EkonomiPolitik

One Belt One Road Cina Bakal Diteken Bulan Depan, Ekonom Senior: Hati-hati Dengan Cina

Rizal Ramli (Foto Dok. Rusman)
Rizal Ramli (Foto: Rusman untuk NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Impian Cina membangun kembali sejarah peradaban masa lalunya yang pernah menguasai dunia dengan produk-produknya nampak semakin mendekati kenyataan. Hal itu terbukti dengan renaca tahap pertama proyek skala besar dari inisiatif One Belt One Road Cina yang akan ditandatangani pada bulan depan.

Kabar penandatanganan tersebut ditegaskan oleh Menteri Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan sendiri pada Kamis malam, 21 Maret 2019.

Baca Juga:

Dilansir dari Tempo.co, dalam pertemuan Global Maritime Fulcrum Belt And Road Initiatives (GMF–BRI), dinyatakan bahwa Cina sudah menyiapkan rancangan Framework Agreement untuk bekerja sama di Kuala Tanjung, Sumatra Utara (Sumut) sebagai proyek tahap pertama.

Setelah tahap tersebut, ada beberapa tahap proyek kerja sama lain yang telah disepakati seperti Kawasan Industri Sei Mangkei dan kerja sama strategis pada Bandara Internasional Kualanamu untuk tahap kedua.

Baca Juga:  Demokrat Raup Suara Diatas 466 Ribu, Ibas Kokoh 312 Ribu Lebih

Tidak hanya itu, masih ada lagi yaitu pengembangan energi bersih di kawasan Sungai Kayan, Kalimantan Utara (Kaltara), pengembangan kawasan ekonomi eksklusif di Bitung, Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Kura-Kura Island di Bali. “Tahap pertama hampir selesai dengan nilai proyek beberapa miliar dolar AS yang akan ditandatangani pada waktunya dalam satu bulan ke depan,” kata Luhut.

Berdasarkan pengajuan bisnis, lanjut Luhut, secara umum, Pemerintah Indonesia menawarkan dua kelompok proyek prioritas. Kelompok pertama mencakup empat koridor wilayah yakni di Sumut, Kaltara, Sulawesi Utara (Sulut), dan Bali. Sementara itu, kelompok kedua terdiri atas beberapa proyek di Sumatra Selatan (Sumsel), Riau, Jambi, dan Papua.

Ia pun menegaskan bahwa, proyek yang dikerjasamakan tersebut murni dilakukan secara Business-to-Business (B2B). Kehadiran Pemerintah Indonesia dan Cina disebut hanya untuk memfasilitasi bertemunya masing-masing badan usaha antara kedua negara.

Adapun kerjasamanya, terang Luhut, dilakukan pada badan usaha swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun perguruan tinggi. Contohnya, proyek Kura-Kura Island yang akan dilakukan antara Institut Teknologi Bandung (ITB) di Indonesia dan Universitas Tsinghua di Beijing. Kerja sama ini pun tidak terbatas pada badan usaha di Cina saja, melainkan juga pengusaha luar negeri seperti Jerman dan Jepang yang beroperasi di negara tersebut.

Baca Juga:  Ketum Gernas GNPP Anton Charliyan Ikut Hadir Deklarasi Ribuan Purn TNI-Polri Dukung Prabowo Gibran di Bandung

“Kita terus berunding, kita tidak ingin diatur semua, mereka harus comply (tunduk) dengan empat ketentuan yang kita buat. Ada added value, tekonologi first class, transfer teknolofgi, dan menggunakan sebanyak mungkin tenaga kerja Indonesia,” kata Luhut.

Hati-hati Dengan Cina

Penandatanganan ini tentu menjadi kabar besar paling menggembirakan bagi Cina. Akan tetapi, belum tentu menjadi kabar baik pula bagi Indonesia. Walaupun kerjasama ini telah disepakati oleh pemerintahan Joko Widodo, ternyata renacana penandatanganan ini masih menimbulkan tandatanya dari sejumlah pihak.

Sebelumnya perihal proyek Indonesia dengan Cina ini pun sudah diprediksi oleh salah satu Ekonom Senior Rizal Ramli. Menurut Rizal, proyek Indonesia dengan Cina akan memposisikan Indonesia di bawah pengaruh Cina. Hal ini sangat disayangkan, karena menurutnya, Indonesia bisa saja menempatkan diri sebagai “pemain penyeimbang” di lingkup internasional.

“Kita harus hati-hati dengan strategi loan to own China. Di beberapa negara mereka membantu proyek-proyek yang sudah pasti tidak untung. Setelah itu mereka akan memilikinya,” kata Rizal (16/3) lalu.

Baca Juga:  Dukungan Prabowo-Gibran Terus Menguat, Suara Ganjar-Mahfud di Malang Raya Terancam Tergerus

OBOR Cina adalah dalah suatu strategi pembangunan yang diusulkan oleh Presiden Cina Xi Jinping yang berfokus pada konektivitas dan kerja sama antara negara-negara terutama Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Kebijakan ini meliputi pembangunan rel kereta, jalan dan pelabuhan di seluruh dunia dengan dana pinjaman dari Beijing yang bernilai miliaran dolar di sejumlah negara. (mys/nn)

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,163