Mancanegara

Operasi Militer Turki di Perbatasan Dinilai Membuka Pintu Teroris Masuk Suriah

NUSANTARANEWS.CO – Operasi militer ‘terlambat’ pasukan Turki di perbatasan Suriah dinilai telah membuka pintu untuk kelompok teroris masuk ke Suriah setelah dipukul mundur sejak 2014 hingga penghujung 2017 lalu. Memasuki bulan ketiga Operasi Ranting Zaitun (Operation Olive Branch) militer Turki di Suriah barat laut seperti dilaporkan media telah menetralisir sedikitnya 3.171 militan, terutama di kawasan Afrin.

Pasukan pendukung Partai Pekerja Kurdistan (PKK) adalah terget utama karena kelompok tersebut dicap teroris oleh Turki, AS dan Uni Eropa. Sebenarnya Turki juga menargetkan organisasi sayap militer PKK yakni Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG). Namun belakangan, AS protes dan meminta Turki mengalihkan targetnya karena YPG dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) mendapat dukungan AS.

“Pemerintah Turki telah membuka perbatasan bagi puluhan ribu teroris untuk memasuki Suriah,” kata Duta Besar Suriah untuk PBB, Bashar Jaafari kepada Sputnik. Seperti diketahui, pemerintah Bashar Al-Assad mengecam aksi militer Turki di wilayah kedaulatan Suriah, dan mengancam akan melakukan serangan jika Turki terus membunuh orang-orang Kurdi yang notabene bagian dari rakyat Suriah.

Baca Juga:  Belgia: Inisiatif Otonomi di Sahara Maroko adalah Pondasi Terbaik untuk Solusi bagi Semua Pihak

BACA JUGA: AS dan Turki Sedang Mem-Balkanisasi Suriah Dengan Kekuatan Militer

Jaafari mengatakan, Turki kini telah berkomitmen untuk mempersenjatai teroris dan membiayai aktivitas mereka, membuat sebuah kamp untuk pelatihan militer di wilayah Turki serta memfasilitasi akses mereka ke senjata kimia. Menurut Jaafari, kelompok teroris yang diduga terinspirasi oleh pemerintah Turki merampok pabrik di Aleppo. Nilai jarahan diperkirakan mencapai puluhan miliar dolar AS, tulis Sputnik.

Lebih lanjut, tuduhan serius lainnya terhadap Turki juga mengenai kejahatan perang yang dilakukan militer Turki di perbatasan karena melancarkan agresi langsung ke Afrin. Bahkan, Jaafari mengungkapkan Ankara menolak untuk mematuhi ketentuan Resolusi 2401 DK PBB untuk penghentian permusuhan di Suriah.

Seperti diwartakan, pekan lalu DK PBB dengan suara bulat mengadopsi Resolusi 2401 yang berisi desakan kepada smeua pihak, termasuk Turki, untuk segera menghentikan perang dan mematuhi gencatan senjata demi kemanusiaan. Selain itu, resolusi itu juga memuat agar perang di perbatasan Suriah dihentikan setidaknya selama 30 hari untuk memastikan keamanan dan pengiriman bantuan kemanusiaan tidak terganggu, serta evakuasi media bagi mereka yang terluka.

Baca Juga:  Rezim Kiev Wajibkan Tentara Terus Berperang

BACA JUGA: Perang Tak Kunjung Berhenti, ‘Balkanisasi’ Suriah Segera Dilakukan

Namun, pelanggaran gencatan senjata terus terjadi di negara yang dilanda krisis, termasuk di Ghouta Timur. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengkritik resolusi tersebut, dan bersikeras bahwa pasukan Turki melancarkan serangan dan membunuh organisasi teroris. Pada tanggal 20 Januari merupakan hari pertama Operasi Ranting Zaitun digelar Turki di perbatasan Suriah-Turki. Ankara mencap Partai Uni Demokrat (PYD), sebuah partai politik Kurdi di Suriah utara, dan milisi YPG yang dihubungkan dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) sebagai organisasi teroris.

Dan Damaskus sendiri telah mengutuk operasi militer Turki tersebut, dan menganggapnya sebagao pelanggaran terhadap kedaulatan Suriah. (red)

 BACA JUGA: Berebut Pipa Gas di Suriah

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 2