EkonomiKhazanah

Monopoli Garam Nasional dari Waktu ke Waktu

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Monopoli Garam Nasional dari Waktu ke Waktu. Sebagai negara kepulauan, Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Hamparan garis pantai ini menyimpan potensi garam melimpah. Situasi ini jelas berbanding terbalik, ketika melihat kenyataan, Indonesia  saat ini justru tengah mendera krisis garam. Parahnya, pemerintah dewasa ini seakan kesulitan untuk memutus mata rantai ketergantungan impor garam.

Dalam sejarahnya, keberadaan garam di Indonesia sedari awal sudah menjadi komoditi yang seksi. Sehingga dalam rentang waktu yang panjang, garam Nusantara kerap menjadi lahan basah bagi praktik monolopi perdagangan garam.

Jauh sebelum era kemerdekaan, tepatnya abad 17, para saudagar asal Tiongkok nyaris menguasai monopoli garam di Nusantara. Di Madura misalnya, di abad yang sama, para penguasa lokal tak mampu mempertahankan sektor garam sebagai komoditas mereka.

Samsul Ma’arif dalam buku Histori of Madura menjelaskan para saudagar Tiongkok (Tionghoa) mengambil penguasaan penuh terhadap garam Madura. Praksis monopoli garam kala itu, dipegang oleh para saudagar dari Cina. Situasi ini, kata Samsul, mengakibatkan banyak petani garam kelimpungan.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Gelar Gebyar Bazar Ramadhan Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat

Memasuki era kolonial, terjadi kebijakan mengerikan yang tak kalah hebat. Dimana banyak rakyat kecil (khususnya petani garam) merugi besar akibat monopoli garam, termasuk semua produk pertanian unggulan kala itu. Sekalipun demikian, di beberapa tempat, industri garam mengalami kemajuan pesat, yaitu awal abad 19 hingga akhir abad 19. Namun, perbaikan ini hanya demi keuntungan penjajah.

Pada masa kolonial, nilai jual garam saat itu sangat tinggi, setara dengan perdagangan komoditi candu. Sehingga garam pada masa kolonial merupakan sumber pendapatan terpenting. Garam dimonopoli VOC dengan tujuan untuk meningkatkan pengaruh negara dalam distribusi dan penjualan komoditas tersebut. Dalam perkembangannya pertengahan abad 19, monopoli tersebut dihapuskan kemudian diganti dengan pajak langsung.

Monopoli garam mulai diperkenalkan oleh VOC di wilayah Jawa ketika tahun 1813, dimana garam hanya boleh diproduksi oleh negara. Tidak boleh membuka ladang baru untuk garam, kecuali seijin kompeni. Negara memegang otoritas penuh atas perdagangan garam.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Serahkan Bantuan Sosial Sembako

Penyelundupan dan Eksploitasi

Banyak penyelundupan dan eksploitasi terhadap rakyat yang memproduksi garam. Monopoli garam itu dilakukan sejak masa Inggris yang dipegang oleh Raffles, tahun 1811-1816 dengan monopoli yang dikenal dengan Zoutregie.

Masuk masa kolonial Belanda, setelah keruntuhan VOC, monopoli garam tetap berlanjut. Banyak terjadi penyelundupan dan pembangkangan terhadap hukum. Penyelewengan ini biasanya berupa penimbunan garam secara sembunyi-sembunyi. Kemudian garam-garam tersebut dijual di daerah sekitar.

Sejak tahun 1870, ujung timur pulau Jawa ditetapkan sebagai kawasan pemusatan industri garam. Perubahan peran pemerintahan dalam menangani masalah garam juga mengalami perubahan di akhir abad 19. Industri garam tumbuh dan berkembang menjadi usaha pemerintah. Banyak orang Eropa yang dipekerjakan di kawasan-kawasan penghasil garam.

Peran pemerintah sebagai pelaku usaha industri garam dibuktikan dengan dibangunnya dua pabrik briket garam, serta di bangunnya jalur kereta api. Tahun 1912, perusahaan garam juga membuka firma pelayaran sendiri. Sejak tahun 1915 masa kolonial Belanda, industri garam dimandirikan.

Baca Juga:  Pj Bupati Pamekasan Salurkan Beras Murah di Kecamatan Waru untuk Stabilitas Harga

Pasca Kemerdekaan

Pasca kemerdekaan, tahun 1957 semua lahan garam warisan pemerintah kolonial kemudian dikuasai Indonesia. Sejak saat itu, monopoli garam mulai dihapuskan oleh pemerintah Soekarno dan petani bisa kembali memproduksi garam. Namun ketika dikelola petani secara personal dan tradisional pada dekade 1960-an, produksi garam terganggu dengan adanya kegagalan panen yang menimbulkan kelangkaan terhadap garam.

Soeharto yang kala itu melanjutkan pemerintahan Soekarno kemudian mengambil langkah sigab. Sehingga pada tahun 1970, dilakukanlah impor garam sebagai upaya untuk mengatasi kebutuhan nasional.

Baru pada medio tahun 1980-an melalui program swasembada pangan, Soeharto berhasil mengembalikan produksi garam nasional. Mata rantai terhadap ketergantungan impor garam terputus. Sebaliknya, garam nasional menjadi salah satu komiditi ekspor terbesar, bersama beras dan gula kala itu.

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 2