NUSANTARANEWS.CO – Tujuh Tahun sudah si penyair Burung Merak, W.S. Rendra terbang tinggi selamanya. Kendati Indonesia kehilangan sosok penyair dengan berbagai julukan yang disandangnya, jiwa sang pemangku Bengkel Teater Rendra itu senantiasa ada dalam diri setiap pecintanya. Pada tanggal 9 Agustus 2016 lalu, puluhan seniman tanah air yang pernah bersinggungan dengan Rendra mengadakan acara 7 tahun kepergian Rendra. Megutip keta Remy Sylado, Rendra Wafat, Hiduplah Rendra.
Menandai tujuh tahun kepergian Renda ke pangjuan Yang Maha Esa, redaksi nusantaranews.co berkunjung ke salah satu anggota bengkel teater Rendra yaitu penyair sekaligus dramawan Jose Rizal Manua di toko bukunya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Rabu (10/8) lalu. Dalam kesempatan itu, bang Jose, kami mamanggilnya, berkisah tentang sosok Rendra yang tidak banyak orang ketahui.
Tentang Rendra, Kata bang Jose, satu hal dari dirinya yang tidak banyak diketahui orang adalah Rendra itu humoris. Selain Rendra puitis, dia juga humoris. Rendra itu sunga ngebanyol ketika berada di tengah-tengah kita (anggota bengkel teater Rendra) tetapi kalo di publik, tidak. Dia (Rendra) memberikan perhatian yang khas kepada semua anggota bengkel teater yang banyak orang nggak tahu.
“Secara diam-diam misalnya bagaimana dia berkomunikasi dengan saya (Jose), bagaimana dia diam-diam berkomunikasi dengan individu-individu bengkel teater yang lain dengan cara yang khas yang anak lain nggak tahu. Itu tertanam dalam kepribadian-keperibadian masing-masing anggota bengkel teater. Putu Wijaya punya kenangan yang khas, chairul Umam, Amak Baljun, Deddy Sutomo, semua punya kenangan-kenangan khas yang tidak dipunyai oleh yang lain. Rendra pernah tidur di rumah saya juga ketika dia keluar dari penjara. Saat itu dia datang dan menginap di rumah saya,”
Rendra itu, kata pendiri teater anak-anak, Teater Tanah Air itu, tidak membenarkan yang salah tapi tanpa kebencian. Jadi kalau dia marah, marahnya tidak terbawa jauh, marahnya selesai sampai disitu dan yang salah-salah kita perbaiki bersama. Prinsip dia, jika salah ya salah, tidak bisa dibenar-benarkan. Itu keperibadian yang kuat saya kira.
Terkait dengan impian atau keinginan besar Rendra selama masih hidup dan belum tercapai, menurutnya adalah memanggungkan drama “Kalatida” karya Ronggowarsito. “Ada satu pekerjaan yang belum kita selesaikan itu, memanggungkan “Kalatida”. Jadi, saya waktu itu berencana sama Rendrea untuk memanggungkan Kalatida dari Ronggowarsito. Rendra waktu itu hendak menulis ulang (istilah barat) karya Ronggowarsito kemudian dibawakan dengan seperangkat gamelan. Itu rancangan yang tidak terwujud sampai hari ini,” ungkap sosok suami dari Nunum Raraswati.
Pembicaran mengenai rencana pementasan Kalatida tersebut direncanaka berdua setelah pendiri Galeri Buku Bengkel Deklamasi Jakarta itu meminta Rendra membawakan puisi-puisi Chairil Anwar. “Rendra saya minta untuk membawakan puisi-puisi Chairil. Rendra tidak pernah membacakan puisi-puisi orang lain, tahu-tahu membawakan satu buku puisi Chairil Anwar, dipanggungkan, dipertontonkan secara luas kepada masyarakat. Akhirnya, kita melihat dia sosok yang rendah hati. Artinya, dia hormat kepada orang-orang yang mempunyai keperibadian yang kuat. Dia hormat kepada Chairil Anwar, dia kagum pada Chairil Anwar,” ungkapnya lagi sambil mengenang sang guru sekalis teman alias Mas Willy, panggilan akrab Rendra bagi teman-temannya.
Lebih lanjut, Lelaki lulusan Magister Bidang Film, Institut Seni Indonesia Surakarta itu, mengutarakan kekagumannya pada Mas Willy. Menurutnya, dia (Mas Willy) adalah aktor yang luar biasa.
“Bagaimana dia menyembunyikan ke dalam persoalan, kemudian dia masuk ke dalam peran yang dia mainkan. Kita tidak melihat ketika dia memainkan peran-peran di panggung, kita tidak melihat derita di balik itu, persoalan-persoalan yang dia alami dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu bisa dia singkirkan sejenak untuk menjadi tokoh yang dia mainkan. Itu kelebihan tersendiri sebagai aktor,” ucapnya penuh kenangan dan kekaguman. (Selendang Sulaiman)