Momen Persiapan SDM Millenial dan Formulasi Regulasi Era Disrupsi

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir. (FOTO: DOk. Kemenristekdikti)

NUSANTARANEWS.CO, Semarang – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, Rakernas 2019 momentum bagi pemangku kepentingan Kemenristekdikti untuk persiapkan diri secara matang dalam menghadapi era disrupsi yang berdampak pada bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi.

Pasalnya, Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi fokus kerja Pemerintah di tahun 2019. Presiden Joko Widodo mengatakan SDM di Indonesia harus mampu menghadapi dan memanfaatkan peluang dari perubahan dunia dan perkembangan teknologi yang berubah begitu cepatnya. Karenanya, Kemenristekdikti memiliki tanggung jawab meningkatkan kualitas SDM Indonesia utamanya SDM di bidang riset, teknologi dan pendidikan tinggi.

“Mencermati situasi di atas, pertanyaannya adalah bagaimana kita harus menyiapkan diri? Jawabannya adalah kita harus melakukan self disruption. Kita harus melakukan transformasi dengan mendisrupsi diri sendiri,” ujar Menristekdikti saat membuka Rakernas Kemenristekdikti 2019 di Gedung Soedarto, Universitas Diponegoro Semarang (3/1/2019).

Nasir menjelaskan bahwa Pemerintah menginginkan agar Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menjadi lebih terbuka, fleksibel dan bermutu. “Untuk itu, kita harus membuat ekosistem riset, teknologi dan pendidikan tinggi yang mampu memenuhi kebutuhan pasar, yaitu masyarakat dan industri,” ujarnya.

Dalam menghadapi disruptive innovation dalam bidang industri dan pendidikan tinggi, lanjutnya, Kemenristekdikti akan mengurangi atau memangkas regulasi bagi perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang menghambat mereka menyesuaikan diri dengan disruptive innovation. Salah satu regulasi tersebut terkait kewajiban membayar Pajak Penghasilan (PPh) bagi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) serta terkait program studi.

“Kalau PTNBH disuruh bayar PPh pasal 25 (Undang-Undang Pajak Penghasilan), problemnya ada di mahasiswa lagi. Saya sudah lapor ke Menkeu. Beliau akan tinjau kembali,” ungkap Menristekdikti pada Rakernas bertajuk “Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang Terbuka, Fleksibel, dan Bermutu” tersebut.

PTNBH yang memiliki otonomi dalam mengembangkan program studi diharapkan Menteri Nasir tidak diberatkan dengan pajak yang seharusnya dibayarkan oleh orang pribadi yang memiliki usaha dan badan usaha (perusahaan). Diharapkan PTNBH dapat alokasikan anggaran lebih banyak untuk fasilitas pembelajaran.

“PTNBH termasuk Perguruan Tinggi Negeri, ditugasi Pemerintah meningkatkan mutu dengan sistem pembelajaran yang dilakukan secara mandiri, tapi kalau ini dikenakan Pajak sebagai Penghasilan, padahal dana yang diterima dari masyarakat, ini masalah,” ungkap Menteri Nasir.

Selain pengurangan regulasi dalam perpajakan bagi PTNBH, Menteri Nasir juga memudahkan pendirian program studi yang dibutuhkan oleh industri, walaupun program studi tersebut belum ada dalam Keputusan Menristekdikti Nomor 257/M/KPT/2017 tentang daftar nama atau nomenklatur program studi yang dapat dibuka pada perguruan tinggi di Indonesia.

“Dulu kalau tidak ada di (daftar) nomenklatur, prodi tidak bisa dibuka. Sekarang jika tidak ada dalam daftar itu, perguruan tinggi akan membuka prodi sesuai kondisi real, silahkan. Yang penting demand-nya ada. Industri yang gunakan ada. Contoh prodi yang akan dibuka itu jurusan tentang kopi, silakan saja. Ini di Sulawesi Selatan. Di Aceh juga akan ada yang buka Prodi Kopi,” ungkap Menteri Nasir Pada Rakernas yang berlangsung 3-4 Januari 2019 itu.

Dengan kemudahan membuka program studi baru, Menteri Nasir berharap perguruan tinggi negeri dan swasta mencari potensi daerah yang dapat dipelajari sehingga potensi tersebut dapat dikomersialkan lebih baik.

Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana

Exit mobile version