NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pakar komunikasi dari Universitas Indonesia (UI) Irwansyah menjelaskan, untuk memahami keberadaan Muslim Cyber Army (MCA) maka hal itu dapat melalui tiga tingkatan. Tiga tingkatan tersebut adalah makro, meso dan mikro.
Irwansyah menjelaskan pada tingkatan makro, terjadi penguatan Islam dan berkembangnya media baru atau media sosial global yang merupakan simbiosis dari agenda pemangku kepentingan yang terakomodasi dengan baik.
“Atau dengan kata lain, Islam semakin menguat dan media sosial menjamur. Sehingga aktor yang berkepentingan pada akhirnya memperluas agenda dengan mudah melalui media baru,” kata Irwansyah di Jakarta, Jumat (2/3/2018).
Sementara, pada level meso atau menengah, Islam dan media sosial memiliki karakter yang berjaringan sehingga terjadi sinergi dalam aktivitas dan pola penyebaran pesan komunikasinya.
“Perantara antaraktor yang terfasilitasi dalam jaringan organisasi Islam dan media sosial, maka jaringan memperkuat isu-isu Islam yang mudah dikemas dalam berbagai kepentingan. Tidak hanya politik tetapi juga dalam penguatan komunitas luar jaringan maupun dalam jaringan baik secara ekonomi, sosial dan budaya,” jelas Irwansyah.
Sedangkan pada level mikro, tambah dia, individu dengan mudahnya mengemas pesan baik ideologi apa pun untuk dikapitalisasi dalam teori penawaran dan permintaan.
“Pesan yang dimanipulasi, dimodifikasi, atau dikomodifikasi yang bersifat hoaks adalah permainan untuk menciptakan kericuhan, atau lebih mudahnya adalah peluang untuk menciptakan anti kemapanan seperti kecemasan, kekhawatiran, dan ketakutan). Sehingga setiap orang akan mencari atau membangun kelompoknya untuk mencari perlindungan terhadap keyakinan dan kepercayaannya tersebut,” terang dia.
Pria lulusan University of Hawaii at Manoa tersebut juga mengatakan, terungkapnya jaringan penyebar kabar bohong (hoaks) dan ujaran kebencian Muslim Cyber Army (MCA), menjadi bukti penyelenggaraan Pemilu 2019 nanti akan diwarnai politisasi agama. Aktivitas yang dilakukan MCA, juga dilakukan untuk menyerang pihak-pihak tertentu dengan menggunakan isu SARA, termasuk agama.
“Hal ini karena aktor, media saluran komunikasi, dan pesan (yang bersifat politik) mudah diarahkan dan mengarah kepada kawan dan lawan politik dalam menuju instabilitas pertahanan dan keamanan,” katanya.
Menurutnya, hal ini akan berdampak pada hilangnya kepercayaan dari investor terhadap Indonesia. Karenanya, dia mengingatkan agar semua pihak dapat beradaptasi dengan perubahan yang sangat dinamis saat ini. “Ada baiknya karena masih sesama warga negara dirangkul utk membangun kesejahteraan bersama,” imbuh dia.
Irwansyah juga menyebut, berkembangnya fenomena MCA terjadi seiring dengan menguatnya keyakinan seseorang dan komunitas tertentu. “MCA merupakan bagian dari fenomena menguatnya keyakinan seseorang dan komunitas tertentu dalam masyarakat yang saling terhubung dengan teknologi media berjaringan yang semakin personal,” ucapnya.
Pewarta: M. Yahya Suprabana
Editor: Achmad S.