MPR RI: Jangan Sampai Empat Pilar Kebangsaan Sekadar Sosialisasi Belaka

Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan oleh anggota MPR RI, Marthin Billa di Desa Atas Baru , Bulungan , Kaltara
Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan oleh anggota MPR RI, Marthin Billa di Desa Atas Baru, Bulungan, Kaltara. (Foto: Eddy S)

NUSANTARANEWS.CO, Bulungan – Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia (RI) Marthin Billa melihat bahwa saat ini banyak yang berteriak mengaku sebagai pengamal dan pembela Pancasila. Walaupun hal tersebut baik, namun menurutnya pengucapan saja bukanlah sebuah cara yang tepat agar azas negara benar-benar membumi dan menjadi jalan hidup bangsa Indonesia.

Bahkan saat sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Desa Teras Baru, Bulungan, Kalimantan Utara, 7 Februari 2020 lalu, pria yang akrab dipanggil MB tersebut memandang bahwa slogan dan semboyan yang bernuansa kepancasilaan rawan dijadikan alat untuk melegitimasi perilaku diskriminatif satu insan kepada insan lainya.

“Karena ketika kita sudah mengaku pancasilais, maka kita wajib mengamalkannya. Jika tidak, itu berarti kita secara tak langsung telah merendahkan pancasila itu sendiri,” ujar Marthin dalam kegiatan yang juga dihadiri beberapa tokoh masyarakat Kaltara seperti Mikael Pay, Hendi dan Jalung Merang tersebut.

Untuk itu, tokoh Dayak yang pernah memimpin Kabupaten Malinau selama dua periode tersebut menyerukan kepada seluruh anak bangsa agar benar-benar menjadikan nilai yang terkandung dalam Pancaslila dapat nafas hidup dan bukan sekedar kata apalagi retorika belaka. Karena menurutnya, hanya Pancasila yang hingga saat ini mampu membuat masyarakat berada dalam zona keharmonisan.

“Jangan sampai juga karena ada penugasan dari instansi atau lembaga tertentu untuk sosaalisasi empat pilar kebangsaan lantas kita tiba-tiba terlihat sangat peduli Pancsila. Karena sikap seperti itu sama saja dengan menghina Pancasila itu sendiri,” tegasnya, Senin (11/2/2020).

Marthin juga menolak keras angapan, pendapat dan sikap yang menganggap Pancasila tak sejalan dengan agama karena pada saat menyusun draf hingga sila-silanya, tak sedikit tokoh agama yang terlibat. Sehingga erkait sikap dan aksi intolerasi yang belakangan marak terjadi, Marthin Billa menilai bahwa hal itu adalah salah satu dari beberapa pintu konflik horizontal akibat keengaananya untuk menjadikan Pancasila sebagai kendali pemikiranya.

“Pancasila itu mengajarkan agar ketika kita menjadi mayoritas, wajib melindungi minoritas, karena sangat mungkin di tempat lain kita adalah minoritas. Apa jadinya seandainya kita merasa mayoritas lantas bersikap sewenang-wenang dan di tempat lain kita kebetulan menjadi minoritas lantas diperlakukan sama?,” tandasnya. (san)

Exit mobile version