Ekonomi

Neraca Perdagangan Pertanian Diklaim Surplus USD 10,98 Miliar

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kinerja perdagangan komoditas pertanian nasional diklaim Kementerian Pertanian terus membaik yang terlihat dari neraca atau selisih nilai ekspor dengan impor yang surplus. Kinerja perdagangan ini disebut sesuai dengan target pemerintah terutama Kementerian Pertanian (Kementan) untuk meningkatkan kinerja perdagangan komoditas pertanian, yang pada gilirannya turut mensejahterakan petani.

Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian Suwandi mengatakan, berdasarkan data badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor komoditas pertanian bulan Januari hingga Agustus 2017 mencapai US$ 22,18 miliar, sedangkan nilai impor hanya US$ 11,20 miliar, sehingga surplus US$ 10,98 miliar. Surplusnya ini naik 101 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya surplus US$ 5,46 miliar.

“Kebijakan pengendalian rekomendasi impor dan mendorong ekspor sudah on the right track dalam meningkatkan ekspor dan menurunkan impor. Ekspor kopi, karet, kelapa sawit, kelapa, pala, lada, kacang hijau, nanas, dan lainnya naik signifikan,” kata Suwandi dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (22/9/2017).

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

Sejak Januari 2016 hingga Agustus 2017 tidak ada impor beras medium, cabai segar dan bawang merah konsumsi. Kementan pun berhasil meningkatkan produksi jagung sehingga impor jagung di 2016 turun 62 persen dan sejak Januari hingga Agustus 2017 ini tidak ada impor jagung pakan ternak.

“Perlu dicermati, adapun impor beras di awal 2016 kemarin merupakan luncuran dari sebagian kontrak impor beras Bulog 2015. Kemudian di tahun 2017, yang diimpor bukanlah beras konsumsi jenis medium, akan tetapi merupakan jenis menir sebagai bahan industri,” ungkap dia.

Menurut Suwandi, ini membuktikan sejak 2016 sudah swasembada beras karena konsumsi beras 100 persen dari produksi sendiri dan tidak ada impor beras medium yang dikonsumsi masyakarat luas.

Sesuai data BPS, impor beras Januari hingga Agustus 2017 sebesar 191 ribu ton. Impor tersebut bukan beras medium, tetapi beras pecah 100 persen (menir) sebesar 187 ribu ton dan sisanya berupa benih dan beras termasuk beras khusus.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Untuk itu, Suwandi menilai ekspor-impor beras khusus jenis tertentu ini wajar dalam perdagangan dunia karena tidak diproduksi di dalam negeri. Indonesia pun juga sudah ekspor beras merah, beras hitam, beras organik dan lainnya.

Sementara itu, sambungnya, jagung yang diimpor di tahun 2017 sebesar 290 ribu ton ini bukan merupakan jagung pipil untuk kebutuhan pakan ternak.

Akan tetapi merupakan jagung untuk bahan pemanis sweetener dan gluten pada industri makanan dan minuman. Artinya sudah swasembada jagung karena seluruh kebutuhan jagung pakan ternak sudah diproduksi sendiri.

Ke depan, Kementan sudah meminta kepada Kementerian terkait bahwa impor bahan baku penolong industri yang berasal dari padi, jagung, kedelai dan ubi kayu ke depan agar dapat diatur melalui rekomendasi dari Kementan.

“Hal ini dimaksudkan untuk melindungi petani dan produk pangan yang menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga petani lebih sejahtera,” tandas Suwandi.

Pewarta: Ricard Andhika
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 10