Dia menambahkan, pola penggelaran dan pengerahan kekuatan juga lebih fleksibel dalam implementasi Strategi Pertahanan Laut Nusantara dan Strategi Pertahanan Maritim Indonesia. Bentuk geografis Indonesia sebagai negara kepulauan sangat tepat untuk menerapkan taktik archipelagic warfare sesuai lapisan pertahanan.
“Benteng pertahanan terakhir adalah Balikpapan sebagai kantong utama gerilya laut,” tegasnya. (eda)
Editor: Eriec Dieda