InspirasiLintas Nusa

Pemerhati: Berantas Buta Aksara, Pemerintah Harus Libatkan dan Fasilitasi Komunitas dan Perpustakaan

Siti Muyassarotul Hafidzoh/Foto nusantaranews/Erit
Siti Muyassarotul Hafidzoh/Foto nusantaranews/Erit

NUSANTARANEWS.CO – Menyikapi jumlah penduduk Indonesia yang mengalami buta aksara yang relatif masih cukup besar, yakni sekitar 5,9 juta jiwa atau sekitar 3,7 persen dari total penduduk Indonesia, pemerhati aksara Siti Muyassarotul Hafidzoh mengatakan pemerintah harus mempunyai komitmen kuat dan konsisten dalam menanggulangi buta aksara (huruf) di Indonesia. Menurutnya, pemberantasan buta aksara yang paling efektif melalui pendidikan.

Siti menuturkan, memang sejauh ini pemerintah selalu berupaya keras meningkatkan kualitas pendidikan dan mengkampanyekannya arti penting pendidikan. “Terkadang masyarakat Indonesia banyak yang belum menyadari bahwa pendidikan itu penting untuk kehidupan. Apalagi di daerah yang masih tinggi angka buta aksara seperti di Papua. Pemerintah harus lebih memberikan fasilitas pendidikan di sana,” kata Siti saat berbincang-bincang dengan Nusantaranews.co di Yogyakarta, Kamis (8/9/2016).

“Kita bisa lihat Papua dan Jogja, adalah sama berada di Indonesia, namun tingkat pendidikannya masih jauh berbeda. Jadi, pemerataan pendidikan itu penting,” tambah dia.

Baca Juga:  LSN Effect di Pemilu 2024, Prabowo-Gibran dan Gerindra Jadi Jawara di Jawa Timur

Lebih lanjut, pengajar bahasa Indonesia di MTs Binaul Ummah Wonolelo, Pleret, Bantul ini juga menuturkan dirinya kini sangat prihatin dengan kondisi minat baca masyarakat, terutama di kalangan anak-anak dan remaja yang masih sangat kurang sebagai dampak dari perkembangan teknologi yang tak ada sekatnya.

“Sangat kurang,” jawab dia ketika ditanya soal realitas minat baca anak muda jaman sekarang. “Mereka lebih suka memegang Android daripada buku,” tukasnya.

Kembali soal pemberantasan buta aksara dan menumbuhkan minat baca masyarakat, utamanya terhadap buku, alumnus UNY ini juga meminta dengan sangat agar pemerintah memfasilitasi dan melibatkan komunitas-komunitas yang selama ini turut serta mengkampanyekan membaca buku.

“Tapi sepertinya pemerintah masih punya pekerjaan rumah menghidupkan kembali perpustakaan yang menyenangkan yang menarik dan koleksi bukunya lengkap sehingga masyarakat akan senang berkunjung ke perpus, bukan hanya taman bermain yang dibenahi,” tandasnya. (Eriec Dieda)

Related Posts

1 of 4