FeaturedPolitik

Pasal Penghinaan Presiden Muncul Lagi dan Diperluas

NUSANTARANEWS.CO, JakartaPasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Sebelumnya Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Komisi III DPR RI pun masih menggodok Revisi Undang-undang KUHP. Isu lain yang bergulir adalah adanya perluasan Pasal 264 KUHP tentang penghinaan presiden. Seseorang yang menghina presiden terancam akan dikenakan pidana.

Ketua DPR, Bambang Soesatyo mengaku belum mengetahui adanya perluasan pasal tersebut. “Saya belum baca,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/2).

Bamsoet menilai wajar jika dalam pembahasan revisi tersebut muncul usulan terhadap perluasan pasal apa pun termasuk perluasan pasal penghinaan Presiden. Diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah menghapus pasal tersebut dengan alasan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Menanggapi hal itu, ia menganggap hal itu masih dalam pembahasan. “Saya sebagai jubir DPR menunggu hasil daripada komisi-komisi terkait termasuk pansus dan panja. Saya nggak boleh mendahului teman-teman yang sedang bekerja,” katanya.

Baca Juga:  Politisi Asal Sumenep, MH. Said Abdullah, Ungguli Kekayaan Presiden Jokowi: Analisis LHKPN 2022 dan Prestasi Politik Terkini

Secara terpisah, sebelumnya, juru bicara MK Fajar Laksono, kepada Kompas.com memebnarkan adanya putusan MK yang membatalkan pasal penghinaan presiden. “Iya pernah. Istilahnya, MK membatalkan hatzaai artikelen, pasal kebencian,” ujar Fajar, Rabu (31/1/2018).

Berdasarkan Pasal 263 draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dapat dipidana penjara paling lama lima tahun.

Namun, konten yang disebarluaskan tidak bisa dikategorikan sebagai penghinaan apabila dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran dan pembelaan diri. Hal tersebut ditegaskan sebagai upaya untuk melindungi kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menilai bahwa pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden perlu diatur lebih tegas dalamKUHP. Menurutnya, lembaga kepresidenan perlu dihormati sebab dipilih oleh rakyat melalui proses pemilihan umum.

“Jadi kalau lembaga presiden kemudian ada istilahnya pencemaran nama baik secara kelembagaan maka menurut saya harus diatur secara undang-undang,” ujar Taufik saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/8/2018).

Baca Juga:  Dukung Di Munas Golkar 2024, Satkar Ulama Jawa Timur Beber Dukungan Untuk Airlangga

“Prinsipnya presiden itu kan adalah figur. Struktur lembaga kepresidenan yang sama-sama harus kita hormati. Presiden itu hasil dari mandatory rakyat hasil pemilihan,” ucapnya.

Diketahui, draf RKUHP tengah dibahas antara DPR dan pemerintah sebelum disahkan dalam rapat paripurna pada 14 Februari 2018 mendatang.

Pewarta/Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 29