Politik

MPR: Pilihan Politik Saat Ini Tak Sama Dibanding Saat Reformasi

NUSANTARANEWS.CO – Pilihan politik era reformasi menghendaki adanya pemilihan umum secara langsung, mulai dari Presiden, Anggota DPR hingga Kepala Daerah. Padahal pemilu langsung tidak sesuai dengan sila ke empat Pancasila. Bahkan pemilu langsung terhadap Kepala Daerah tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) tahun 1945.

Akan tetapi, arus keinginan masyarakat terhadap pemilu langsung bagi Kepala Daerah begitu kuat. Hal ini mempengaruhi keputusan di DPR. Bahkan DPR menyerah, mereka tidak berani  memaksakan pemilu tidak langsung bagi pemilihan Kepala Daerah, sekalipun hal itu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

Apalagi setelah Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu). Dengan dasar itu, maka pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat.

Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI Rambe Kamarulzaman saat menjadi narasumber pada acara dialog pilar negara. Acara tersebut berlangsung di Media Center Parlemen di Gedung Nusantara III, pada Senin (19/12/16).

Baca Juga:  LSN Effect di Pemilu 2024, Prabowo-Gibran dan Gerindra Jadi Jawara di Jawa Timur

Selain Rambe, dialog yang mengetengahkan tema Refleksi Akhir Tahun 2016 Badan Pengajian MPR RI itu juga menampilkan dua narasumber lain, yaitu Ketua Badan Pengkajian MPR Bambang Sadono dan Setjen MPR Ma’ruf Cahyono.

Rambe melanjutkan, itulah sebagian persoalan sistem ketatanegaraan yang dikaji oleh Badan Pengkajian MPR. Selain itu, masih banyak persoalan lain yang juga sudah dikaji Badan Pengkajian selama satu tahun terakhir. Persoalan tersebut antara lain menyoal penguatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan MPR, serta reformulasi sistem perencanaan pembangunan model Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Menyangkut soal pemilu, kata Rambe, tarik menarik antara pemilu sistem terbuka dan tertutup juga masih menjadi perbincangan yang sangat panas. DPR percaya, sistem tertutup bisa memberi peluang kepada partai untuk melakukan seleksi terhadap para calon legislatif. Namun, untuk melaksanakan itu tidaklah gampang, karena bisa dianggap membatasi kesempatan calon yang lain.

“Saat ini kita menghadapi pilihan politik yang tidak sama dibanding saat reformasi. Tetapi untuk mengubah pilihan politik, itu tidak gampang. Perlu persyaratan dan langkah-langkah yang konstitusional”, ungkap Rambe.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Gelar Konsultasi Publik Penyusunan Ranwal RKPD Kabupaten Nunukan 2025

Sementara itu, Ketua Badan Pengkajian Bambang Sadono, mengatakan, dalam satu tahun terakhir pihaknya menyiapkan draft perubahan. Draft itu disusun berdasar aspirasi masyarakat yang menginginkan adanya perbaikan sistem ketatanegaraan. Apapun bentuk perubahan yang dikehendaki, jalan keluarnya sudah dimiliki badan pengkajian.

“Andai besok wacana reformulasi perencanaan pembangunan model GBHN dilaksanakan, badan Pengkajian sudah memiliki bahan-bahannya. Siapa yang harus membuat, dan apa dasar hukumnya, semua sudah ada,” ujar Bambang.

Di samping itu, Setjen MPR Ma’ruf Cahyono, menambahkan bahwa kajian yang sudah dilakukan Badan Pengkajian merupakan pemikiran-pemikiran yang sangat penting. Sayangnya bahan kajian itu belum tersosialisasikan dengan baik. Ke depan pihaknya akan melakukan sosialisasi melalui media, baik berupa website, buku maupun kerja sama dengan media massa. (Deni)

Related Posts

1 of 113