MancanegaraPeristiwaRubrika

Nasib Rohingya Setelah Tiga Tahun Menjadi Pengungsi

Nasib Rohingya setelah tiga tahun menjadi pengungsi/Foto: 360Wichita.com
Nasib Rohingya setelah tiga tahun menjadi pengungsi/Foto: 360Wichita.com

NUSANTARANEWS.CO,  Naypyidaw– Nasib Rohingya setelah tiga tahun menjadi pengungsi akibat  operasi militer Myanmar pada 25 Agustus 2017. Tiga tahun telah berlalu berlalu sejak kaum minoritas muslim Rohingya di Myanmar melarikan diri ke negara tetangganya, Bangladesh. Hingga kini mereka masih belum dapat kembali akibat pandemi virus korona dan jaminan keamanan dari pemerintah Myanmar. Diperkirakan sekitar satu juta pengungsi tinggal di kamp-kamp pengungsi Bangladesh sejak mereka melarikan diri.

Operasi militer Myanmar pada Agustus 2017 telah memicu tuduhan genosida di pengadilan tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengusir lebih dari 750.000 Rohingya dari negara bagian Rakhine ke negara tetangga Bangladesh, bergabung dengan 200.000 orang yang melarikan diri sebelumnya.

Kini, tiga tahun kemudian, mereka masih belum memiliki pekerjaan atau pendidikan yang layak untuk anak-anak mereka, dan kecil kemungkinan untuk kembali ke negara tempat kampung halamannya – karena mayoritas muslim Rohingya telah lama diperlakukan sebagai penyusup.

Baca Juga:  Drone AS Tidak Berguna di Ukraina

Sementara penularan virus korona pun telah terjadi di kamp-kamp pengungsi. Meski begitu, sejak Mei dilaporkan hanya ada 84 kasus dan enam kematian yang juga belum terkonfirmasi akibat Corona. Penyebaran masif virus belum terbukti.

Namun seluruh kamp-kamp pengungsi Rohingya telah diisolasi oleh militer Banglades dengan mendirikan pagar kawat berduri di sekelilingnya. Di dalam pun, gerakan para pengungsi juga telah dibatasi.

Peringatan “Hari Pembantaian dan Pengusiran Rohingya” tampaknya hanya dapat dilakukan dengan keheningan dan doa di gubuk-gubuk reyot mereka.

Kamp-kamp pengungsi Rohingya kini bagai “kuburan”. Tidak akan ada aksi unjuk rasa, tidak ada pekerjaan, tidak ada salat di masjid, tidak ada LSM atau kegiatan bantuan, tidak ada sekolah, tidak ada madrasah dan tidak ada pembagian makanan.

Padahal Bangladesh telah menandatangani perjanjian dengan Myanmar untuk memulangkan para pengungsi. Tetapi Rohingya menolak pergi tanpa jaminan keamanan dan hak-hak mereka.

Sekitar 600.000 Rohingya masin bertahan di kampung halaman mereka di Myanmar, tetapi sebagian besar sudah tidak dianggap lagi sebagai warga negara, mereka hidup dalam kondisi yang sangat tidak berkemanusiaan, berkeadilan dan beradab dalam konteks Pancasila.

Baca Juga:  Anton Charliyan Gelar Giat Rutin Berkah Ramadhan Kepada Para Jompo, Anak Yatim, Santri, dan Rekan Media di Priangan

“Rohingya tidak yakin dengan ketulusan pemerintah Myanmar, kata Menteri Luar Negeri Bangladesh Masud bin Momen.

Brad Adams dari Human Rights Watch (HRW) mengatakan bahwa, “Myanmar perlu menerima solusi internasional yang menyediakan pemulangan pengungsi Rohingya yang aman dan sukarela, sementara Bangladesh yang terbentang luas seharusnya tidak membuat kondisi yang tidak ramah bagi pengungsi yang tidak punya tempat tujuan,” katanya prihatin. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,049