Mancanegara

Pada 11 April, Selandia Baru Resmi Larang Penjualan Senjata Semi Otomatis

brenton tarrant, penembakan massal, pelaku penembakan massal, selandia baru, senapan semi-otomatis, nusantaranews, the yellow rose of texas, nusantara news
Senapan semi-otomatis yang digunakan Brenton Tarrant melakukan penembakkan massal di Christchurch, Selandia Baru pada Jumat (14/3). (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern melarang penjualan senjata serbu semi otomatis menyusul insiden penembakan massal di dua masjid Christchurch.

Pelaku penembakan massal di Christchurch, Selandia Baru, Brenton Tarrant menggunakan sejumlah senapan semi otomatis untuk memberondong timah panas kepada warga muslim yang tengah beribadah. Brenton menggunakan senapan laras panjang semi otomatis tipe AR-15 modifikasi dari M16.

Jacinda mengatakan, larangan penjualan senjata ini bertujuan untuk mencegah aksi teror agar tidak terulang lagi di Selandia Baru pada masa-masa mendatang.

“Ini untuk mencegah aksi teror agar tidak terjadi lagi di negara kami. Percayalah, ini hanya awal dari pekerjaan yang akan kami lakukan,” kata Perdana Menteri dalam konferensi pers, Kamis (21/3/2019).

Baca juga: Mengungkap Makna Tulisan di Senapan Pelaku Penembakan Massal di Selandia Baru

Jacinda menegaskan, sepekan setelah insiden di Christchurch, tepatnya 11 April 2019, undang-undang baru tentang penjualan senjata resmi dilarang, dan skema pembelian senjata akan dibuat lebih ketat. Begitu juga aturan terkait senjata terlarang akan dibuat lebih ketat.

Baca Juga:  Drone AS Tidak Berguna di Ukraina

“Enam hari setelah serangan ini kami mengumumkan larangan terhadap semua jenis senapan semi otomatis gaya militer dan senapan serbu di Selandia Baru,” kata Jacinda.

Menurut Perdana Menteri, selama ini pembelian senjata secara ilegal memang meningkat di negaranya, bukan saja karena aturan yang cenderung lemah, tetapi juga dipengaruhi oleh maraknya beredar majalah-majalah yang mengupas seputar jenis-jenis senapan. Bahkan, selama ini berbagai jenis senapan bisa dibeli secara online.

“Singkatnya, semua jenis senjata otomatis yang digunakan dalam serangan teroris pada hari Jumat lalu akan dilarang jual-belinya di negara ini,” tegasnya.

Kasus penembakan massal di Christchurch membuat Selandia Baru punya catatan buruk terkait masalah kekerasan. Kasus penembakan massal di Selandia Baru diketahui memang sangat jarang terjadi.

Pasalnya, Selandia Baru membuat aturan ketat tentang penggunaan senjata dan membatasi penggunaan senapa semi otomatis sejak 1992 silam, dua tahun setelah seorang pria pengidap gangguan mental menembak mati 13 orang di Kota Aramoana, Pulau Selatan.

Baca Juga:  Apakah Orban Benar tentang Kegagalan UE yang Tiada Henti?

Menurut undang-undang Selandia Baru, siapa saja yang berusia di atas 16 tahun dapat mengajukan izin untuk memiliki senjata api standar dengan syarat telah lulus dari kursus keselamatan. Namun begitu, izin yang diberikan ini secara tidak langsung telah memberikan peluang bagi warga untuk membeli dan menggunakan senapan tanpa pengawasan.

Pria asal Australia bernama Brenton Tarrant (28) pelaku serangan di Selandia Baru pekan lalu menjadi sorotan tajam dunia internasional. Apalagi, aksi brutalnya itu sempat disiarkan secara langsung melalui media sosial.

Dalam persidangannya, Brenton didakwa melakukan tindakan pembunuhan dan polisi mengatakan ada kemungkinan pria itu menghadapi lebih banyak dakwaan akibat ulah brutalnya tersebut.

(eda/as)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,050