Budaya / SeniPuisi

Pejalan Sunyi – Puisi Muhammad Daffa

Lelaki Sendirian. Foto: Flikr
Lelaki. Foto: Flikr

PEJALAN SUNYI

Pejalan sunyi terduduk lesu di tengah-tengah doanya nyaris selesai. Berkata pada sajadah sembahyang yang menjadi sarana menuju-Mu, “kok hidup pahit begini ya?” ada sebentang jalan di depan sana, sebentang jalan cahaya yang membuka lowongan doa bagi tubuh kehilangan sunyi.

2018

PEMBACAAN SILAM

Sewaktu terbaca nafas yang gugup mengucapkanmu, berulang ingatan kembali kepada silam:
Tubuh kecil yang terbata merenungi alif, huruf-huruf lapar dibaca dan dimaknai
Bukan semata hikayat keberadaan tuhan yang pasti di ketinggian agung arasy, karunia alam cahaya
Menghitung langkah-langkah anak doa yang tak jua nyeri menafsir gagal-gigilnya memahamimu sepenuh bahasa.

2018

RUMAH KATA

Kata-kata adalah rumah singgah bagi penyair yang haus majas dan perumpamaan-perumpamaan tak biasa. Membiak beberapa sunyi yang mengajarkannya menggurat puisi paling ajaib yang bila disimak lebih jauh dalam relung-relungnya akan membuat jiwa yang kosong kata menjadi terisi pelbagai cerita-cerita yang bukan dongeng dari suatu sudut antah-berantah kesunyian manusia: anak-anak zaman yang terluka.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

2018

SELEMBAR DAUN JATUH

Selembar daun jatuh di sepi trotoar antara gumam hujan dan percakapan penyair bersama buku-buku puisi yang baru saja dibelinya. Selembar daun jatuh ingin mengucapkan halo pada penyair meski sebenarnya ia segan dan ingin menutup diri. karena penyair sudah terlalu klise bila diajaknya bicara, bercakap-cakap tentang keajaiban kata.

2018

YANG LEBIH MALAM

Apa yang lebih malam selain cuaca kata-kata, musim kehilangan pintu. Penyair terkenang mata pena yang diruncingkan rindu cahaya, rindu tanah-tanah terjauh yang tak pernah sekali pun terbayangkan mata kita. mata-mata yang membaca lelah pejalan menafsirkan aroma ibu yang menanak kue hingga jauh malam.
Apakah yang lebih malam dari sekadar cuaca kata-kata, musim kehilangan hijau dedaunan. Penyair terkenang mata pena yang diruncingkan cahaya, merebahkan tubuh di atas buku-buku puisi yang tak tamat direnungi.

2018

Muhammad Daffa, lahir di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 25 Februari 1999. Puisi-puisinya dipublikasikan di sejumlah media massa dan antologi bersama. Buku kumpulan puisi tunggalnya Talkin(2017) dan Suara Tanah Asal(2018). Mahasiswa di prodi Sastra Indonesia, Universitas Airlangga, Surabaya.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]

Related Posts

1 of 3,244