Hankam

Patung Kwan Sing Tee Koen, Distorsi Simbolik Sejarah Indonesia

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pesan simbolik dari didirikannya Patung Kwan Sing Tee Koen di Tuban, Jawa timur mengusik rasa nasionalisme rakyat Indonesia. Apakah Jenderal Perang di negeri China itu telah berjasa besar atas kemerdekaan Indonesia, sampai-sampai dibiarkan berdiri tegak nan gagah di Tuban? Apakah para pahlawan nasional tidak cukup untuk dijadikan inspirasi bagi bangsa Indonesia?

Membandingkan wujud fisik patung Kwan Sing Tee Koen dan patung Jenderal Sudirman sangat kontras. Padahal, Jenderal Sudirman adalah inspirasi besar bangsa Indonesia berkat jasa tulusnya tanpa henti memperebutkan kemerdekaan dari tangan penjajah. Tapi, patung Jenderal Sudirman tingginya hanya 12 meter, sedangkan patung Kwan Sing Tee Koen 30,4 meter. Patung kedua diganjar penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI), Senin (17/7) lalu.

Patung Kwan Sing Tee Koen oleh empunya (Klenteng Kwan Sing Bio, Tuban, Jawa Timur) dikatakan sebagai simbol kejujuran dan setia. Apakah para pejuang negara ini tidak patut disimbolkan sebagai orang-orang jujur lagi setia?

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

Lebih lanjut, patung Kwan Sing Tee Koen harus dilihat dari perspektif geopolitik dan geostrategi. Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Nazaruddin Sjamsudin, mengatakan patung Jenderal Perang Cina itu dapat diartikan dan dibaca sebagai mile stones (tonggak sejarah) Cina mematok kekuatan Cina (RRC) sudah sampai mana di Indonesia. Lebih-lebih Kwan Sing Tee Koen dikenal sebagai Jenderal Perang, bukan Dewa Perang.

Pihak Klenteng Kwan Sing Bio, Tuban sendiri mengkonfirmasi pembangunan patung Kwan Sing Tee Koen didanai seorang donatur yang notabene jemaat Klenteng.

“Jika melihat kekuatan para taipan cukong yang kangkangi ekonomi, keuangan, dan mulai merambat ke politik dan hukum dan mafia kekuasaan begitu kuat-nya cengkram Istana, bisa saja kelompok itu bermain. Dan beberapa pernyataan seperti NKRI bukan ayah kandung tapi ayah tiri, dan kesetiaan kepada tanah leluhur, yang pernah dicontoh oleh om Liem, maka bisa saja, OBOR (One Belt, One Road) Xi (Jinping) itu operatornya mereka. Apalagi volume utang RRC di Era Jokowi ini gila-gilaan, begitu nyata dan mencolok mata. Maka ekspansi imperialisme Cina semakin mulus. Apalagi setting-an perpolitikan semakin jauh dari nuansa demokratik,” kata pengamat politik, Muslim Arbi, Jakarta, Selasa (1/8).

Baca Juga:  Banyaknya Hoax Gempa Tuban, Ini Pesan Khofifah

Kwan Sing Tee Koen hidup pada zaman San Guo (221-269). Dikatakan, patung itu bukan untuk ritual pemujaan melainkan hanya menampilkan figur. Menyebut San Guo, orang pasti teringat pada sebuah roman berlatar-belakang sejarah dari zaman Dinasti Han dan Tiga Negara (Kisah Tiga Kerajaan), yakni Cao Cao (negeri Wei), Liu Bei (negeri Shu) dan Sun Quan (negeri Wu).

Mengutip Wikipedia, di kalangan Tionghoa di Indonesia, kisah itu dikenal dengan nama Samkok yang merupakan dialek Hokkian dari Sanguo atau tiga negara.

Selanjutnya, politisi senior Habil Marati tampak geram dengan berdirinya patung Kwan Sing Tee Koen. “Tidak ada satu alasan apapun yang memperbolehkan pendirian patung Jenderal Cina di Indonesia. Indonesia tidak mengenal Jenderal Cina tersebut (Jenderal Kwan Sing Tee Koen),” kata Habil, Jakarta, Selasa (1/8).

Lalu, apakah Jenderal Perang Cina Kwan Sing Tee Koen itu memiliki ikatan sejarah dan peradaban bangsa Indonesia?

Sekadar informasi tambahan, dimulai pada 31 Juli 2017 Cina menggelar parade militer skala besar di sebuah markas pelatihan Zhurihe, Cina Utara dalam rangka memperingati 90 tahun berdirinya Tentara Pembebasan Rakyat (PLA). Ini merupakan pertama kalinya Cina memperingati Hari Angkatan Bersenjata yang secara resmi jatuh pada 1 Agustus. Peringatan ini juga pertama kalinya sejak revolusi Komunis pada 1949 silam.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 11