Berita UtamaOpini

Pemerintahan Jokowi Masih Jalankan Ekonomi Kolonial (3)

Oleh: Salamuddin Daeng

NUSANTARANEWS.CO – Meskipun Kabupaten Kutai Kartanegara kaya dan kekayaan alam dieksploitasi secara besar besaran, namun ternyata tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pembangunan di daerah Kutai Kartanegara. Sampai dengan saat ini Kabupaten Kutai kartanegara (Kukar) menghadapi masalah kemiskinan, penganguran dan ketertinggalan dalam pembangunan ekonomi dan infrstruktur. Hingga Maret Tahun 2014, jumlah penduduk miskin di Kaltim dan Kaltara mencapai 253.600 jiwa. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2013 yang mencapai angka 237.960 jiwa atau meningkat 15.640 jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk miskin terbanyak ada di Kabupaten Kutai Kertanegara (Kukar) sebanyak 52.000 jiwa.

Demikian juga dengan tingkat pengangguran yang juga masih tinggi, ditambah lagi dengan kondisi infrastruktur yang masih buruk, kesemaunya menjadi cerminan sebuah daerah yang kekayaan alamnya banyak, investor berbondong-bondong datang ke sana, ekspornya melimpah, namun daerah tersebut masih tetap miskin.

Memang anomali semacam ini tidak hanya dihadapi oleh Kutai Kartenagara, namun juga dihadapi oleh perekonomian daerah lainnya yang kaya akan sumber daya alam seperti Papua, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, dan daerah di bagian barat seperti Riau, Aceh, dan daerah lainnya. Keadaan semacam ini merupakan cermin dari keadaan perekonomian nasional secara keseuruhan.

Baca Juga:  Bupati Nunukan dan BP2MI Tandatangani MoU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

Lebih parah lagi kehidupan masyarakat daerah ini ditopang oleh utang kepada bank dan lembaga keuangan. Pada tahun 2014 nilai kredit konsumei daerah ini mencapai Rp. 13,258 triliun. Kredit konusmi ini melebihi nilai kredit investasi 4,885 dan kredit modal kerja Rp11,539 trilun. Besarnya kredit konsumsi ini sekaligus memperihatkan bahwa sektor perbankkan dan keuangan jauh lebih dominan dalam melakukan penetrasi ke dalam masyarakat dibandingkan dengan politik anggaran pemerintah. Kondisi semacam ini bukan berarti tidak mengandung bahaya, kredit macet. Mengapa? masyarakat tengah dibelenggu dengan utang dan bunga yang besar yang mencekik leher.

Adakah Jalan Keluar?

Kekayaan alam yang melimpah tidak banyak gunanya jika tidak ditopang oleh system perekonomiam berkeadilan yang menjamin adanya distribusi sumber daya, pekerjaan dan pendapatan kepada masyarakat. Oleh karena itu maka mutlak diperlukan adanya peran negara dalam pengelolaan kekayaan alam tersebut. Negara yang menjamin terjadinya distribusi atas hasil pengelolaan kekayaan alam tersebut kepada seluruh anggota masyarakat.

Secara garis besar peran negara dapat meliputi kebijakan fiscal dan moneter. Kebijakan fiscal meliputi seluruh kebijakan yang berkaitan dengan anggaran pemerintah, pendapatan (pajak, PNBP, retribusi), pengeluaran, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sementara kebijakan moneter meliputi kebijakan yang berkaitan dengan suku bunga, kredit, inflasi, persediaan uang, yang kebijakan ini lebih banyak melekat pada bank sentral, otoritas jasa keuangan, perbankkan dan lembaga sektor keuangan lainnya.

Baca Juga:  Tidur Sepanjang Hari di Bulan Ramadhan, Bolehkah?

Demikian pula halnya dalam konteks pengelolaan kekayaan alam Kutai Kartanegara sendiri yang harus dikelola secara berkedailan sebagaimana amanat Konstitusi UUD 1945 asli yakni pasal 33 UUD 1945 ayat 1,2 dan 3. UUD 1945 adalah suatu dasar yang paling kuat dan paling tepat dalam pengelolaan sumber daya alam. UUD 1945 merupakan antitesa terhadap sistem ekonomi kolonial.

Peran pemerintah daerah dapat dimulai dengan melakukan langkah-langkah agar terjadi penerimaan yang lebih besar terkait dengan sumber daya alam yang dimilikinya. Hal itu dapat dilakukan melalui instrument dana bagi hasil, maupun dengan cara partisipasi langsung dalam kegiatan investasi yang ada di daerah melalui badan usaha milik daerah (BUMD). Dengan demikian pemerintah daerah memiliki kesempatan melakukan distribusi pendapatan dan kekayaan kepada masyarakatnya. APBD dapat secara optimal didayagunakan dalam menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi masyarakat baik dalam proyek proyek infrastruktur maupun proyek yang dibiayai oleh APBD dalam bentuk lainnya.

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menang Telak di Jawa Timur, Gus Fawait: Partisipasi Milenial di Pemilu Melonjak

Ekonomi pada intinya adalah berbicara tentang bagaimana menciptakan kesempatan kerja dan daya beli. Sementara saaat ini daya beli masyarakat ditopang oleh utang. Besarnya kredit konsumsi yang sekarang ini dihadapi oleh masyarakat Kutai Kartanegara bukan sesuatu yang dapat dipandang sepele. Kondisi ini sewaktu waktu dapat menjadi masalah dan dapat mennjadi sumber pengurasan daya beli masyarakat. Mengingat perbankkan sekarang ini bagaikan berlomba menaikkan suku bunga. Inflasi yang tinggi selalu menjadi alasan bagi peningkatan suku bunga.

Dengan demikian pemerintah daerah perlu memikirkan langkah untuk memberikan kredit murah dan modal kerja kepada masyarakat sebagai instrument untuk meningkatkan kapasitas, produksi dan pendapatan masyarakat. Uangnya berasal dari hasil ekploitasi kekayaan alam daerah ini.

Hal yang tidak kalah penting adalah pemerintah harus membangun industri dan memaksa perusahaan besar melakukan pengolahan bahan mentah di Indonesia. Karena hanya melalui industri yang luas kesempatan kerja, dan multiplier effect dapat tercipta. Industrialisasi merupakan anti tesa terhadap system ekonomi kolonial yang mengeruk bahan mentah. Selain itu perusahaan besar dapat harus andil dalam penguatan modal dan ekonomi masyarakat.

*Salamuddin Daeng, Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

 

Related Posts

1 of 425