HankamOpini

Panglima Etnis Dayak Sebagai Kader Pembina Bela Negara

NUSANTARANEWS.CO – Menurut UUD 1945 pasal 30 ayat (1) berbunyi bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”. Dalam infrastruktur dan suprastruktur masyarakat etnis Dayak, sudah ada sistem pertahanan adat guna melindungi seluruh masyarakat etnis Dayak.

Seperti senapan Lantak, Sumpit, panah, jerat, Mandau, dan racun, serta alat komunikasi pertahanan etnis Dayak yakni “Mangkok Merah”. Semuanya itu digunakan untuk mempertahanakan kelompok etnis Dayak dari segala bentuk serangan dari pihak musuh.

Namun setelah kemerdekaan, kebudayaan kelompok etnis Dayak itu, bisa dikembangkan menjadi kekuatan untuk membela negara. Sebagaimana halnya pada peristiwa penumpasan PGRS/PARAKU di Kalbar (Kalimantan Barat). Kemenangan TNI dipercepat dengan dukungan Panglima-Panglima kelompok etnis Dayak.

Berdasarkan pengalaman sejarah peran kebudayaan kelompok etnis Dayak dalam membela negara dari aneksasi komunis melalui PRGS/PARAKU, maka kebudayaan kelompok etnis Dayak dapat dilestarikan dengan menjadikannya sebagai Kader Pembina Bela Negara (KPBN) di Kalimantan.

Baca Juga:  Apakah Orban Benar tentang Kegagalan UE yang Tiada Henti?

Berdasarkan data yang ditemukan, para Panglima etnis Dayak itu menurut Ketua DAD Kalbar, Yacobus Kumis bahwa sekarang berjumlah 156 orang. Jumlah itu akan meningkat mana kala dilakukan pendataan yang lebih menyeluruh.

Nilai-nilai bela negara yang harus lebih dipahami penerapannya dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara antara lain: Cinta Tanah Air—Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara—Rela berkorban untuk Bangsa dan Negara—Memiliki Kemampuan Bela Negara.

Tentang cinta tanah air, kelompok etnis Dayak terbukti menolak berdirinya negara Kalimantan Utara yang didirikan oleh PGRS/PARAKU pada tahun 1967 yang sempat berusia 30 jaman. Kelompok etnis Dayak ikut ABRI menggagalkan negara buatan komunis itu.

Tentang keyakinan kelompok etnis Dayak terhadap ideologi Pancasila, juga sudah terbukti bahwa kelompok etnis Dayak turut menumpas PGRS/PARAKU bersama TNI dengan keyakinan bahwa komunis adalah musuh ideologi Pancasila. Pancasila, hingga saat ini masih diyakini oleh kelompok etnis Dayak sebagai ideologi negara.

Tentang kerelaan berkorban untuk negara dan bangsa, kelompok etnis Dayak, juga sudah membuktikan jiwa dan raganya telah turut dikorbankan bersama TNI ketika menumpas kekuatan komunis PGRS/PARAKU pada tahun 1967. Sikap itu dewasa ini masih ada dan semakin menguat, apa lagi jika ada lawan mereka yang sedang mengganggu stabilitas politik dan kemanan negara.

Baca Juga:  Keingingan Zelensky Meperoleh Rudal Patriot Sebagai Pengubah Permainan Berikutnya?

Mengenai pengetahuan kemampuan Bela Negara, kelompok etnis Dayak sudah memilikinya sejak mulai dilahirkan. Karena dalam budaya kelompok etnis Dayak mengenal adat “darah dibalas darah, mata dibalas mata, dan nyawa dibalas nyawa”. Adat kelompok etnis Dayak itu masuk dalam substansi kebuadayaan perang.

Itu sebabnya dalam kelompok etnis Dayak dikenal dengan jabatan Panglima Perang Dayak. Karena memang kelompok etnis Dayak adalah kelompok etnis yang suka berperang. Kelompok etnis Dayak memiliki naluri membunuh musuhnya yang sangat kuat. Kebudayaan itu tentu terbentuk dari paham adat-istiadat “darah dibalas darah, mata dibalas mata, dan nyawa dibalas nyawa” sebagaimana disebutkan juga di atas.

*M. Dahrin La Ode, Penulis adalah Direktur Eksekutif Center Institute of Strategic Studies (CISS) dan penulis buku “Etnis Cina Indonesia dalam Politik”.

Related Posts

1 of 19