EkonomiGaya HidupLintas Nusa

Mewujudkan Singkong Sebagai Penyangga Ekonomi di Nunukan

Mewujudkan singkong sebagai penyangga ekonomi di Nunukan.
Mewujudkan singkong sebagai penyangga ekonomi di Nunukan/Foto: Petani dan Pengusaha Tepung Mocac, Makinun Amin menunjukan singkong hasil budidayanya

NUSANTARANEWS.CO, Nunukan – Mewujudkan singkong sebagai penyangga ekonomi di Nunukan. Pangan menjadi kebutuhan primer manusia yang tidak mengenal batasan, baik waktu, ruang maupun tingkatan sosial. Sejak manusia hidup pangan selalu menjadi kebutuhan paling mendasar manusia yang tidak bisa ditawar. Demikian juga dengan strata kehidupan manusia dari kalangan atas, menengah atau bawah tidak ada yang tidak membutuhkan pangan.

Yang membedakan hanya permasalahan selera dan kebiasaan makan. Dengan kata lain pembicaraan tentang pangan tidak mengenal istilah usang atau akan selalu dibutuhkan, mengingat berkaitan dengan kebutuhan pokok dan kesehatan manusia.

Memang sudah lazim sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan Nasi yang berasal dari beras sebagai bahan pokok utama. Tapi di beberapa daerah, tak sedikit pula yang menjadikan jagung, ubi dan sagu sebagai makanan yang dikonsumsi sehari-hari.

Sebagaimana yang dituturkan Petani sekaligus Pengusaha, Makinun Amin, dalam kondisi dan tempat tertentu, ubi kayu (Singkong) adalah bahan pangan alternatif pengganti beras. Singkong, menurutnya, disamping mempunyai nilai gizi serta kandungan karbohidrat yang tinggi, di sisi lain juga terdapat beberapa kelebihan.

“Pada kondisi rawan pangan, Singkong merupakan penyangga pangan yang andal,” tuturnya saat menerima Redaksi di kediamanya di Nunukan, Kalimantan Utara, Selasa (5/1).

Baca Juga:  Alumni SMAN 1 Bandar Dua Terpilih Jadi Anggota Dewan

Dalam sistem ketahanan pangan, lanjut Amin, Singkong tidak hanya berperan sebagai penyangga pangan tetapi juga sebagai sumber pendapatan rumah tangga petani. Terlebih Amin menilai bahwa kultur tanah di Nunukan sangat cocok untuk membudiadayakan tanaman yang dalam bahasa latin disebut Manihot Esculenta tersebut.

“Saya berani mengatakan seperti itu, karena saya sendiri telah membuktikanya. Batang singkong yang saya tanam, saat ini mampu menghasillan umbi yang berkwalitas, baik dari berat dan rasa,” ungkapnya

Diketahui, Ubi Kayu yang ditamam Makinun Amin sekali panen mampu menghasilkan umbi dengan berat 8 hingga 15 kilogram per umbinya. Dengan   hasil budidaya tersebut, maka tak heran apabila ia menegaskan bahwa menanam singkong akan mendatangkan  manfaat dari berbagai sektor.

“Dari segi bisnis, tentu kita sudah dapat mengkalkulasikanya. Tapi saya tegaskan, selama ditanam sesuai dengan teknis yang baik, maka singkong  pasti dapat menjadi penyangga ekonomi di perbatasan ini setelah sawit dan rumput laut,” tegasnya.

Sebaagi bentuk totaliatasnya dalam mewujudkan Singkong sebagai penyangga pangan di Kabupaten Nunukan, M Amin mendirikan pabrik pengolahan singkong menjadi tepung sebagai bahan dasar berapa makanan.

M Amin berharap, pabrik yang diberi nama Rumah Mocaf dan diresmikan oleh Bupati Nunukan, Asmin Laura Hafid beberapa waktu lalu tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Tutup MTQ ke XIX Tingkat Kabupaten

“Saya harap Rumah Mocaf dapat menjadi sarana kebangkitan perekonomian masyarakat Nunukan,” ujarnya.

Sementara itu, Pemerhati Perbatasan Ir. Dian Kusimanto meyakini, apabila para petani benar – benar menseriusi dalam budidaya singkong, maka tak hanya ketahanan pangan saja yang akan diwujudkan.

“Tak hanya sebagai penyangga pangan, tapi singkong apabila dibudidayakan secara baik, saya yakin akan mendongkrak perekonomian,” tuturnya

Dian menjelaskan, Singkong merupakan tanaman semusim yang umur panennya berkisar antara 6 bulan sampai dengan 10 bulan, artinya tidak perlu terlalu lama untuk menunggu hasilnya. Selain itu Singkong sudah sangat familier atau tidak asing bagi semua petani di Kabupaten Nunukan, baik dalam hal cara budidayanya maupun cara mengelola paska panennya.

Petani selama ini menganggap bahwa Singkong bukan sebagai komoditi ekonomi, karena Singkong belum punya pasar yang besar. Petani hanya menanamnya dalam skala lahan yang sempit dan sekedar bisa mencukupi kebutuhan untuk keluarganya saja. Belum ada yang bisa membeli dalam jumlah yang banyak dan kontinyu. Keadaan inilah yang akan berubah jika nanti ada Pabrik yang bisa membeli dalam jumlah besar dan secara kontinyu, sama seperti PKS untuk hasil panen Kelapa Sawit petani.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Serahkan Bantuan Bagi Imam, Marbot, Guru Ngaji, dan Rumah Ibadah

Lebih detail, Dian bahkan mengajak untuk sama – sama menghitung proyeksi pendapatan petani singkong dengan skala usaha Singkong untuk luas lahan 1 (satu) hektar. Petani biasa menanam Singkong dengan jarak tanam yang sangat rapat, yaitu dengan jarak 50 cm x 50 cm, ada juga yang sekitar 60 cm x 60 cm, 80 cm x 80 cm, atau sampai jarak tanam sekitar 1 meter x 1 meter. Kalau dihitung populasi pohon per hektar bisa mencapai antara 10.000 pohon, 15.000 pohon, 30.000 pohon atau sampai 40,000 pohon.

“Atau anggaplah rata-rata yang ditanam petani itu 20,000 pohon dalam setiap hektar,” papar Pria yang menjabat sebagai Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Nunukan tersebut

Sehingga apabila rata-rata hasil produksi setiap pohon rata-rata mencapai 3 kg saja maka hasil panen per hektar lahan akan mencapai 60 ton ubi. Padahal para petani di Nunukan tidak terlalu sulit untuk bisa mencapai produksi per pohonnya rata-rata seberat 5 kg. Hanya dengan sedikit pemeliharaan dan pupuk yang cukup angka 5 kg itu bisa diperoleh.

“Artinya dalam se hektar petani akan memperoleh hasil sekitar 100 ton dalam setiap musimnya yang selama antara 6 bulan sampai 10 bulan. Atau bisa dikatakan bahwa para petani tidak terlalu sulit untuk bisa memanen Singkong sebanyak 10 ton per bulannya dari setiap hektar lahan,” pungkas Dian (ES)

Related Posts

1 of 3,050