Berita UtamaFeaturedHeadlineTerbaru

Pembangunan Infrastruktur Penting, Membangun Generasi Muda Jauh Lebih Penting

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Bonus demografi yang digembar-gemborkan Presiden Joko Widodo saat masa kampanye 2014 silam tampaknya hanya seutas janji yang miskin implementasi. Dalam menghadapi tantangan zaman emas, persiapan generasi muda Indonesia masih sebatas retorika dan rencana. Padahal, bonus demografi adalah gagasan besar dari keseluruhan janji-janji Jokowi yang terangkum dalam revolusi mental dan Nawacita.

Apa lacur? Pembangunan masyarakat Indonesia, terutama generasi muda masih jauh panggang dari api. Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) cenderung tidak jelas kinerjanya, bahkan sesekali Puan Maharani justru sibuk melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan evakuasi bencana alam sebagai pelaksanaan program kementeriannya, bukan malah justru membangun komunitas muda yang dipersiapkan untuk menyambut zaman emas dan bonus demografi.

Ternyata, setelah tiga tahun memimpin Indonesia, program prioritas Jokowi adalah pembangunan infrastruktur dengan berbagai skema, bahkan berani berhutang dengan jumlah tak sedikit. Hutang piutang Jokowi hanya diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur semata, dan lupa pada gagasan besarnya tentang pembangunan manusia Indonesia.

Baca Juga:  Silaturrahim Kebangsaan di Hambalang, Khofifah Sebut Jatim Jantung Kemenangan Prabowo-Gibran

Di Hari Sumpah Pemuda, model pembangunan Jokowi yang lebih condong pada infrastruktur mendapat sorotan khusus dari Ketua PB PMII Agus Herlambang. Menurutnya, Jokowi tidak bisa hanya membangun infrastruktur semata tetapi lupa membangun generasi muda guna bersiap menghadapi tantangan zaman yang mulai memasuki globalisasi gelombang ketiga yang lebih efisien, efektif dan inklusif. Upaya seperti ini justru sudah dilakukan World Economi Forum (WEF) pimpinan Martin Klaus Schwab. Ia secara khusus menaruh harapan besar kepada generasi muda untuk membangun dunia di masa-masa mendatang.

Baca Juga:

“Sekarang negara-negara lain mengambil posisi yang akan membentuk kembali situasi global. Ini seperti seorang ayah yang memiliki banyak anak, dan sekarang anak-anak tumbuh dewasa dan menjadi mandiri. Bagaimana orangtua bereaksi?,” kata Schwab seperti dikutip NusantaraNews.

“Mereka (generasi muda) yang memiliki sikap berbeda. Orang-orang memiliki sikap yang benar-benar global dan memiliki wawasan serta identitas global. Uang bukan tujuan utama mereka karena tujuan pertama mereka adalah memberikan kontribusi,” tambah pendiri WEF ini.

Baca Juga:  Berikut Nama Caleg Diprediksi Lolos DPRD Sumenep, PDIP dan PKB Unggul

WEF sendiri sudah memiliki program 100 Young Global Leaders untuk mendidik dan mempersiapkan sedikitnya 100 pemuda tiap tahunnya. Para pemuda yang akan dibina WEF berusia maksimal 40 tahun dan keseratus pemimpin muda tersebut dipersiapkan WEF untuk menangani tantangan dunia yang sangat kompleks dengan pendekatan yang inovatif.

Menurut Agus Herlambang, generasi muda saat ini dan di masa mendatang harus sudah mempersiapkan diri secara matang dalam menghadapi tantangan dan perubahan zaman.

“Selama ini kan pemerintah baru fokus di infrastruktur ya, pengembangan ekonomi dan saya kira fokus pemerintah dalam menggarap anak-anak muda ini belum serius. Nah, maka harapan ke depan dengan spirit Sumpah Pemuda di sisa waktu periode kepemerintahan Jokowi itu bisa lebih merangkul lagi anak-anak muda itu khususnya generasi milenial,” kata Agus.

Ia menambahkan pembangunan infrastruktur memang penting, tetapi membangun dan mempersiapkan generasi muda jauh lebih penting dan utama agar mereka siap menghadapi tantangan di masa depan.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

“Harapannya ke depan dalam rangka menghadapi bonus demografi generasi milenial itu ya generasi muda mempersiapkan diri bahwa dan harus sadar betul dan generasi milenial ini yang justru akan menjadi pemimpin di masa depan,” ujarnya.

Terakhir, menyambut globalisasi gelombang ketiga yang sinyalemennya sudah tampak di depan mata, Indonesia harus sudah sadar bahwa negara ini telah gagal menghadapi globalisasi gelombang kedua. (ed)

Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews

Related Posts

1 of 28