NUSANTARANEWS.CO – “Sekali di udara, tetap di udara.” Demikian sebuah slogan yang akrab di telinga para pendengar setiap Radio Republik Inonesia (RRI). Slogan itu indah, sederhana, puitis, dan menyiratkan makna rentang waktu tak berbatas. Dulu, kini, dan di masa depan, RRI bercita-cita terus beroprasi melayani mesyarakat di bidang informasi sesuai visi dan misinya.
Jusuf Ronodipuro adalah sosok pahlawan angkatan 45. Dialah pencipta slogan RRI yang tetap digunakan sampai sekarang. Sebab setiap kelahiran dan penciptaaan memiliki sejarah di belakangnya. Begitu juga dengan lahirnya slogan RRI.
Pada mulanya, Jusuf, pria kelahiran Salatiga, 30 September 1919 ini adalah seorang reporter Hoso Kyoku, sebuah radio militer Jepang di Jakarta. Ketika Soekarno membaca teks proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945, Jusuf bersama karyawan Hoso Kyoku tidak tahu kabar itu. Sebab dirinya dilarang keluar kantor demi menghindari menyebarnya berita kekalahan Jepang yang telah diketahui oleh mereka dua hari sebelumnya.
Sorenya, datanglah seorang teman dari kantor berita Dome yang berhasil menyusup ke Hoso Kyoku, menyampaikan secarik kertas dari Adam Malik, yang isinya meminta Jusuf menyiarkan berita terlampir. Kabar terlampir dimaksud adalah naskah proklamasi yang sudah dibacakan Soekarno pukul 10 pagi. Dengan segera, Jusuf berunding dengan beberapa teman karyawan Hoso Kyoku yang lain.
Akhirnya, Jusuf dan kawan-kawannya menyelinap ke dalam stasiun luar negeri yang sedang tidak digunakan. Saat itu, karena kekalahan jepang, pimpinan Hoso Kyoku memerintahkan agar berita luar negeri dihentikan sehingga stasiun itu pun kosong. Tepat jam 7 malam, selama 15 menit, Jusuf melakukan siaran gelap dan menyampaikan proklamasi Indonesia ke seluruh nusantara dan dunia.
Maka, atas siaran yang dibacakan Jusuf, seluruh persada tanah air yang mendengarkan radio, mengetahui Indonesia telah merdeka. Setiap perjuangan harus dibayar mahal, Jusuf dan kawannya ditangkap oleh Kempetai dan dipukuli. Lutut kirinya cacat akibat diinjak sepatu lars tentara. Bahkan kepalanya nyaris dipenggal oleh samurai jepang. Beruntung Jusuf dapat lolos dari ancaman maut.
Setelah itu, Jusuf menemui Abdurrahman Saleh untuk mengobati luka-lukanya. Ketika itu, Abdurrahman yang kemudian menjadi Kepala RRI, menyarankan Jusuf membuat pemancar radio sebagai sarana komunikasi pemerintah terhadap rakyatnya. Jusuf pun menjalankan saran Abdurrahman. Tiga hari kemudian, pemancar radio selesai dirakit oleh Jusuf. Alhasil, Laboraturium Abdurrahman menjelma ruang siaran, tempat dimana Presiden Soekarno menyampaikan pidato-pidatonya. Radio waktu itu merupakan media terpenting dalam menyampaikan informasi. Maka semangat perjuangan pun berkobar di seluruh negeri atau siaran-siaran yang disampaikan melalui kabar udara.
Lima tahun kemudian, tahun 1950 Jusuf menemui Presiden Soekarno dan membujuknya supaya membacakan naskah proklamasi untuk direkam. Soekarno mulanya tidak setuju dengan usulan Jusuf. Sebab, bagi Soekarno, peristiwa proklamasi hanya sekali dan tak perlu diulang. Namun, dengan pertimbangan agar anak cucu bisa mendengar, akhirnya Bung Karno mau merekam pembacaan naskah proklamasi.
Disitulah jejak suara Soekarno diwariskan yang kemudian menjadi satu-satunya dokumen audio otentik pembacaan proklamasi. Sedangkan Jusuf dikenang selain sebagai salah seorang pendiri RRI, juga sebagai pahlawan yang berjasa dalam pembuatan dan penyiaran rekaman Proklamasi. Dimana bersama Bachtiar Lubis, Jusuf pun menjadi orang pertama yang mengabarkan berita kemerdekaan RI melalui radio.
Jasa Jusuf untuk bangsa dan negara ini tidak hanya itu. Jusuf juga berjasa dalam proses penggubahan lagu Indonesia Raya. Selanjutnya, sebgai sahabat bekas Soekarno pernah menjadi Sekjen Departemen Penerangan dan ditugaskan di Departemen Luar Negeri, antara lain di Inggris dan PBB, New York. Sebelum pensiun pada 31 Mei 1976, Jusuf di masa Orde Baru, pernah dipercaya sebagai Duta Besar RI di Buenos Aires dan sempat merasakan berbagai posisi jabatan.
Singkat cerita, sejak terserang stroke bulan Juni 2007, Jusuf beberapa kali keluar masuk rumah sakit. Kemudian berselang 10 jam setelah mantan Presiden Soeharto wafat, M. Jusuf Ronodipuro, meninggal dunia dalam usia 88 tahun pukul 23.20 WIB Mingu 27 Januari 2008. Jusuf meninggal akibat kanker paru-paru dan pemakaman mantan duta besar RI untuk Argentina itu dilakukan dengan upacara militer tepat pukul 13.00 dipimpin Brigjen TNI Muhammad Yusron, direktur kesehatan Ditjen Wadhan Dephan. Satu kali tembakan salvo membubung di udara. Namun, kabar wafatnya pencipta slogan RRI ini nyaris terlewatkan.
Kini adalah waktu yang tepat untuk melakukan refleksi bersama di bidang penyiaran informasi yang menderdaskan bagi masyarakat. RRI sebagai media informasi yang memiliki sejarah panjang dan memiliki cita-cita turut mencerdaskan anak bangsa dengan penyampaian informasi, harus didukung keberlangsungannya. Dimana era digital sudah semakin kuat posisinya. Sementara masyarakat di daerah masih banyak yang menjadi pendengar radio.
Tentu saja, tidak hanya RRI tetapi untuk radio-radio yang lain, untuk menyiarkan informasi-informasi yang akurat, aktual, lugas, dan mencerdaskan. (Sulaiman)