NUSANTARANEWS.CO, Tuban – Para akademisi dari praktisi ilmu komunikasi dan politik empat provinsi pada Sabtu (15/4/2017) gelar pertemuan bahas etika komunikasi politik Indonesia di kampus Unirow Tuban. Diantaranya hadir dari Universitas Padjadjaran Bandung Jawa Barat, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Jawa Tengah, Universitas Kristen Indonesia Jakarta, STIKOSA AWS Surabaya, UMM Malang, Untag Surabaya, STAIN Kediri, Unmer Madiun, Universitas Trunojoyo Madura, dan Universitas Darusalam Gontor Ponorogo, Unesa Surabaya.
Pada kesempatan tersebut, Guru Besar Untag Prof Burhan Bungin saat ini ada dua pilihan yang harus diambil oleh Indonesia dalam menghadapi situasi perkembangan politik mutakhir. Diantaranya dengan melakukan control terhadap kebebasan media dan mengatur perkembangan penggunaan teknologi. Atau sebaliknya melepaskan sama sekali perkembangan teknologi di kalangan warga Negara, agar masyarakat belajar sendiri terhadap literasi media.
”Kedua cara ini sama-sama mengandung resiko. Pertama pengalaman negara-negera yang menerapkan kebijakan represif terhadap media, contohnya RRC-Bejing, menyebabkan masyarakat menjadi terpenjara di dalam dominasi kekuasaan rezim,” kata Burhan Bungin, Sabtu (15/4/2017) dalam seminar nasional dan call paper.
Lebih lanjut kata dia, sekalipun kemajuan ekonomi dapat diciptakan, namun warga negara merasa kebebasan selalu dibayangi oleh pemerintah sedangkan negara secara ketat mengontrol warga negaranya.
“Kedua membebaskan warga negara menggunakan teknologi (media) menyebabkan masyarakat berkembang bersama berbagai aspek komunikasi (media), negara semakin sulit mengontrol masyarakat dan media menjadi alat kapitalis yang senantiasa mengontrol seluruh aspek kehidupan masyarakat,” sambung dia.
Dikatakan dia, selain harus membuat pilihan-pilihan tersebut, negara juga tengah menghadapi perkembangan lalu lintas informasi dari sosial media yang deras. Ini diakibatkan communication jammed yang berlangsung di masyarakat.
“Communication jammed dipengaruhi perkembangan teknologi komunikasi yang tidak bisa dikontrol. Situasi ini memunculkan banyak berita hoax (tidak benar),” tandasnya (*)
Editor: Romandhon