PolitikTerbaru

Pemerhati: Mustahil Djarot Tak Diundang Pelantikan Anies-Sandi

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat lebih memilih terbang ke Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur untuk berlibur di saat hari pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Istana Negara pada Senin (16/10). Ketidakhadiran Djarot mendapat sorotan cukup tajam, begitu pula alasan yang dilontarkan terkait ketidakhadirannya tersebut.

Seperti diwartakan sejumlah media nasional, Djarot mengaku tidak diundang dalam acara pelatikan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Alasan Djarot menimbulkan perhatian banyak pihak. Bahkan ada selentingan, Djarot masih memendam sakit hati karena gagal terpilih pada Pilgub DKI Jakarta lalu.

Namun, yang jadi sorotan adalah alasan Djarot. “Saya belum menemukan proses pelantikan dan serah terima jabatan Bupati/Walikota, ataupun Gubernur bahkan Menteri tidak dihadiri oleh pejabat yang telah diganti, karena alasan pergi berlibur, kecuali karena berhalangan tetap seperti sakit,” ujar pemerhati kebijakan publik. H Chazali Situmorang, Jakarta, Selasa (17/10/2017).

Baca Juga:  Pleno Perolehan Suara Caleg DPRD Kabupaten Nunukan, Ini Nama Yang Lolos Menempati Kursi Dewan

Selain itu, Djarot juga menuturkan bahwa dirinya juga tidak ada kewajiban secara konstitusional untuk hadir dalam pelantikan Anies-Sandi dan Setijab.

“Proses serah terima jabatan jangan dilihat dari sisi seremonialnya saja, tetapi sebagai suatu bentuk tanggungjawab konstitusional dan sikap moral pejabat publik yang melaksanakan amanah rakyat. Serah terima jabatan sebagai bentuk dan simbol bahwa penyelenggaraan pemerintah itu berkesinambungan. Tidak boleh ada kekosongan estafet kepemimpinan. Kebesaran dan kehebatan kepemimpinan seorang pemimpin itu, jangan dilihat pada saat dia sedang menikmati kekuasaan, tetapi lihatlah pada saat dia harus menyerahkan kekuasaan itu,” terang Chazali.

Terkait alasan Djarot yang mengaku tidak diundang, Chazali menilai sesuatu yang kurang tepat. “Mungkin pemahaman beliau tidak diundang sebagai pribadi, tetapi sebagai Gubernur pasti ada, dan karena sudah di-Plh-kan ke Sekda ya jadinya Sekda hadir sebagai Plh Gubernur,” katanya.

Ia melanjutkan, angkah Djarot sebagai Gubernur lama tidak menghadiri pelantikan dan tidak melakukan serah terima langsung jabatan kepada Gubernur baru, merupakan preseden buruk, dan contoh yang kurang baik dalam rangka penyelenggaraan pemerintah yang baik. Bukan tidak mungkin suatu saat, Kepala SKPD Pemda DKI Jakarta yang dimutasi atau diberhentikan begitu saja meninggalkan unit kerjanya, dan melakukan proses serah terima oleh Plh SKPD yang ditunjuknya.

Baca Juga:  Rawan Timbulkan Bencana di Jawa Timur, Inilah Yang Dilakukan Jika Musim La Nina

“Jangan lupa, biasanya dalam serah terima itu ada juga diserahkan Memori Tugas pejabat lama yang diserahkan kepada pejabat baru. Inilah salah satu penyebab rusaknya suatu sistem. Lebih rumit lagi yang merusak bukan level bawahan tetapi pemimpin itu sendiri,” jelasnya.

Bagi masyarakat luas, mungkin ini bukan persoalan serius. Tetapi secara moralitas, memberikan beban moral dan psikososial yang kurang baik bagi mereka yang memilih Ahok dan Djarot.

“Bagi penyelenggara negara ini persoalan prinsip, yaitu membangun rasa tanggungjawab atas beban yang diamanahkan negara kepada penyelenggara negara. Tidak ada urusannya dengan persoalan politik tetapi terkait penghormatan terhadap simbol lembaga pemerintahan,” ucapnya. (ed)

Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews

Related Posts

1 of 3