NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sufmi Dasco Ahmad mengatakan rapat internal MKD telah memutuskan akan menindaklanjuti beberapa perkara yang menonjol atas laporan yang telah diterima oleh MKD. Satu diantaranya adalah kasus Viktor Laiskodat.
“Bahwa hari ini rapat internal MKD telah memutuskan yang pertama ada beberapa perkara yang menonjol akan kita tindak lanjuti. Dengan pemangilan-pemanggilan baik yang sudah dinyatakan dalam registrasi lengkap. Maupun pemanggilan dalam rangka verifikasi materi perkara,” ujar Sufmi, Rabu (27/9/2017).
Untuk sidang ujaran kebencian dan pidato provokatif serta penistaan agama oleh Viktor Laikodat kata Sufmi akan segera melakukan sidang perdana oleh MKD pekan depan.
“Minggu depan akan segera dilakukan sidang perdana. Dikarenakan verifikasi, administrasi materi sudah lengkap,” kata Sufmi.
“Sidang dalam rangka penyelidikan perkara, itu pemanggilan klarifikasi akan dilakukan pada pelapor ataupun terlapor perkara saudara Viktor Laiskodat. Yang kejadiannya ada di lokasi Nusa Tenggara Timur,” sambungnya.
Sufmi menegaskan seluruh perkara yang dinyatakan cukup bukti akan disidangkan pada minggu depan.
Sebelumnya, tiga partai politik sudah melaporkan Viktor Laiskodat terkait ujaran kebencian dan permusuhan ke pihak Bareskrim Polri. Berikut isi pidato provokatif Viktor Laiskodat:
“Kelompok-kelompok ekstremis ini mau bikin satu negara lagi, tak mau di negara NKRI. Domo ganti dengan nama khilafah. Ada sebagian kelompok ini mau bikin negara khilafah. Dan celakanya partai-partai pendukung ada di NTT. Yang dukung khilafah ini ada di NTT itu nomor satu Partai Gerindra, nomor dua itu namanya Demokrat, partai nomor tiga itu PKS, nomor empat itu PAN. situasi nasional ini partai mendukung para kaum intoleran
Catat bae-bae, calon bupati, calon gubernur, calon DPR dari partai tersebut, pilih supaya ganti negara khilafah. Mengerti negara khilafah? Semua wajib solat. Mengerti? Negara khilafah tak boleh ada perbedaan, semua harus solat. Saya tidak provokasi.
Nanti negara hilang, kita bunuh pertama mereka sebelum kita dibunuh. Ingat dulu PKI 1965, mereka tidak berhasil. Kita yang eksekusi mereka. Jangan tolak perppu nomor 2 Tahun 2017.”
Pewarta: Syaefuddin A
Editor: Romandhon