Mancanegara

Pasukan AS Ditarik dari Suriah, America First dan Wacana Pedamaian Presiden Trump

suriah selatan, isis suriah selatan, koalisi as, pasukan mitra as, perang suriah, isis, maghawir al-thawra, tentara suriah baru, komando revolusioner suriah, inherent resolve,k nusantaranews
Pasukan AS Bunuh 7 Teroris ISIS di Suriah Selatan di Suriah. (Foto: U.S Departement of Defense)

NUSANTARANEWS.CO – Kendati belum ada laporan resmi bahwa ISIS telah kalah perang di Suriah, Presiden Trump menginginkan Amerika Serikat menarik pulang pasukannya yang selama ini terlibat aktif di negara tersebut.

Dalam sebuah pernyataanya, Presiden Trump mengatakan pasukan AS telah berhasil menghancurkan ISIS di Suriah. Sehingga, kini saatnya para tentara kembali ke Amerika.

Presiden Trump menegaskan, AS tidak ingin menjadi polisi di Timur Tengah. Namun, selama ini dirinya mengklaim AS telah menghabiskan triliunan dolar untuk kepentingan melindungi warga di Timur Tengah.

“Kami sudah berhasil mengalahkan ISIS, yang selama ini menjadi alasan satu-satunya kami berada di sana (Suriah),” kata Presiden Trump dalam cuitannya di twitter.

“Setelah kemenangan bersejarah melawan ISIS, kini saatnya menarik pulang anak-anak muda kita (tentara) yang hebat-hebat itu dari sana (Suriah),” cuit Presiden Trump.

“Setelah sekian lama berperang melawan ISIS dan menang, kini saatnya para tentara kita pulang ke rumah mereka,” katanya lagi.

https://twitter.com/realDonaldTrump/status/1075528854402256896

Trump mengatakan para tentara yang selama ini bertugas di Suriah, akan tercatat sebagai pahlawan Amerika yang terbaik di dunia karena mereka telah berjuang untuk negaranya, membunuh ISIS yang membahayakan dunia.

Sedikitnya ada sekitar 2.000 pasukan AS yang ditempatkan di Suriah. Sebagian besar pasukan bertugas melatih dan menjadi penasihat pasukan lokal dalam rangka memerangi ISIS. Dan sebagian besar pasukan AS di Suriah ditugaskan di Suriah bagian utara dan kawasan lain.

Baca Juga:  Drone AS Tidak Berguna di Ukraina

Perang Suriah sudah berlangsung sejak 2011 silam. Ratusan ribu korban jiwa melayang dan sekitar 11 juta penduduk terpaksa mengungsi ke sejumlah negara lain di dunia untuk menyelamatkan diri.

Namun, rencana Presiden Trump menarik pasukan AS dari Suriah menuai polemik. Sejumlah penasihat dan politikus AS bingung dengan sikap Presiden Trump. Sebab, mereka menginginkan AS tetap bercokol di Suriah untuk membantu sekutu melawan sisa-sisa ISIS yang disebut Kolonel Angkatan Darat Ryan Dillon merubah strategi berperangnya.

Kolonel Dillon menyebut ISIS masih mengontrol sejumlah wilayah. “Ini dekat Hajin, yang berada di sepanjang Sungai Eufrat utara Al Bukamal dan Dshisha, dekat perbatasan Suriah-Irak,” kata Kolonel Dillon, April lalu.

“Banyak dari mereka berlarian, kembali ke kawasan gurun dan masuk ke pedesaan untuk bersembunyi dan berusaha untuk berkumpul kembali,” kata Dillon yang merupakan juru bicara Operasi Inherent Resolve.

Namun, Presiden Trump kembali menegaskan bahwa menyelamatkan rakyat AS merupakan langkah yang tidak dapat ditawar-tawar. Artinya, Presiden Trump lebih mengedepankan slogan America First sebagai inti dari setiap kebijakan yang dibuat, termasuk kebijakan luar negeri Amerika Serikat.

Baca Juga:  Amerika Memancing Iran untuk Melakukan Perang Nuklir 'Terbatas'?

Sejumlah sumber menyebut, rencana Presiden Trump menarik pasukan dari Suriah berakibat pada pengunduran diri Menteri Pertahanan, James Mattis. Dia disebut-sebut kecewa dengan rencana Presiden AS ke-45 itu karena selama ini telah membangun sekutu secara berkesinambungan di Timur Tengah, terutama di Suriah.

Tapi, rumor itu segera dibantah Trump. Dia menegaskan, Mattis akan memasuki masa pensiun pada akhir Februari 2019 mendatang. “Jenderal Jim Mattis akan pensiun pada akhir Februari setelah membantu saya sebagai Menteri Pertahanan selama dua tahun terakhir. Selama menjabat, Jim membuat kemajuan yang sangat luar biasa, terutama terkait dengan pembelian alutsista tempur baru. Jenderal Mattis telah membantu saya mendapatkan sekutu baru dari negara-negara lain, terutama terkait kemiliteran. Menteri Pertahanan yang baru akan segera diumumkan. Saya sangat berterima kasih kepada Jim atas dedikasinya,” kata Trump.

Selain itu, laporan media AS seperti diutip BBC menyebutkan Presiden Trump juga berencana menarik sekitar 7.000 pasukan Amerika di Afghanistan. Seperti diketahui, pasukan AS sudah bercokol selama 17 tahun di Afghanistan sejak 2001 silam. Kendati sempat ditarik pada 2014 seiring berakhirnya operasi tempur AS, pasukan kembali dikirim dalam jumlah besar lantaran Taliban kembali berkuasa.

Baca Juga:  Keingingan Zelensky Meperoleh Rudal Patriot Sebagai Pengubah Permainan Berikutnya?

https://twitter.com/realDonaldTrump/status/1075726666574544896

Selama perang, sedikitnya tercatat sudah sekitar 2.35 ribu tentara AS terbunuh dan lebih dari 20 ribu tentara terluka. Dan diperkirakan, AS telah menempatkan sekitar 15 ribu tentaranya di Afghanistan seiring semakin kuatnya gerakan Taliban beberapa tahun belakangan. Namun begitu, Washington sempat mewacanakan perdamaian dengan Taliban dan menyudahi perang yang telah memakan waktu setidaknya 17 tahun terakhir. Mungkinkah wacana ini menjadi salah satu alasan Trump berencana menarik sedikit demi sedikit pasukan AS dari Afghanistan?

Sebagai catatan tambahan, Washington juga sempat mewacanakan untuk menyudahi krisis Suriah. AS meyakini tak ada jalan lain kecuali menempuh jalur kerjasama dengan Rusia, Iran dan Turki untuk mengakhiri pertumpahan darah di negara yang telah lama dirundung perang sipil tersebut.

Adalah sebuah kenyataan, bahwa dukungan AS kepada kelompok oposisi Suriah selama enam tahun ini terbukti tidak efektif menekan Damaskus, malah menimbulkan bencana terbunuhnya ratusan ribu warga sipil dan jutaan pengungsi.

(eda/edd)

Editor: Almeiji Santoso

Related Posts

1 of 3,055