NusantaraNews.co, Jakarta – Prabowo Subianto membuat hadirin menjerit saat dirinya menghadiahkan sebuah buku yang baru ia beli di LN untuk FEB UI yang berjudul “Ghost Fleet“. Buku itu bikin terkejut lagi sebab di dalam buku tersebut tertulis bahwa “Indonesia Akan Lenyap Pada Tahun 2030”.
“Bagaimana Indonesia tidak akan hilang kalau tanah kita, kekayaan kita dikuasai asing dan sekelompok orang,” ujarnya pedih di sela-sela pemarannya saat menjadi pembicara kunci pada acara bedah buku “Nasionalisme, Sosialisme, Pragmatisme: Pemikiran Ekonomi Politik Sumitro Djojohadikusumo”, di ruang Auditoriun FEB UI, Selasa pagi (18/9/2017).
Baca: 2030 Indonesia Akan Lenyap? Ini Salah Satu Jawabannya
Menanggapi kalimat yang mengejutkan itu, peneliti cum sastrawan Indonesia Denny JA berharap apa yang tertulis dalam buku berbentuk novel tersebut tidak terjadi.
“Semoga itu tak terjadi. Itulah respon cepat saya selaku warga yang mencintai negaranya. Cukup dag dig dug saya membaca review analisa masa depan yang dituliskan dalam bentuk novel, berjudul Ghost Fleet. Tahun 2030 itu hanya berjarak 13 tahun dari sekarang. Astaga!,” ungkpa Dennya dalam review berjudul “Indonesia akan “Musnah” di tahun 2030?”, Rabu (20/9/2017).
Denny meneturkan, penulis buku “Ghost Fleet” adalah P.W Singer, seorang ahli ilmu politik luar negeri. Ia mendapatkan Ph.D dari Harvard University. Bersama rekannya August Cole, mereka mencoba memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan dalam konflik global. “Agar prediksi dan perspektifnya hidup, ia tuliskan analisanya itu dalam drama novel,” ujar Denny.
Karena yang menulis seorang yang sangat ahli, kata Denny, novel ini bahkan menjadi perhatian serius petinggi militer di Amerika Serikat. James G Stavridis, pensiunan laksama angkatan laut Amerika Serikat, yang kini menjadi dekan di Tufts University hubungan internasional, menyebut buku ini (novel) blue print untuk memahami perang masa depan. “Pemimpin militer di negeri Paman Sam itu mewajibkan para tentara membacanya,” katanya.
Denny berargumen, soal Indonesia sebenarnya disinggung lebih sebagai pembuka dan sambil lalu. Topik utama novel itu justru menceritakan bangkitnya China selaku super power yang bahkan melampaui Amerika Serikat.
“Saat itu, komunisme China sudah usang. China dipimpin oleh “kelas baru” yang disebutnya sebagai Directorate. Ini elit gabungan antara kelas pengusaha kakap bersama para pemimpin tentara. Elit ini menggantikan pemimpin partai komunis yang segera dilupakan,” tutur dia.
Dalam buku itu, kata Denny, lebih maju dibandingkan Amerika Serikat, China disamping lebih kaya, juga lebih cepat menemukan persenjataan supra modern, banyak jenisnya. Antara lain sejenis “cyber attack” yang mampu melumpuhkan aneka sistem elektronik bahkan yang paling canggih di Amerika Serikat.
“Indonesia saat itu, di tahun 2030, disebut novel tersebut menjadi negara yang gagal, Failed State. Ini kondisi yang jika lebih buruk lagi bisa mengarah pada collapse seperti yang dialami Uni Sovyet dan Yugoslaviakia, dua negara yang hilang dalam peta. Namun Failed State tak otomatis semakin buruk jika bisa diperbaiki,” papar Pendiri LSI itu.
Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman