Politik

Negara Berdasarkan Pancasila Tidak Mengenal Rekonsiliasi

Jokowi bertemu Prabowo Subianto di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan Sabtu (13/7). (Foto: Dok. Setkab)

“Negara Berdasarkan Pancasila Tidak Mengenal Rekonsiliasi”

Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Penulis Aktif di Pojok Rumah Pancasila

Kucing-kucingan antara Jokowi dan Prabowo akhirnya ketemu di MRT Lebak Bulus mudah-mudahan arti tempat itu bukan bermakna menjadi akal bulus untuk mengakali rakyatnya.

Kalau memang akan melakukan rekonsiliasi kembali pada ke-Indonesiaan yang sesungguhnya maka tidak ada kata lain yang lebih tepat kecuali kembali pada Pancasila dan UUD 1945 18 Agustus 1945 itu namanya penyelamatan Indonesia untuk anak cucu kita.

Tidak ada artinya pertemuan Jokowi dengan Prabowo di atas MRT jika hanya mengobral jargon kebangsaan, anak negeri. Padahal kita semua telah berkhianat pada Pancasila.

Jika negara ini berdasarkan Pancasila maka tidak mengenal istilah rekonsiliasi, mengapa? Sebab negara berdasarkan Pancasila demokrasinya berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, mengedepankan kemanusiaan yang adil dan beradab, menjaga Persatuan Indonesia, kemudian menjalankan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikma kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Yang semua hasilnya ditujukan untuk Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lah, sekarang kita telah mengkhianati Garuda, mengkhianati Pancasila demokrasi yang dijalankan demokrasi liberal, kapitalis kalah menang kuat-kuatan, banyak banyakan suara, pertarungan, akibatnya rakyat terluka bahkan hampir 700 petugas KPPS meninggal dunia dan nggak jelas penyebabnya. Ini contoh soal ketika kemanusiaan yang adil dan beradab tidak menjadi dasar perhelatan pemilu.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Dimungkinkan Akan Menjadi 7 Fraksi

Baca Juga: Pasca Pertemuan Prabowo-Jokowi, What Is To Be Done?

Apakah pertemuan Jokowi dan Prabowo akan menyelesaikan pokok persoalan yang mendasar di negeri ini? Selama kita tidak kembali pada Pancasila dan UUD 1945 yang asli, ya kita tetap sebagai pengkhianat terhadap negara proklamasi, terhadap negara berdasarkan Pancasila. Omongan Prabowo dan Jokowi kembali pada Garuda Pancasila hanya retorika yang tidak ada wujudnya.

Kalau saja rekonsiliasi tidak mawujud pada negara Proklamasi 17 Agustus 1945 sama artinya kedua pemimpin itu bersepakat mengesahkan kecurangan yang TSM (terstruktur, sistematis dan massif). Tetapi kalau klausulnya mari kembali ke UUD 1945 dan Pancasila maka artinya penyelamatan bangsa dan negara ini bukan retorika.

Untuk menjadi satu bangsa yang merdeka perlu kita berkaca pada sejarah. Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu. (pidato Soekarno).

Sadar atau tidak, amandemen UUD 1945 adalah membubarkan negara yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Mengapa? Sebab pendiri negeri ini sudah membentuk negara berdasarkan Pancasila sesuai dengan alinea ke-4 UUD 1945 mempunyai prinsip sendiri yang mengikat bangsa Indonesia.

Sistem negara berdasarkan Pancasila ada tiga ciri yang tidak dipunyai oleh sistem presidenseil, parlementer atau kerajaan sekalipun, yaitu:

  1. Adanya lembaga tertinggi negara yang di sebut MPR yang menjalankan kedaulatan rakyat.
  2. Adanya politik rakyat yang di sebut GBHN.
  3. Presiden adalah Mandataris MPR .

Ketiga ciri ini sudah tidak ada artinya negara ini sudah tidak berdasarkan Pancasila. Rupanya para pengamandemen tidak memahami prinsip-prinsip negara yang diproklamasikan. Sadar atau tidak, sesungguhnya amandemen telah membubarkan negara yang diproklamasihkan pada 17 Agustus 1945.

Baca Juga:  KPU Nunukan Gelar Pleno Rekapitulasi Untuk Perolehan Suara Calon Anggota DPR RI

Sebab Amandemen telah merubah prinsip-prinsip negara. Sehingga Pancasila tidak menjadi prinsip bernegara dengan dimasukkannya prinsip Individualisme. Sistem Presidenseil dalam pilpres jelas sistem liberal kapitalisme, yang dijalankan sehingga kekuasaan diperebutkan banyak-banyakan suara, kalah menang, kuat-kuatan dan menghalalkan segala cara termasuk kecurangan yang TSM.

Apa demokrasi yang begini yang diinginkan bangsa ini? Demokrasi yang memakam korban 8 orang di tembak dan hampir 700 petugas KPPS meninggal tanpa jelas jluntrungannya? Apakah demikian ini cukup pertemuan Jokowi-Prabowo persoalan bangsa selesai?

Perlu koreksi total pada ketatanegaraan sejak UUD 1945 diamandemen. Jalannya negara ini dan masa depan anak cucu kita ternyata tidak cukup diserahkan pada Jokowi dan Prabowo.

Rakyat harus sadar dan bangkit mencari pemimpin yang mengerti amanat penderitaan rakyat. Dan bangkit untuk memperbaiki bangsanya sendiri. Apa yang pernah diucapkan Bung Karno mengutip Qur’an surat Ar-Ra’du ayat 11. Yakni “Innallaha la yughayiru maa bi qaumin hatta yughayiruu maa bi anfusihim”.

Firman ini dia terjemahkan menjadi “Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu bangsa sebelum bangsa itu mengubah nasibnya sendiri.”

Proklamator Republik Indonesia itu sejatinya tidak persis menerjemahkan ayat, tetapi menafsirkannya. dengan mengambil inspirasi dari ajaran Islam itu. Bung Karno menghendaki bangsa-bangsa yang baru lepas dan tengah berusaha dari kungkungan kolonialisme dan imperialisme itu bergerak menuju keadaan yang lebih baik.

Baca Juga:  Asisten Administrasi Umum Nunukan Buka Musrenbang Kewilayahan Dalam Rangka Penyusunan RKPD Tahun 2025

Tuhan, dalam pemahaman Bung Karno, tidak akan mengubah nasib bangsa-bangsa “yang luka-lukanya belum tersembuhkan” dan bahkan hidup dalam kesengsaraan itu, jika mereka secara bersama-sama mengubah nasib mereka. Sejak intensif memperdalam ajaran Islam ketika dibuang ke Ende, Bung Karno selalu menganjurkan agar orang “mengambil apinya, bukan abunya”. Dia rupanya terinspirasi oleh buku Ameer Ali kesukaanya The Spirit of Islam.

Ayat Al-Qur’an yang dibawakan Bung Karno di PBB, jika disalin (istilah yang sering digunakan Bung Karno untuk penerjemahan secara letterlijk) ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu kaum sampai mereka sendiri mengubah yang ada pada diri mereka.”

Dari wejangan Bung Karno harusnya kita mampu  bangkit mandiri kembali pada negara Proklamasi 17 Agustus 1945 yang berdasarkan UUD1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. (*)

Related Posts

1 of 3,050