Ekonomi

Pengamat Ekonomi: Ritel Online Hanya 2 Persen dari Total Ritel Nasional

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Fenomena rontoknya toko ritel di tanah air adalah fakta sahih bahwa daya beli masyarakat beberapa waktu belakangan memang tengah menurun drastis. Artinya, kondisi perekonomian Indonesia kini tengah berada di rel yang tidak positif.

Sebelumnya, beberapa toko ritel berguguran seperti 7-Eleven atau Sevel, Lotus, Mitra Adi Perkasa, Matahari di Pasaraya Menggarai dan Blok M. Ritel-ritel tersebut terpaksa gulung tikar akibat minat beli masyarakat mengalami penurunan yang signifikan.

Selain itu, fakta sahih lainnya terkait daya beli menurun ialah pertumbuhan pasar tradisional Indonesia terus mengalami perlambatan di mana pada tahun 2015 pertumbuhannya mencapai 13,3 persen lalu turun pada tahun 2016 menjadi 7,2 persen.

Data menyebutkan, pada Q1 2017 pertumbuhan ritel tradisional hanya mencapai 4,1 persen, jauh dibandingkan Q1-2016 yang mencapai 11 persen. Hal yang serupa terjadi perdagangan di mini market yang selama ini menjadi primadona di Indonesia mulai mengalami perlambatan dari 16 persen persen pada 2015 menjadi 14,4 persen pada 2016.

Baca Juga:  Pemdes Kaduara Timur Salurkan BLT

Pertumbuhan bulanannya juga terus mengalami koreksi, di mana pada Semester I-2016 masih bisa tumbuh antara 18-24 persen, sedangkan pada semester II-2016 hanya bisa tumbuh antara 2-11 persen.

Sebagian kalangan menyebutkan bahwa tutupnya tokoh ritel karena faktor berubahnya pola dan gaya beli masyarakat yang mengalihkannya ke online. Di era teknologi seperti saat ini, toko-toko ritel online sedang marak-maraknya di Indonesia bahkan di dunia.

Namun, pengamat ekonomi Syarif Hidayatullah mengatakan berubahnya pola beli masyarakat dari offline ke online bukanlah menjadi faktor dan indikator utama tutupnya toko-toko ritel, khususnya di tanah air.

“Saya rasa dampak online belum besar. Karena ritel online itu hanya 2 persen dari total ritel nasional,” kata Syarif saat diwawancara Nusantaranews.co, Jakarta, Jumat (27/10/2017).

Menurutnya, toko-toko ritel tersebut mengalami tekanan hebat sejak 2015-2016 sehingga mereka tampaknya tak mau mengambil risiko sementara dukungan pemerintah tak terlalu menjamin perlambatan tersebut segera membaik.

Pewarta: Eriec Dieda
Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 3