NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai berlakunya ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dapat “membunuh” partai yang sekarang masih memiliki kursi di parlemen.
“Ambang batas (parlemen) kita naik jadi empat persen,” ujar Titi Anggraini dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/5/2018).
Baca Juga:
- Hanta Yuda Sebut Partai Baru Berpeluang Lolos Ambang Batas
- Perludem Nilai Ambang Batas Presiden Bertentangan Dengan UUD 1945
- Signifikasi Ambang Batas Perwakilan terhadap Penyederhanaan Parpol
- Pengamat: Pemilu 2019 Antara Senayan dan Merdeka Utara
- 5 Parpol Ini Disebut Terancam Tak Lolos Parliamentary Threshold
Titi menerangkan, Pada Pemilu 2019 bukan hanya persentase ambang batas parlemennya saja yang naik, tetapi jumlah parpol peserta pemilu yang menjadi 16 partai. Jadi, kata dia, suara akan terdistribusi ke sejumlah partai. Dengan terdistribusinya suara, akan sulit bagi parpol peserta Pemilu 2019 untuk mencapai ambang batas parlemen empat persen.
“Peluangnya jadi kecil. Suara dari partai lama akan mengalir ke partai baru. Apalagi, pemilih cenderung memilih partai yang mengusung calon presiden idola mereka masing-masing,” kata dia.
“Ambang batas empat persen ini menjadi bunuh diri bagi partai yang awalnya sudah masuk ke parlemen sebelumnya,” imbuhnya.
Titi pun menjelaskan perihal kenaikan ambang batas, pada Pemilu 2009, ambang batas parlemen masih sebesar 2,5 persen dengan jumlah parpol sebanyak 38 parpol. Pemilu tersebut akhirnya melahirkan sembilan parpol di parlemen. Pada Pemilu 2014, ada ketidakpuasan dengan angka ambang batas itu lantaran parpol yang ada di parlemen dianggap terlalu gaduh. Dia menerangkan kegaduhan karena terlalu banyak fraksi dalam pengambilan keputusan.
“Pada 2014 ambang batas (parlemen) jadi 3,5 persen untuk DPR RI. Dengan hanya 12 parpol, malah naik jumlahnya di parlemen menjadi 10 parpol,” tutur Titi.
Titi menilai, penyelenggaraan pemilu empat tahun lalu dimana penyederhanaan parpol yang di parlemen bukan sekadar mengatur persentase ambang batas parlemen. “Faktor yang turut berkontribusi dalam penyederhanaan parpol, yakni besaran daerah pemilihan (dapil), alokasi kursi di dapil, atau konversi suara menjadi kursi,” terang Titi.
“Ambang batas efektif mengurangi jumlah partai dan berkontribusi membuat suara terbuang. Pemilih sudah capek-capek memilih, tetapi parpol yang tidak lolos ke ambang batas parlemen, suaranya terbuang dan tidak terhitung,” tambah Titi menjelaskan.
Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana