Cerpen

Pelacur Negeri (Bagian 5: II) – Novelet Yan Zavin Aundjand

NUSANTARANEWS.CO – Aku memang tidak tahu banyak apa yang dilakukan Jumailah, pengetahuanku hanya sebatas membantu dia dalam proses penyelesaian hukum klien kami, di luar itu memang aku tidak banyak tahu. Yang aku tahu bahwa Jumailah adalah perempuan yang selalu berhasil apa yang dia laukan dengan baik. Selama ini dia tidak banyak bercerita hal-hal yang berkaitan dengan pribadinya lebih jauh. Dia juga sering keluar tanpa kutahu pergi ke mana dan dengan siapa, statusku dengan dia sampai sekarang masih sebatas teman; teman yang lebih sekedar teman biasa, tapi teman yang ketika saling membutuhkan selalu ada, teman tapi seperti layaknya suami istri.

Dalam hal keuangan, Jumailah orang yang tidak rakus dalam membagi hasil kerjaannya dengan rekan-rekannya, pun dengan aku juga. Bekerja sebagai lawyer memang tidak seperti bekerja di kantor-kantor perusahaan. Uang selalu mengalir seakan tanpa henti. Memang tidak semua lawyer tidak seperti yang terjadi pada kami, tergantung bagaimana seorang lawyer itu bekerja dan berusaha.

Dengan kecantikan dan senyumnya yang memikat, Jumailah terus menjelma jadi sosok yang dikenal. Hari demi hari kulalui hidup bersamanya, bukan berarti aku sengaja melupakan anak dan istriku di kampung halaman, aku selalu mengirimkan mereka uang, dan aku juga sering pulang meski kadang dua bulan sekali, dan Jumailah pun tidak mempermasalahkan itu.

Pada akhirnya aku juga harus menceritakan keadaan keluargaku, bahwa aku sudah berkeluarga dan punya anak. Jumailah menanggapinya pun dengan biasa, sama sekali tidak kulihat raut wajahnya yang kecewa atau pun marah. Dia justru mendukungku, mencoba menyadarkan aku bahwa aku harus memperhatikan keluargaku di kampung, dan menyuruhku untuk meluangkan waktu untuk pulang menemui mereka.

Pada akhirnya kami saling terbuka, bercerita banyak hal tentang pribadi masing-masing, meski itu aku tidak tahu apakah cerita itu benar atau tidak. Namun, saat aku mencoba memikirkan kembali dari beberapa peristiwa terkait dengan pekerjaannya, aku jadi menimang-nimang, menimbang-nimbang. Jumailah adalah perempuan tangguh, pekerja keras, dan mau bekerja apa saja yang ingin dia kerjakan.

Kehidupan Jumailah pada awalnya memang tak seindah yang aku bayangkan. Sejak kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta, sejak semester 3, dia dinikahi oleh seorang lelaki kaya raya asal Bangka Belitung, namanya Tanjung Raja, seorang pengusaha timah. Pernikahannya dengan Tanjung Raja itu hanya berlangsung sekitar satu tahun setengah disebabkan karena diketahui bahwa Tanjung Raja sebenarnya sudah punya istri.

Awalnya, Jumailah tidak curiga apa-apa, setelah berlangsung beberapa lama, suaminya sering pergi, kadang pulang dua minggu sekali, dan kadang juga sebulan baru pulang. Kecurigaan itu muncul ketika ada teror ke handphonenya yang mengancam Jumailah, sering mendapatkan SMS yang sungguh menyakitkan. Dan teror itu ternyata dari istri suaminya yang pertama.

Keharmonisan dan keromantisan rumah tangga Jumailah ini pun mulai pupus, bahkan tak jarang si suami sering menyalahkan Jumailah karena sudah mau menerima Tanjung Raja sebagai suaminya. Dengan begitu, si suami mulai frustasi, mulai minum minuman keras saat berada di rumahnya. Kedaan pun semakin kacau, sehingga kehidupan keluarga Jumailah bersama Tanjung Raja harus berakhir. Perceraian dengan suaminya ini disebabkan karena Jumailah sudah merasa tidak kuat dengan keberadaan suaminya yang mulai tidak stabil dan gemar minum minuman keras, main perempuan dan tak jarang kadang memukulinya, lain lagi ketika beberapa kali istri pertama suaminya datang memaki-maki Jumailah dan bahkan beberapa kali dijambaknya.

Dari sinilah kemudian Jumailah memutuskan untuk tetap menyelesaikan studinya, keadaan seperti ini tidak membuat dia gagal kuliah. Setelah lulus dari kuliahnya, Jumailah fokus pada kariernya menjadi seorang lawyer dan bertekad untuk hijrah ke Jakarta. Dari sini karier dia sebagai lawyer terus melejit. Sebagai lawyer dan menjadi sosok yang dikenal, dia punya banyak hubungan baik dengan pejabat negara, pejabat menteri, petinggi TNI, pejabat Polri, dan orang-orang berpengaruh lainnya di negeri ini, bahkan sebelum lama denganku Jumailah beberapa kali manjadi istri simpanan beberapa pejabat teras dan pengusaha kelas wahid di negeri ini.

“Jadi istri simpanan itu enak nggak enak, sih,” pengakuan Jumailah saat-saat sebelum tidur. Kami cerita banyak hal usai melakukan sesuatu dan sesaat sebelum kami benar-benar pulas dengan mimpi masing-masing.

“Terus, kenapa kamu lakukan?”

“Sebenarnya sih, dibilang cinta nggak cinta. Apa, ya. Hem… aku ingin lebih. Aku ingin melakukan sesuatu untuk pekerjaanku sebagai lawyer.”

“Hubungannya apa lawyer dengan jadi istri simpanan?” Tanyaku kemudian. Antara aku dengan Jumailah sejauh ini tidak ada yang ditutup-tutupi. Apa yang terjadi terjadilah, yang sudah terjadi biarlah berlalu, dan kami terus berjalan ke depan.

“Ada hungannyalah… enaknya punya suami pejabat itu lebih gampang cari kasus, dan lebih mudah menyelesaikannya.”

“O… begitu. Jadi itu maksudnya.”

“Iya. Makanya aku bilang, enak nggak enak, karena sama sekali nggak ada rasa cinta. Enaknya di masalah kerjaan aja jadi lebih mudah. Jadi terbantu. Semua masalah bisa selesai dengan baik.”

“Kamu nggak takut di kemudian hari istri-istri mereka tahu hubungan gelap kamu?”

“Nggak. Udah biasa. Demi uang, aku rela melakukannya. Nggak semudah itu. Jadi simpenan itu paling enak, asal tahu caranya bermain. Enaknya aku disayang, dikasih uang dan kerjaan kasus yang aku tangani dibantu selesai dengan baik. Lain lagi istri simpanan itu ditakuti sama mereka.”

“Kok bisa?”

“Ya iyalah. Gimana nggak takut, dia punya istri. Mereka takut ketahuan kalau punya istri simpanan. Mereka takut kalau sampai aku bilang sama istrinya, gitu.”

“Kalau sama aku bagaimana?”

“Beneran, nanyak?”

“Iya. Pengin tahu aja.”

“Hem… ya, kamu mah, beda.”

“Bedanya?”

“Ih… kok maksa, sih.”

“Tinggal jawab doang kok.”

“Nggaklah. Kita kan nggak begitu. Nggak kayak mereka yang aku ceritakan itu. Kamu beda pokoknya. Kamu teman baikku dari dulu. Kita juga melakukan begini ini atas dasar suka saling suka, kan…? Aku ingin melakukan sesuatu atas dasar cinta. Selama ini laki-laki yang singgah di hidupku nggak ada benar-benar mencintaiku, mereka cuma jadiin aku sebatas hiburan dan pemuas nafsu. Aku nggak pernah bahagia dengan semua itu. Kalau bukan karena kepentingan pekerjaanku sebagai lawyer, aku juga nggak bakal mau.”

“Aku juga tidak menjadikan kamu sebagai simpananku, Mila. Aku mencintaimu dari dulu. Dan aku sudah lama mencarimu sejak kita lulus SMA. Kamu begitu lama menghilang dan nggak ada kabar.”

“Dulu aku masih polos dan bodoh terjebak rayuan biadab laki-laki. Aku baru nyadar setelah semua udah terjadi. Aku nggak nyangka kita bisa ketemu lagi.”

“Itu karena aku yang nyari-nyari nama kamu di Facebook. Kalau nggak, kamu mana ingat aku.”

Jumailah tersenyum.

“Tahu, ah. Tidur, yuk.”

Kami mengarungi malam, berharap tak ada mimpi yang mengada antara aku dan dia. Kupeluk dia dalam dekap hangatku.

(Bersambung…. Baca cerita sebelumnya: Pelacur Negeri (Bagian 5: I) – Novelet Yan Zavin Aundjand)

Yan Zavin Aundjand
Yan Zavin Aundjand

*Yan Zavin Aundjand, Sastrawan asal Madura. Karya-karyanya yang sudah terbit antara lain Labuk Dhellika (Antologi Puisi), Jejak Tuhan (Novel), Tarian di Ranjang Kyai (Novel), Sejarah Agama-agama Besar Dunia (Sejarah), Pinangan Buat Najwa (Antologi Puisi), Kupu-kupu di Jalan Simpang (Antologi Puisi), Bangkai dan Cerita-cerita Kepulangan (Kumpulan Cerpen), Garuda Matahari (Buku), dll. Mukim di Jakarta.

_____________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, dan esai dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

 

Related Posts

1 of 40