Lintas Nusa

Orang Pedalaman, Orang Persimpangan

NUSANTARANEWS.COOrang Pedalaman, Orang Persimpangan. Kecamatan Nanga Sokan. Tidak ada yang tahu atau kenal dengan daerah ini, bahkan mungkin pembaca sekalipun. Ya, benar, orang lebih kenal dengan kota-kota besar ketimbang daerah-daerah terpencil. Sejak dahulu, kita hanya mengaku sebagai warga negara Indonesia saja, tetapi tidak pernah ingin tahu sampai di sudut mana teritori wilayah kekuasaan negara ini. Banyak orang bilang, itu tugas pemerintah, sedang tugas kita hanyalah menjadi warga negara yang baik. Itu sudah lebih daripada cukup, kata mereka.

Sebelah Barat menghadap Kuching, Malaysia, di sudut Utara tepat berbatasan dengan Kalimantan Tengah, sedang di sebelah Timur segaris dengan Kalimantan Timur. Sudut-sudut arah itu adalah gambaran simpel untuk menunjukkan letak Nanga Sokan.

Menyusuri sungai Batang Pinoh ke hilir, masih banyak daerah lainnya seperti Madong, Kota Baru, Nanga Sayan, Nanga Ela, hingga berujung di Kabupaten Melawi, sebuah Kabupaten baru hasil dari pemekaran daerah, sehingga jadilah Nanga Sokan menjadi bagian dari kawasan Kabupaten Melawi yang sebelumnya masuk dalam kawasan Kabupaten Sintang.

Baca Juga:  Khofifah Layak Pimpin Jatim Dua Periode, Gus Fawait: Sangat Dirindukan Rakyat

Nanga Sokan ke hulu tak lagi terdapat kecamatan. Nanga Sokan adalah kecamatan terakhir yang terdiri dari berbagai desa macam Nanga Potai, Melana, Nanga Betangai, Meligai, Gelata, Tangkit, Nanga Libas dan Penyengkuang. Jauh ke hulu lagi, sudah berjumpa dengan Kalimantan Tengah yang jika ditelusuri akan menghabiskan waktu satu hari satu malam.

Kecamatan Nanga Sokan dihuni mayoritas suku Melayu dan Dayak. Sementara di Sokan sendiri sebagian terdapat warga Tionghoa. Kehidupan sosial di Sokan dapat dikatakan rukun, meski bercampur dengan beragam suku.

Selain itu, meski termasuk kawasan terpencil, tetapi konon pada masa penjajahan Belanda, para serdadu Belanda pernah datang ke Sokan. Bahkan, di daerah Madong di sana terdapat makam pahlawan yang berarti perlawanan masyarakat Indonesia terhadap penjajah juga terdapat di daerah-daerah terpencil.

Dari segi pendapatan, karet adalah primadona satu-satunya. Namun belakangan, muncul kabar berita bahwa perusahaan-perusahaan mulai masuk untuk memanfaatkan kondisi alam yang masih natural dan belum tersentuh. Mirisnya, menurut kabar tersebut, perusahaan-perusahaan yang masuk milik investor Malaysia. Ya, perusahaan kelapa sawit. Entah apa yang telah dilakukan pemerintah daerah, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, yang jelas perusahaan-perusahaan tersebut masuk dengan janji surga membuka lapangan pekerjaan demi kesejahteraan masyarakat, dalih mereka.

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Ekspansi perusahaan asing di kawasan Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Melawi sungguh disayangkan memang. Pemerintahan negara Indonesia ternyata lebih memilih investor asing untuk membuka lapangan pekerjaan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat atas nama kesejahteraan. Padahal, kalau dipikir-pikir, masyarakat akan dapat apa dari perusahaan tersebut kecuali hanya akan menjadi buruh dan kuli. Ya, hanya sekadar jadi buruh dan kuli belaka. Sementara para pemegang kebijakan memperoleh imbalan besar dari deal to deal dengan perusahaan yang masuk dan siap mengancam kelestarian alam Kalimantan, khususnya di kawasan Kabupaten Melawi. Pun andai kata masyarakat telah menjadi buruh dan kuli, paling-paling jasa dan tenaga mereka hanya akan dibayar dengan murah, sementara para pemegang kebijakan meraup keuntungan puluhan hingga jutaan rupiah. Ya, begitulah cara para pemimpin negeri ini dalam mensejahterakan masyarakatnya. Miris!

Related Posts

1 of 2