KhazanahSpiritual

Muhasabah Kebangsaan: Jihad Berani Hidup

jihad, makna jihad, jihad kehidupan, jihad untuk hidup, jihad bela agama allah, atas nama jihad, jihad fi sabilillah, nusantaranews
Jihad. (Foto: Ilustrasi/Rumah Kitab)

NUSANTARANEWS.CO – Banyak orang berasumsi jihad sebagai tindakan berani mati untuk menegakkan hukum dan membela agama Allah. Persepsi seperti ini yang mendorong sebagian orang berani melakukan bom bunuh diri atas nama jihad.

Sebenarnya ada berbagai macam makna dan bentuk jihad yang substansinya adalah menegakkan ajaran Allah agar manusia bisa hidup bahagia dan selamat dunia akherat. Jihad tidak sama dengan berbuat kebinasaan dan kehancuran baik bagi diri sendiri maupun orang lain. QS al-Baqarah 195 menyebutkan “dan belanjakanlah harta bendamu di Jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan dan berbuat baiklah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik“. Secara tegas ayat ini melarang seseorang membinasakan diri dan memerintahkan berbuat baik.

Dalam kitab Fatkhul Mu’in karya Syech Zaenuddin al-Malibari (w. 1522) dan kitab I’anatut Thalibin, Hasyiyah kitab Fatkhul Mu’in karya Abu Bakar Muh Syatha ad-Dimyathi disebutkan, jihad adalah tindakan yang wajib dilakukan sekali dalam setahun (al-Jihad fardlu kifayatun marrah fi kulli ‘am).

Dalam kitab tersebut dijelaskan ada empat macam jenis jihad yang harus dilakukan setiap muslim yakni meneguhkan wujud Allah (istbat wujudullah) ini dilakukan melalui berdzikir, menyerukan adzan, menjaga alam dan lingkungan sebagai wujud ciptaan Allah. Kedua, menegakkan syariat Allah dan nilai-nilai yang ada di dalamnya, misalnya menjalankan shalat, zakat, bersikap jujur, menciptakan kemaslahatan umat sebagai tujuan dari penerapan syariat itu sendiri. Ketiga, qital atau perang yang dilakukan dengan persyaratan yang ketat dan cara-cara yang beradab. Bukan untuk merusak atau menghancurkan kehidupan.

Baca Juga:  Tradisi Resik Makam: Masyarakat Sumenep Jaga Kebersihan dan Hikmah Spiritual Menyambut Ramadan

Keempat, jihad adalah menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran untuk semua manusia. Dalam Fatkhul Mu’in dan I’anatuth Tholibin disebutkan jihad adalah “daf’u dharari ma’shumin musliman kaana au dzimmiyan bil ith’am fi halati idhrar wal ikhsya’i syatril aurat wal iskani tsamani dawa’ wal ujrati tamridh” (jihad adalah mememenuhi kenutuhan hidup masyarakat yang harus ditanggung pemerintah baik untuk kaum muslim maupun non muslim melalui penyediaan makanan saat dibutuhkan, sandang yang cukup untuk menutup aurat bagi setiap warga negara, temp diat tinggal yang layak, obat-obatan dan biaya perawatan yang terjangkau oleh masyarakat).

Jihad di sini lebih terkait dengan upaya menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup bagi setiap ummat manusia. Ini artinya jihad diorientasikan untuk menjaga kehidupan yang lebih baik sebagai sarana menunjukkan keberadaan dan kebesaran Allah sekaligus bentuk aktualisasi tujuan penerapan syariat yaitu mewujudkan kemaslahatan umat.

Dalam konteks kekinian, pemahaman jihad yang seperti ini tampaknya jauh lebih tepat, lebih efektif dan strategis. Ketika umat Islam mampu menciptakan sistem sosial ekonomi yang bisa menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan, cukup pangan, sandang dan papan maka Islam akan menjadi manarik semua orang. Dengan cara ini ajaran Islam bisa dirasakan dan dinikmati oleh siapa saja. Jika sudah demikian semua orang akan mengakui kehebatan ajaran Islam sehingga jargon Islam ya’lu wala yu’la alaihi ( Islam itu hebat dan tidak ada yang lebih hebat dari Islam) benar-benar bisa diwujudkan dan dibuktikan secara nyata dan faktual. Dengan cara ini tujuan jihad untuk membela agama sudah bisa dicapai. Islam benar-benar dihargai dan dijaga oleh semua manusia karena bisa memberi jawaban nyata atas tuntutan menciptakan kebahagiaan dunia akherat.

Baca Juga:  Tradisi Resik Makam: Masyarakat Sumenep Jaga Kebersihan dan Hikmah Spiritual Menyambut Ramadan

Kedua, dengan menciptakan kesejahteraan melelui tercukupinya kebutuhan hidup, ummat Islam bisa mejalankan syareat secara baik. Mau sholat, zakat, haji, puasa dan ibadah-ibadah lainnya semua bisa dijalankan dengan baik karena ketersediaan fasilitas yang memadai dan kebutuhan hidup yang tercukupi. Ketika masyarakat hidup dalam suasana bahagia dan berkecukupan, maka pelalsanaan syariat bukan lagi menjadi beban kehidupan tetapi menjadi bagian dari ekspresi atas kesadaran religiusitas yang tulus. Jika sudah demikian maka pelaksanaan syariat Islam akan berjalan secara indah dan menyenangkan, tanpa paksaan dan tekanan. Bahkan ummat non muslim akan merasakan indahnya syariat Islam.

Ketiga, jihad yang berorientasi menciptakan kesejahteraan hidup membuat wajah Islam menjadi indah dan menyenangkan. Islam tidak lagi menjadi tertuduh sebagai agama kekerasan, penebar kebencian dan berbagai stigma negatif lainnya hanya karena ulah orang yang ingin mengumbar syahwat ingin bertemu bidadari dengan menebar teror menggunakan topeng agama. Sebaliknya, Islam menjadi mulia dan manarik di hadapan semua manusia.

Baca Juga:  Tradisi Resik Makam: Masyarakat Sumenep Jaga Kebersihan dan Hikmah Spiritual Menyambut Ramadan

Jelas terlihat, jihad dengan cara menciptakan kesejahteraan, mewujudkan kebahagiaan dan menjaga kehidupan lebih bisa dijadikan sarana menjaga dan membela agama Allah dan menerapkan hukum Allah daripada dengan membuat kerusakan dan menebar ketakutan. Dengan kata lain jihad berani hidup lebih taktis, strategis dan efektif untuk membela Islam dan hukum Allah dari pada jihad berani mati yang dipahami secara keliru sehingga berujung pada teror yang justru bisa merusak kehidupan.

Oleh: Al-Zastrouw (Zastrouw Al Ngatawi), penulis merupakan budayawan Indonesia. Pernah menjadi ajudan pribadi Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid. Juga mantan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU periode 2004-2009

Related Posts

1 of 3,050