Paradoks Beras Nasional

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bersama Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat melakukan tinjauan ke Pasar Induk Beras Cipinang, Sabtu (17/6/2017)/Foto: Andika/Nusantaranews

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bersama Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat melakukan tinjauan ke Pasar Induk Beras Cipinang, Sabtu (17/6/2017)/Foto: Andika/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – 500.000 ton beras yang akan diimpor pemerintah pada akhir Januari 2018 dinilai paradoks. Bagaimana tidak? Disaat situasi dalam negeri memasuki panen raya, yang diprediksi akan mengalami surplus beras, justru impor dilakukan.

Situasi ini menunjukkan bagaimana kerancuan tata kelola pangan nasional saat ini. Plt Ketua DPR RI Fadli Zon menilai kebijakan pemerintah membuktikan rendahnya mutu data pangan yang selama ini.

Sementara itu, Ombudsman RI melihat ada gejala maladministrasi dalam situasi ini. Gejala pertama, mengenai penyampaian informasi. Kementerian Pertanian selalu menyatakan bahwa produksi beras surplus dan stok cukup, hanya berdasarkan perkiraan luas panen dan produksi gabah tanpa disertai jumlah dan sebaran stok beras secara riil. Gejala kenaikan harga sejak akhir tahun, tanpa temuan penimbunan dalam jumlah besar, mengindikasikan kemungkinan proses mark up data produksi dalam model perhitungan yang digunakan selama ini.

Hal ini juga dibenarkan oleh Fadli Zon dalam keterangan resminya, Minggu, 14 Januari 2018 menangkap kejanggalan-kejanggalan pemerintah. “Saya melihat kebijakan impor beras ini sangat aneh. Pernyataan pemerintah tidak ada yang sinkron satu sama lain,” ungkap Fadli Zon.

Dirinya menambahkan setidaknya ada beberapa keanehan yang ia catat. Diantaranya, Kementerian Pertanian hingga saat ini masih klaim Januari 2018 ini akan mengalami surplus beras sebesar 329.000 ton. Dengan mengacu data BPS, Kementan menyatakan bahwa sepanjang 2017 produksi beras mencapai 2,8 juta ton, sementara tingkat konsumsi kita sekitar 2,5 juta ton.

“Jika angka-angka ini benar, kita seharusnya memang surplus beras. Namun anehnya harga beras di pasar justru terus naik,” ujar Plt Ketua DPR Fadli Zon melalui keterangan pers, Minggu (14/1/2018).

Pada rentang waktu 10-12 Januari 2018 lalu, Ombudsman RI melakukan pantauan di 31 provinsi. Dari pemetaan keluhan pedagang, Ombudsman menyimpulkan stok beras memang pas-pasan, tidak merata dan harga meningkat tajam sejak Desember 2017. Hal itu juga menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan mengimpor beras dan melaksanakan operasi pasar secara masif melalui Bulog.

Hal sama juga dibenarkan oleh Deputi Statistik bidang Jasa dan Distribusi BPS Yunita Rusanti mengungkapkan, hingga pekan kedua Januari 2018 harga beras masih mengalami kenaikan sekitar 3%.

Keanehan lainnya, menurut Fadli Zon, pemerintah menyebut bahwa kelangkaan beras terjadi pada golongan beras medium, yang selama ini dikonsumsi oleh kalangan menengah, namun izin impor yang diterbitkan Kementerian Perdagangan justru untuk beras premium.

“Ini kan tidak nyambung. Yang dianggap masalah adanya di mana, tapi penyelesaiannya entah ke mana,” cetusnya.

Editor: Romandhon

Exit mobile version