Berita UtamaPolitik

Nahdliyin Nusantara Sebut Mendikbud Tak Paham Pendidikan

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presiden Jokowi resmi batalkan Permendikbud nomor 23 tahun 2017 tentang sekolah sehari penuh (full day school). Keputusan itu diambil 19 Juni 2017 kemarin setelah Jokowi memanggil Mendikbud Muhadir Efendy dan Rais Aam PBNU KH. Ma’ruf Amin ke Istana Negara.

Merespon hal itu, Ketua Umum Nahdliyin Nusantara (NAHNU), Miftahul Aziz mengatakan bahwa dirinya mengapresiasi sikap presiden yang telah menganulir kebijakan Mendikbud karena dianggap akan merugikan keberadaan Madrasah Diniyah.

“Tidak ada yang salah dengan cara presiden mendengarkan respon banyak pihak terkait kebijakan full day school dan tidak ada salahnya juga dengan keputusan presiden mengevaluasi kebijakan full day school. Ya meskipun kita semua belum tau pasti apa yang sebenarnya akan dilakukan presiden, dengan sistem presidensial seorang Mentri harus paham itu,” kata dia, Selasa (20/6/2017).

Rencana penerapan kebijakan sekolah 5 hari pada tahun ajaran 2017/2018 terkesan dipaksakan. Mengingat juknis dari peraturan ini belum dibuat saat kebijakan tersebut dikeluarkan.

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

Semestinya sebelum membuat kebijakan, Kemendikbud harus lebih komprehensif dalam memahami persoalan pendidikan yang ada di Indonesia.

“Kami tentu mengapresiasi kader Muhammadiyah yang menjadi menteri pendidikan. Tapi seharusnya Menteri paham tentang dinamika pendidikan yang ada di Indonesia, termasuk di dalamnya ada Madrasah Diniyah ala NU,” ungkapnya.

Aziz meminta kepada seluruh masyarakat untuk bersama-sama mengawal sikap dan langkah yang sudah di ambil oleh presiden yang mengingkan pendidikan di Indonesia mengarah pada penguatan karakter peserta didik. “Ada baiknya kita terus bersama sama mengawal rencana kebijakan yang akan dikeluarkan presiden sehingga benar benar ke arah menguatkan pendidikan karakter bangsa,” tandasnya.

Sebelumnya Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menilai kekhawatiran pihak-pihak yang kontra dengan kebijakan sekolah lima hari, tidak mendasar. Kekawatiran beberapa pihak tentang Full Day School yang di nilai akan mengancam keberadaan madrasah diniyah terlalu berlebihan.

Ia mengklaim bahwa justru kebijakan 5 hari sekolah, Muhammadiyahlah pertama kali cemas dengan kebijakan itu. “Seharusnya Muhammadiyah yang paling awal cemas. Tapi kami tidak. Muhammadiyah punya 24 ribu TK/ABA, 15.500 SD-sekolah menengah termasuk madrasah, belum juga dinniyah informal,” katanya.

Baca Juga:  Dihadiri PPWI dan Perwakilan Kedubes, Peletakan Bunga di Monumen Gagarin Berlangsung Hikmad

Reporter: Ucok Al Ayubbi
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 9