Ekonomi

Nestapa Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di Era Kepemimpinan Jokowi-JK

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. (Foto: Istimewa)
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaEkonomi stagnan di angka 5 persen di era kepemimpinan Jokowi-JK kembali mendapat perhatian ekonom senior Rizal Ramli.

Dalam sebuah catatan kritisnya, dia menyebut tebaran optimisme Jokowi semakin lama kian memudar seiring tak membaiknya kondisi perekonomian nasional. Bahkan, kata dia, dalam banyak hal harapan akan kehidupan yang lebih baik makin memudar.

“Ekonomi stagnan di 5%, daya beli rakyat merosot, pengurangan kemiskinan terendah sejak reformasi. (Joko) Widodo hanya mengurangi 450.000 orang miskin per tahun,” ujar Rizal Ramli seperti dikutip dari catatan kritisnya, Jakarta, Selasa (26/2/2019).

“Bandingkan dengan era Presiden Gus Dur yang berhasil menurunkan kemiskinan 5,05 juta orang per tahun, Habibie 1,5 juta orang per tahun, Mega 570.000 orang per tahun dan SBY 840.000 orang per tahun,” sambung dia.

Ekonom senior ini menuturkan rendahnya penurunan kemiskinan di masa Jokowi lantaran garis ekonominya yang meninggalkan Trisakti, terutama karena kebijakan impor yang ugal-ugalan dan penghapusan subsidi listrik 450 VA dan 900 VA.

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

“Tambahan pula, risiko makro ekonomi semakin meningkat selama 2 tahun terakhir,” sebutnya.

“Boro-boro kedaulatan pangan tercapai, yang terjadi justru impor ugal-ugalan yang sangat merugikan petani. Boro-boro kedaulatan keuangan tercapai, yang terjadi justru utang yang semakin besar, dengan yield yang merupakan salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Pasifik,” lanjut mantan menteri kabinet Jokowi-JK ini.

Dia mengungkapkan, risiko makro ekonomi Indonesia meningkat selama 2 tahun terakhir dalam bentuk defisit neraca perdagangan (-8,57 miliar, 2018) dan defisit transaksi berjalan (USD -9,1 miliar, Q4 2018)

“Defisit transaksi berjalan 2018 adalah yang terburuk dalam 4,5 tahun terakhir,” terangnya.

Menurutnya, kegagalan Jokowi mencapai kedaulatan pangan dan kedaulatan keuangan terjadi karena tidak adanya konsistensi antara tujuan, strategi, kebijakan dan personalia.

“Tujuan untuk mencapai swasembada pangan dikhianati dengan kebijakan impor ugal-ugalan dan penunjukan pejabat yang doyan rente (rent seekers),” tegasnya.

Demikian juga halnya tujuan kemandirian keuangan, kata dia, dikhianati dengan kebijakan pinjaman luar negeri yang jor-joran dan penunjukan pejabat keuangan yang doyan memberikan yield tinggi yaitu 2-3% di atas negara yang ratingnya lebih rendah dari Indonesia seperti Philipina dan Vietnam, selain sifatnya kriminal, juga dilakukan semata-mata demi glorifikasi pribadi.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Gelar Gebyar Bazar Ramadhan Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat

“Jokowi berhasil membangun banyak proyek infrastruktur. Ada yang bermanfaat untuk rakyat, sebagian mempunyai nilai strategis terutama untuk mengurangi ketimpangan Jawa vs Luar Jawa,” paparnya.

“Tetapi beberapa berpotensi merugi dan harus disubsidi rakyat, seperti proyek jalan tol pantura (kerugian Rp 380 miliar/tahun) dan monorail Palembang (rugi Rp 9 miliar/bulan). Kasus-kasus kerugian itu adalah contoh rakyat untuk infrastruktur, bukan infrastruktur untuk rakyat. Itu terjadi karena tidak efektifnya fungsi planning, kalah dengan dawuh pandito Ratu,” tambah Rizal Ramli.

(gdn/wbn)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,066