NUSANTARANEWS.CO – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terletak di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (31/8/2016). Muhadjir mengaku kedatangannya ke Markas Agus Rahardjo ini untuk menyerahkan Laporan Hasil Kekayaan Negara (LHKPN) miliknya. Ia pun mengaku sudah melengkapi seluruh berkas LHKPN.
Selain melaporkan LHKPN, menteri yang menggantikan Anies Baswedan saat reshuffle jilid II itu mengaku bahwa kedatangannya kali ini sekaligus melakukan konsultasi dengan pimpinan KPK.
“Konsultasi tersebut mengenai pengelolaan anggaran di Kementerian saya,” kata Muhadjir.
LHKPN adalah Kewajiban Penyelenggara Negara untuk melaporkan harta kekayaan diatur dalam:
– Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme
– Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi, dan
– Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Sebelum dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penanganan pelaporan kewajiban LHKPN dilaksanakan oleh Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Namun setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, maka KPKPN dibubarkan dan menjadi bagian dari bidang pencegahan KPK.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka Penyelenggara Negara berkewajiban untuk bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat, melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun, serta mengumumkan harta kekayaannya.
Adapun Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara, Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim.
Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi. Direksi, Komisaris dan pejabat struktural lainnya sesuai pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, Pimpinan Bank Indonesia, Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri, Pejabat Eselon I dann pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa, Penyidik, Panitera Pengadilan, dan Pemimpin dan Bendaharawa Proyek.
Dalam rangka untuk menjaga semangat pemberantasan korupsi, maka Presiden menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Berdasarkan intruksi tersebut, maka Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) menerbitkan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara NegaraTentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), yang juga mewajibkan jabatan-jabatan di bawah ini untuk menyampaikan LHKPN yaitu, Pejabat Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan atau lembaga negara, Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan, Pemeriksa Bea dan Cukai, Pemeriksa Pajak, Auditor, Pejabat yang mengeluarkan perijinan, Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat, dan Pejabat pembuat regulasi.
Masih untuk mendukung pemberantasan korupsi, MenPAN kemudian menerbitkan kembali Surat Edaran Nomor: SE/05/M.PAN/04/2005 (link) dengan perihal yang sama. Berdasarkan SE ini, masing-masing Pimpinan Instansi diminta untuk mengeluarkan Surat Keputusan tentang penetapan jabatan-jabatan yang rawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di lingkungan masing-masing instansi yang diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN kepada KPK.
Selain itu, dalam rangka untuk menjalankan perintah undang-undang serta untuk menguji integritas dan tranparansi, maka Kandidat atau Calon Penyelenggara tertentu juga diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN kepada KPK, yaitu antara lain Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden serta Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah.
Bagi Penyelenggara Negara yang tidak memenuhi kewajiban LHKPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, maka berdasarkan Pasal 20 undang-undang yang sama akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk itu Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief mengapresiasi langkah Muhadjir yang telah berinisiatif menyerahkan LHKPN. Atas pelaporan itu, Muhadjir menjadi menteri pertama Kabinet Kerja hasil reshuffle jilid dua yang menyerahkan LHKPN.
“KPK merasa bergembira, menteri yang baru sudah menyerahkan LHKPN,” ucapnya.
Sebelumnya KPK mengungkapkan ada beberapa menteri yang belum melaporkan Laporan Harta Kekayaan Pelaksana Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas dasar itulah KPK menyurati para menteri di kabinet kerja Jokowi-JK. Isi surat tersebut tidak lain mengingatkan para pembantu presiden untuk segera menyerahkan LHKPN-nya.
Sedikit mengenal Muhadjir. Muhadjir merupakan mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sekaligus sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Pendidikan dan Kebudayaan. Jabatan Rektor UMM dijabat sejak 2000 dan meninggalkan jabatannya sekitar enam bulan lalu.
Dia juga tercatat sebagai Guru Besar Sosiologi, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Pendidikan S3 ditempuh di Universitas Airlangga, Surabaya dengan disertasi ‘Pemahaman Tentang Profesionalisme Militer di tingkat Elit TNI-AD’. Karena itu, di kalangan akademisi Muhadjir juga dikenal sebagai pengamat militer.
Sementara pendidikan S2, Magister Adminisitrasi Publik (MAP) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sedangkan Pendidikan S-1 ditempuh di Universitas Negeri Malang, di mana sebelumnya menyelesaikan Sarjana Muda di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Malang (Sekarang Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang).
Muhadjir juga pernah menempuh pendidikan Short Course, Regional Security and Defence Policy, National Defence University, Washington D.C., USA, 1993. Kemudian Short Course, Management for Higher Education, Victoria University, British Columbia, Canada, 1991.
Sebelum menjadi rektor Muhadjir pernah menjadi Pembantu Rektor I Bidang Akademik, Pembantu Rektor III/Bidang Kemahasiswaan UMM dan Sekretaris PR III/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) di Universitas Negeri Malang (IKIP Malang).
Muhadjir juga memiliki catatan pengalaman organisasi. Dia menjabat Ketua Dewan Pembina Pengurus Pusat Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS-PTIS), Anggota Kelompok Kerja Dewan Research Daerah (DRD) Jawa Timur, Anggota Tim Penyusun Visi Indonesia Berkemajuan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Wakil Ketua Pengurus Pusat Himpunan Indonesia Untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (HIPIIS).
Muhadjir juga aktif di Indonesian Association For The Advancement Of Social Sciences tahun 2013 sampai 2017, menjabat Ketua Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PKB-PII) Jawa Timur, Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Jawa Timur.
Semasa muda, dia juga pernah aktif sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Malang, Ketua Bidang Pendidikan KNPI Kodya Malang dan Ketua Pelajar Islam Indonesia (PII) Daerah Malang.
Muhadjir juga dikenal aktif menulis, di antaranya; Seperti Menyaksikan Dahlan Muda, Menata Kualitas Pendidikan Muhammadiyah, Muhammadiyah dan Pendidikan di Indonesia, Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah: Di Tengah Persaingan Nasional dan Global, Jati Diri dan Profesi TNI: Studi Fenomenologi, serta Profesionalisme Militer: Profesionalisasi TNI, Pedagogi Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Multidimensional dan lain-lain.
Muhadjir lahir di Madiun, 29 Juli 1956. Pernikahannnya dengan Suryan Widati dikaruniai tiga anak, yakni Muktam Roya Azidan (11), Senoshaumi Hably (10) dan Harbantyo Ken Najjar (4). (Restu)