NUSANTARANEWS.CO – Tragedi kemanusiaan dialami saudara-saudara muslim Rohingya di Myanmar. Muslim Rohingya makin terjepit dengan kebijakan pemerintah Myanmar. Di beberapa titik di negara bagian Rakhine, aksi militer Myanmar menyebabkan korban berjatuhan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj, Selasa (20/12/2016) melalui keterangan persnya, mengecam terhadap tragedy tersebut. “Apapun yang melatar belakangi peristiwa berdarah tersebut, militer tidak dibenarkan menyerang sipil dan menyalahkan seluruh muslim Rohingya,” kata Said Aqil.
Menyaksikan dan mencermati represi yang dilakukan oleh militer Myanmar kepada muslim Rohingya di sebelah utara negara bagian Rakhine, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan:
1. Mengecam segala tindakan kekerasan yang menciderai nilai kemanusiaan. Bahwa segala bentuk tindakan kekerasan adalah tindakan yang sama sekali tidak dapat dibenarkan.
2. Islam mengutuk kekerasan. Bahkan tidak ada satupun agama dan ideologi di dunia ini yang membenarkan cara-cara kekerasan dalam kehidupan. Umat Islam umumnya ikut merasakan kepedihan yang sangat luar biasa atas peristiwa yang menimpa saudara-saudara seiman yang berada di Myanmar.
3. Mengajak seluruh kepada negara dan pemimpin negara di dunia untuk pro-aktif melawan segala bentuk kekerasan. Represi adalah musuh bersama dan harus dilawan sekuat tenaga guna menciptakan upaya perdamaian dan harmoni.
4. Mengajak seluruh umat sedunia untuk terus menggalang solidaritas kemanusiaan untuk menciptakan perdamaian bagi segala bangsa.
5. Nahdlatul Ulama (NU) mendesak pihak-pihak terkait, terutama kepada komunitas Internal dan PBB untuk segera mengambil langkah nyata dalam peristiwa kekerasan terhadap muslim Rohingya yang terjadi di Myanmar.
6. Mendesak ASEAN untuk mengambil sikap dan langkah konkrit, khususnya pada pemerintah Myanmar agar segera mengakui status kewarganegaraan muslim Rohingya.
7. Mendesak kepada pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah diplomasi bagi terwujudnya penghormatan atas hak azasi manusia di Myanmar. (emka/red-01)