Politik

PDI-P Dinilai Berpotensi Dikerdilkan Pada Pileg 2019, Ini Sebabnya

Joko Widodo & Megawati. (Foto: Sociapolitica)
Joko Widodo & Megawati. (Foto: Sociapolitica)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pergerakan Pemuda Merah Putih (PP Merah Putih) mencatat, Dalam pidato penutupan Kongres IV PDI-P di Sanur Bali pada 11 April 2015, Megawati menyebut: “Sebagai kepanjangan tangan partai, kalian adalah petugas partai. Kalau enggak mau disebut petugas partai, keluar!”

Menurut Koordinator PP Merah Putih, Wenry Anshory Putra, istilah ‘petugas partai’ terhadap Jokowi yang sering dilontarkan Ketua Umum PDI-P Megawati sangat mengusik ‘pihak-pihak tertentu’. “Menurut saya, mungkin di dunia ini hanya Jokowi satu-satunya Kepala Negara yang sering disebut ‘petugas partai’. Memang hal ini tak lepas dari figur Jokowi yang bukan pemimpin sebuah partai,” kata Wenry dalam keterangan resmi kepada nusantaranews.co, Jumat (20/7/2018).

Wenry menyampaikan, apabila menoleh ke belakang pada Pilpres 2014, Jokowi pun bisa mendapatkan tiket Capres oleh PDI-P atas ‘kebaikan’ Megawati yang merelakan dirinya tidak maju pada Pilpres 2014.

“Saya cukup memahami, mengapa Megawati berulang kali menyebut secara terang-terangan Jokowi sebagai ‘petugas partai’. Karena, Megawati sebagai Ketua Umum partai pemenang Pileg 2014, tentu sadar betul akan adanya ‘tangan-tangan gelap’ yang mungkin saja ‘membajak’ Jokowi dari lingkaran PDI-P. Sehingga Megawati merasa perlu berkali-kali menegaskan, bila Jokowi masih di dalam jangkauannya,” jelasnya.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Tegaskan Komitmennya Dalam Menyukseskan Pilkada 2024

Bila Jokowi resmi diusung kembali oleh PDI-P untuk maju pada Pilpres 2019, kata dia, maka pihaknya sangat meyakini situasinya akan sangat berbeda dengan periode pertama. Karena, elektabilitas PDI-P saat ini sedang merosot. Indikatornya adalah jago-jago PDI-P dalam Pilkada serentak 2017-2018 tersungkur di Provinsi-provinsi strategis, seperti: DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Barat.

“Tidak hanya cukup sampai di situ. Saya menduga kuat, merosotnya elektabilitas PDI-P akan diperparah oleh manuver senyap ‘tangan-tangan gelap’ yang memiliki instrumen kekuasaan’ untuk mengkerdilkan PDI-P pada Pileg 2019, manuver senyap ini bisa dilakukan di dalam maupun luar lingkaran PDI-P. Bila manuver ‘tangan-tangan gelap’ tersebut berhasil, tentu PDI-P akan merana pada Pileg 2019,” katanya.

Ditambahkanya, mengapa pada Pilkada serentak 2017-2018, Cagub/Cawagub yang diusung PDIP di daerah-daerah strategis malah tersungkur tak berdaya? Bagaimana bisa PDI-P yang menjadi partai pemenang Pemilu 2014 dan mencapreskan Jokowi, justru tersungkur dalam Pilkada serentak tahun 2017-2018? Padahal, tahun 2019 akan diadakan Pemilu serentak.

Memang benar, lanjutnya, partai dalam Pilkada bukan faktor penentu, tapi faktor figur Cagub/Cawagub yang paling dominan sebagai penentu. Namun, tetap saja faktor Jokowi sebagai Presiden yang diusung PDI-P pada Pilpres 2014 harusnya memiliki pengaruh signifikan yang diharapkan mampu mendongkrak suara Cagub/Cawagub yang diusung PDI-P pada Pilkada serentak 2017-2018. Hal ini jangan dianggap tidak ada hubungannya.

Baca Juga:  Pengentasan Kemiskinan di Madura, Inilah Cita -Cita Luman Menang Pilgub Jawa Timur

“Seperti yang sering dilontarkan Megawati, bahwa Jokowi adalah ‘petugas partai’. Berarti Jokowi juga bertanggungjawab untuk menjadi daya tarik agar masyarakat memilih Cagub/Cawagub yang diusung PDI-P, karena hal tersebut adalah modal utama PDI-P dalam bertarung pada Pileg 2019. Apalagi digadang-gadang Jokowi adalah figur yang tidak tertandingi pada Pilpres 2019 nanti.

“Kalau pada Pilkada 2017-2018 saja PDI-P tersungkur di Provinsi-provinsi strategis, lalu bagaimana nasib PDI-P di Pileg 2019 nanti?,” ujar Wenry menyoal.

Tentu masih membekas dalam ingatan pada Pemilu 2004, sambungnya, Demokrat duduki peringkat 5 (lima) dengan suara 7,45 %. Tapi, pada Pemilu 2009, SBY justru mampu menyulap Demokrat meraih 25,39 %, meningkat tiga kali lipat. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari faktor daya tarik SBY yang saat itu Presiden. Situasi berbanding terbalik dengan PDI-P yang di saat Jokowi jadi Presiden, justru PDI-P tersungkur di berbagai daerah strategis dalam Pilkada serentak 2017-2018.

“Tujuan utama ‘tangan-tangan gelap’ itu untuk mengkerdilkan PDI-P supaya daya tawar terhadap Jokowi lemah. Jika Jokowi kembali memimpin untuk periode kedua, maka dapat dipastikan ‘tangan-tangan gelap’ itu tak akan sudi bila situasi di periode kedua akan sama dengan periode pertama, yaitu Jokowi dianggap ‘petugas partai’. Serta tidak menutup kemungkinan, kader-kader PDIP dalam kabinet periode kedua penempatannya akan tetap jauh dari Kementerian/Lembaga yang strategis seperti halnya pada periode pertama,” urai Wenry.

Baca Juga:  Kemiskinan Turun, Emak-Emak di Kediri Kompak Akan Coblos Khofifah-Emil di Pilgub Jatim

Lantas, kata dia, apa yang harus dilakukan Megawati untuk menyelamatkan partainya dari skenario pengkerdilan oleh ‘tangan-tangan gelap’ itu pada Pileg 2019? “Megawati harus berani merubah struktur dan tidak boleh takut merubah haluan politik,” tegasnya.

“Namun, jika Megawati masih merasa yakin PDI-P akan meraih kesuksesan pada Pileg 2019, tentunya saya hanya mengingatkan agar elit-elit PDI-P pro Megawati/Puan Maharani tidak kecewa berat bila PDI-P benar-benar dikerdilkan dan merosot, sehingga berpotensi menjadi Partai dengan perolehan suara peringkat 2 (dua) atau peringkat 3 (tiga),” tutup Wenry.

Pewarta: M. Yahya Suprabana
Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,213