Hankam

Pengamat Ingatkan Menhan Baru Soal Defence Shifting dalam Program 100 Hari

Pengamat militer, Susaningtyas Kertopati. (Foto: Instagram/Dok. Pribadi)
Pengamat militer, Susaningtyas Kertopati. (Foto: Instagram/Dok. Pribadi)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat militer dan pertahanan Susaningtyas Kertopati mengatakan hal paling penting bagi seorang Menteri Pertahanan adalah memahami lingkungan strategis pertahanan beserta entitasnya. Pasalnya, masalah pertahanan bukan hanya bicara soal pengadaan barang alutsista tetapi juga pembangunan SDM dari berbagai komponen.

“Pengentasan masalah radikalisme, terorisme dan intoleransi juga hal yang penting diurus oleh Kemenhan. Pembangunan hubungan bilateral maupun multilateral kawasan pertahanan sudah barang tentu menjadi tanggung jawab Kemenhan,” kata dia di Jakarta, Rabu (23/10/2019).

Seperti diketahui, Presiden Jokowi menunjuk Prabowo Subianto menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) di Kabiner Indonesia Maju Periode 2019-2024. Defence shifting menjadi tema besar yang diberikan oleh Presiden Jokowi kepada Menhan baru terebut.

“Banyak negara memberi kebijakan baru terkait defence shifting yang lebih mengarah kepada efisiensi operasi militer dihadapkan pada karakteristik ancaman,” kata Susaningtyas.

Dia menerangkan, efisiensi operasi militer diaplikasikan dengan pemanfaatan teknologi terkini sehingga capaian operasi lebih efektif dengan sumber daya sehemat mungkin.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

“Teknologi terkini yang paling mendominasi defence shifting adalah Unmanned System baik UAV, USV maupun USSV. Berikutnya adalah prioritas cyber defence dalam semua bentuk peperangan pada semua tingkatan operasi militer,” jelas pengamat yang karib disapa Nuning ini.

Nuning menambahkan, kedua macam teknologi tersebut mendorong terjadinya Revolutionary in Military Affairs (RMA) gelombang kedua dengan fokus implementasi Hybrid Warfare.

“Karakteristik ancaman saat ini dan ke depan telah banyak berubah sehingga harus dihadapi dengan Hybrid Warfare,” tegasnya.

Dia menambahkan, pemahaman defence shifting harus menjadi pertimbagan utama Menhan baru guna melakukan transformasi di tubuh TNI menjadi kekuatan militer yang disegani di kawasan dengan mengoptimalkan para prajurit yang intelektual.

“Singkat kata, dalam program 100 hari Menhan baru, maka defence shifting harus dihadapi dengan meningkatkan kapabilitas dan kapasitas prajurit TNI. Lahirlah scholar warrior,” pungkasnya. (eda)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,067