Hukum

Nelayan Bantul Penangkap Kepiting Seharusnya Diedukasi, Bukan Diganjar Hukuman

nelayan bantul, nelayan kepiting, tangkap kepiting, pantai samas, tri mulyadi, polda diy, polair polda diy, penangkapan kepiting, nusantaranews
Satgas KKP menemui Tri Mulyadi. (Foto: Detikcom)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Adagium ‘hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas’ boleh jadi ada benarnya. Kali ini, sebuah kabar ironi datang dari seorang nelayan di Pantai Samas, Bantul, DIY.

Tri Mulyadi, seorang nelayan ditetapkan oleh Polair Polda DIY sebagai tersangka penangkapan kepiting berukuran tak kurang dari 200 gram. Polisi menetapkannya sebagai tersangka lantaran dianggap melanggar Undang-undang (UU) Nomor 45/2009 tentang Perikanan.

Kabid Humas Polda DIY, AKBP Yuliyanto, sebagaimana dikutip merdeka.com, mengatakan pihaknya sudah benar menetapkan Tri Mulyadi sebagai tersangka karena sudah sesuai peraturan. Dan berdasarkan UU tentang Perikanan, Tri Mulyadi terancam denda sebesar Rp 250 juta akibat kepiting yang ditangkapnya tak seberapa itu.

Problemnya ialah, Tri Mulyadi mengaku dirinya buta hukum dan tidak tahun soal aturan tersebut. Bahkan, Tri Mulyadi juga mengaku tak tahu jika menangkap kepiting berukuran di bawah 200 gram ternyata masuk kategori melanggar hukum. Baru setelah kejadian, dirinya mendapatkan sosialisasi terkait aturan tersebut dari Dinas Kelautan dan Perikanan.

Baca Juga:  Bagai Penculik Profesional, Sekelompok Oknum Polairud Bali Minta Tebusan 90 Juta

Sosialisasi peraturan dan UU merupakan kewajiban bagi setiap komponen pemerintah. Menyebarluaskan informasi hukum kepada masyarakat ini bertujuan untuk mengejawantahkan salah satu asas hukum yang berbunyi ‘setiap orang dianggap tahu akan hukum’.

Ketidaktahuan Tri Mulyadi tentang aturan itu seharusnya tidak lantas menyeret dirinya ke ranah hukum, atau dijatuhkan sanksi oleh kepolisian dengan menggunakan UU Nomor 45/2009 tentang Perikanan tersebut. Ada baiknya Tri Mulyadi diberikan edukasi saja, bukan hukuman.

Kasus mirip Tri Mulyadi ini nyatanya bukan kali pertama terjadi di tanah air. Banyak kasus sepele yang terjadi di Indonesia diproses secara ketat oleh aparat penegak hukum. Tak sedikit pula pelakunya wong cilik yang buta akan hukum, dan justru menjadi bulan-bulanan aparat penegak hukum.

Sembilan tahun silam, 2 pria bernama Basar Suryanto dan Kholil dijatuhi hukuman 2 bulan lebih penjara oleh Pengadilan Negeri Kediri, Jawa Timur lantaran terbukti mencuri sebiji semangka.

Nenek Minah (55) diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan karena memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (SRA) pada tahun 2009 silam. Hanya karena memetik itu dia dijerat pasal 362 KUHP tentang pencurian.

Baca Juga:  Tentang Korupsi Dana Hibah BUMN oleh Pengurus PWI, Ini Kronologi Lengkapnya

Kemudian, pada tahun 2014 silam, seorang nenek berusia 85 tahun divonis 3 bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan karena menjual petasan. Padahal dirinya seroang buruh, dan hanya diupah antara Rp 2.000 hingga Rp 10.000 dari pekerjaannya tersebut.

Kasus lain terjadi pada tahun 2015. Nenek Asyani (63) divonis bersalah oleh hakim dengan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun 3 bulan dan denda Rp 500 juta subsider 1 hari hukuman percobaan, karena terbukti mencuri dua batang pohon jati milik perhutani untuk dibuat tempat tidur. (eda/edd)

Editor: M Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 3,050