Ekonomi

Orang Miskin Hanya Turun 1% dalam 4 Tahun, Orang Kaya Naik 10% Per Tahun, APBN Rp 7000 Triliun untuk Siapa?

angka kemiskinan, orang miskin, penduduk miskin, jumlah penduduk miskin indonesia, badan pusat statistik, garis kemiskinan, natalius pigai, data bps, tingkat kemiskinan, jokowi gagal, kemiskinan turun, orang kaya naik, orang kaya indonesia, kemiskinan, nusantaranews
Ketimpangan antara rakyat miskin dan orang kaya di kota. (Foto: Ilustrasi/IST)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Empat tahun sudah Joko Widodo (Jokowi) menjadi Presiden Indonesia. Selama 4 tahun itu pula, pemerintahan Jokowi dihujani kritik-kritik tajam dan menohok. Termasuk menyangkut isu-isu tentang kemiskinan, kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi.

Mantan Staf Khusus Menakertrans, Mantan Kepala Subbidang Statistik Ketenagakerjaan Kemenakertrans RI Natalius Pigai mengaku selama 4 tahun itu dirinya nyaris saban hari mengkritik pemerintahan Jokowi.

“Empat tahun pula mengikuti tiap langkah presiden, 4 tahun juga mengikuti ke mana arah pemimpin negeri ini akan berlabuh, akhirnya tahun yang ke-4 terlihat pemimpin berwajah desa cuma citra dan framing. Saya berbangga bisa menentang mainstream utama kekuasan dan meninggalkan uang, jabatan dan kekuasaan demi orang-orang desa yang miskin dan terpinggirkan. Akhirnya Tuhan berikan anugerah untuk menemukan kebohongan,” katanya dalam sebuah catatan yang diterima redaksi, Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Baca juga: Dibandingkan 6 Presiden Sebelumnya, Jokowi Paling Gagal Entaskan Kemiskinan

Pigai menjelaskan, kemiskinan merupakan problem serius suatu negara manapun. Salah satu tolok ukur kemajuan suatu negara adalah memajukan masyarakat yang adil dan makmur. Bangsa manapun tidak akan mencapai cita-cita sejahtera apabila jumlah penduduk miskin semakin tinggi.

Menurutnya, Garis Kemiskinan (GK) rakyat dilihat atas penjumlahan dua variabel utama. Pertama, Garis Kemiskinan Makanan (GKM) yang dilihat menurut konsumsi kalori maksimum. “Untuk negara kita dihitung dari konsumsi 2100 per kapita/hari dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM),” ujarnya.

Baca Juga:  Bangun Tol Kediri-Tulungagung, Inilah Cara Pemerintah Sokong Ekonomi Jawa Timur

Kedua, Garis Kemiskian Non Makanan (GKNM) merupakan kemampuan rakyat untuk memenuhi aspek sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itulah maka pengentasan kemiskinan menjadi amat penting bagi sebuah bangsa karena akan mengukur kemampuan rakyat memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach).

“Penjelasan saya berikut ini belum bisa dulu menjelaskan angka kemiskinan menurut kabupaten/kota karena sampai saat ini BPS belum merilis untuk membeli buku data maupun juga row data BPS yang memang saya selalu langganan sejak lama, padahal data lengkap ini penting untuk melihat indeks kedalaman kemiskinan (poverty gab index) istilah statistik dengan simbol (P1). Namun akan saya jelaskan potret buram kemiskinan negeri ini di bawah kepemimpinan Jokowi setelah bulan Agustus 2018,” paparnya.

Baca juga: Kekayaan 4 Orang Indonesia Setara Dengan 100 Juta Penduduk

“Meskipun demikian saya memiliki data nasional sehingga selanjutnya akan menjelaskan perkembangan global atau data secara nasional baik dalam angka postulat maupun juga persentase kemiskinan sejak orde baru masa Presiden Suharto tahun 1998 sampai dengan Joko Widodo 2018 yaitu kurang lebih 20 tahun,” Pigai menambahkan.

Baca Juga:  Pemerintah Desa Pragaan Daya Salurkan BLT DD Tahap Pertama untuk Tanggulangi Kemiskinan

Dia menuturkan perbandingan ini penting karena gambaran periodik ini akan membuka tabir kemampuan (kapabilitas) seorang presiden, siapa Presiden yang pro dan tulus terhadap orang miskin (pro poor) dan siapa presiden yang tidak peduli dengan orang miskin, siapa Presiden yang lebih pro kepada sekelompok elit oligarki dan orang-orang kaya.

Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat kemiskinan di Indonesia pada 17 Juli 2018. Menurut BPS, tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai angka di bawah dua digit, tepatnya pada angka 9,82 persen per Maret 2018. Angka ini berkurang bila dibandingkan periode yang sama tahun 2017 lalu yang masih berada di angka 10,64 persen.

BPS mengatakan, jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2018 mencapai 25,95 juta orang atau turun 633,2 ribu orang dibanding September 2017 yang mencapai 26,58 juta orang (10,64%).

“Bulan ini, semua orang terperangah mendengar pernyataan Menteri Keuangan yang konon katanya terbaik Sri Mulyani Indrawati serta Kepala Badan Pusat Statistik RI. Bagi orang awam seantero Republik Indonesia terperangah mendengar kata-kata penurunan tertinggi sepanjang sejarah Republik Indonesia karena terjadi penurunan hingga mencapai 9,86% atau 25,96 juta. Konon katanya juga baru pertama kali memasuki 1 digit yaitu di bawah 10 persen,” terang Pigai.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Baca juga: Keberpihakan Ekonomi Semakin Menyimpang dari Ekonomi Konstitusi

“Turunnya itu cuma 1 persen selama empat tahun. Dari data sah BPS, Jokowi itu paling gagal, ia hanya berhasil menurunkan angka kemiskinan sebanyak 1 persen selama empat tahun. Rp 7 ribu triliun APBN yang dihabiskan,” tambahnya.

Bagi Pigai, fakta ini merupakan sebuah ironi. Pasalnya, selama 4 tahun orang miskin hanya turun 1 persen sementara orang kaya naik 10 persen. Dia merujuk hasil survei terbaru berjudul Global Welath Report 2017 yang diterbitkan oleh Credit Suisse yang menyebutkan bahwa Indonesia kini memiliki 868 orang super kaya atau yang masuk dalam kategori Ultra High Net Worth Individual (UNHWI). Dan 111 ribu penduduk Indonesia juga digolongkan sebagai miliuner atau orang yang memiliki pendapatan di atas US$ 1 juta atau setara Rp 13,5 miliar (kurs US$ 1: Rp 13.505). Orang kaya meningkat lebih dari 10 persen hampir tiap tahun.

“Jokowi hampir 4 tahun pimpin Indonesia habiskan anggaran negara 7 ribu triliun atau rata-rata 2 ribu triliun pertahun, hanya mampu turunkan 1% jumlah orang miskin. Sementara pundi-pundi orang kaya makin bertambah,” tuntasnya.

Editor: Eriec Dieda & Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,065